Warga Desak Pemkodya Bongkar Bangunan Liar Jl Penerangan VI, Pesanggrahan

Oleh:Aris K/Badar S


JAKARTA-Warga Kelurahan Pesanggrahan menyesalkan tindakan petugas trantib Kodya Jakarta Selatan yang terkesan setengah-setengah dalam melakukan pembongkaran terhadap bangunan tempat tinggal tanpa Izin Mendidirkan Bangunan (IMB) yang terletak di Jl. Penerangan VI, RT 009/RW 07, Kelurahan Pesanggrahan, Kecamatan Pesanggrahan, Kotamadya Jakarta Selatan.

Akibat tindakan penertiban yang setengah-setengah itu, yang dilakukan setahun lalu, bangunan tempat tinggal tersebut, hingga sekarang masih berdiri. Bahkan, bangunan yang dibangun secara liar di atas lahan milik orang lain tanpa ijin pemilik yang sah terhadap lahan tersebut, terus ditinggali oleh oknum-oknum warga.

‘’Mestinya, bangunan itu dirobohkan petugas, agar bisa menjadi pelajaran bagi warga yang lain, sehingga tidak coba-coba melakukan penyerobotan tanah milik orang lain secara semena-mena,’’ujar sejumlah warga di Pesanggrahan, kemarin (12/3-2008).

Menurut informasi dari sejumlah warga setempat, bangunan yang berdiri di atas tanah milik Soebagyo Mulyadi itu, sekitar bulan Februari tahun 2007 memang telah surat perintah bongkar. Namun, pelaksanaan pembongkaran oleh petugas terkesan setengah-setengah, sehingga bangunan itu secara keseluruhan masih utuh sehingga masih bisa dihuni.

Pemilik tanah tersebut, Soebagyo Mulyadi, kepada wartawan, mengungkapkan, penyerobotan tanah miliknya itu sebenarnya telah berlangsung cukup lama. Namun, dia tidak menyadarinya.

Persoalannya berawal ketika dia pada tahun 1997 mempercayakan kepada Sobari (yang belakangan berganti nama menjadi Sobari Mulyadi) untuk menjaga tanahnya di bilangan Pesanggrahan itu. Karena dirinya sedang bertugas di daerah Sumatra.

‘’Pada tahun 2000, Sobari juga telah meminjam foto copi surat-surat/dokumen kepemilikian tanah kepada saya. Ketika itu saya percaya penuh kepada dirinya, sehingga tidak curiga sama sekali kepada dirinya. Tapi, rupanya Sobari pada tahun 2005 menjual sebagian tanah milik saya itu secara sepihak kepada sejumlah orang, dengan menggunakan surat-surat/dokumen kepemilikian yang diduga palsu,’’ujar Soebagyo.

Diduga orang-orang yang kini mendirikan bangunan di tanah itu telah membeli sebagian tanah milik Soebagyo melalui Sobari. Menurut Soebagyo, kini, di atas tanah miliknya itu telah berdiri empat buah bangunan yang dihuni keluarga J. Gultom, G. Gultom, Nursalim dan Nafis. Untuk bangunan yang ditempati keluarga Nafis, telah pernah dikeluarkan surat perintah bongkar yang dikeluarkan Kepala Suku Dina Penataan dan Pengawasan Bangunan Pemkodya Jakarta Selatan, tertanggal 8 Februari 2007.

Dikatakan oleh Soebagyo, dirinya pada Januari 2008 lalu, secara resmi sudah berkirim surat kepada Walikotamdya Jakarta Selatan, yang isinya berupa permohonan penertiban empat buah bangunan di tanah miliknya itu.

‘’Padahal tanah milik saya itu telah memiliki sertifikat atas nama saya (Soebagyo Mulyadi) dengan sertifikat nomor 1493 dan atas nama anak saya (Puji Rahayu) dengan sertifikat nomor 1494,’’ujar Soebagyo sambil menambahkan bahwa dia telah melampirkan bukti-bukti lengkap kepemilikan tanahnya itu dalam surat yang dikirimkannya kepada Walikota.

Soebagyo juga melampirkan keterangan dari Lurah setempat yang menyatakan bahwa di atas tanah milikinya itu sebenarnya tidak ada sengketa. Sebelumnya, pada bulan Januari tahun 2007 dia juga sudah mengirimkan surat serupa.

Tapi, sangat disayangkan, hingga sekarang, pihak Walikotamadya Jakarta Selatan belum menidaklanjuti secara konkret laporannya itu. Dia khawatir, jika pihak Walikotamadya Jakarta Selatan tidak segera turun tangan, nanti persoalan hukum berkaitan dengan tnah itu menjadi rumit..

‘’Kemana lagi saya harus minta perlindungan hukum berkaitan dengan tanah milik saya itu,’’ keluh Soebagyo.

Secara keseluruhan, luas tanah miliki Soebagyo di lokasi itu adalah lebih kurang 14.980 meter per segi, seperti yang tercantum dalam SPPT PBB tahun 2007. Dari tanah seluas itu, sekitar 7.603 meter persei sudah terbit sertifikatnya atas nama Soebagyo Mulyadi dengan nomor 1493 dan antas nama Puji Rahayu dengan nomor 1494. Sedangkan sisanya seluas 7.377 meter persegi masih berupa Girik.

Tanah itu dibeli Soebagyo pada tahun 1965 dari Soeparno bin Partosoewiryo. Ini dibuktikan dengan Akta Jual Beli yan gdibuat di hadapan Camat Ciledug selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) nomor 47/Agus/1965 tanggal 14 Desember 1965 yang menyatakan Soebaagyo telah membeli seluruh tanah yang tercantum dalam Girik C 1565/81, Persil 8 D II/Blok Kapuk atas nama wajib pajak Soeparno bin Partosoewiryo.

Pada tanggal 20 April 1971, seluruhnya dari luas tanah yang tercantum dalam Girik C 1565/81, Persil 8 D II/Blok Kapuk atas nama wajib pajak Soeparno bin Partosoewiryo. Dengan luas kurang lebih 15.480 M2 oleh Kepala Kantor Cabang IPEDA Serang dikaukan mutasi/diubah menjadi Giri C 7853 Persil 8 D II/Blok Kapuk seluas 15.480 atas nama wajib pajak Soebagyo Mulyadi.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama