Melakukan Pengaiayaan, Terpidana Korupsi Nursyaf Effendi Dilaporkan ke Polisi

JAKARTA-Nursyaf Effendi yang belum lama ini divonis dengan hukuman satu tahun enam bulan penjara oleh hakim di PN Jakpus berkaitan dengan kasus korupsi, kini tengah menghadapi jeratan hukum baru dalam kasus perbuatan penganiayaan dan pembongkaran.

Hal ini berdasarkan laporan polisi LP/1051/K/VII/2010/PMJ/Res Jaksel dengan pelapor Irawan dan LP/937/K/VI/2010/PMJ/Res Jaksel dengan pelapor Chairul Sariputra. Dan kini Nursyaf Effendi masih ditahan di Unit Resmob.

Berkaitan dengan kasus perbuatan penganiayaan dan pembongkaran itu, Nursyan Effendi hari ini, Sabtu, tanggal 21 Agustus 2010 mengajukan penangguhan penahanan.

Menanggapi pengajuan penahanan yang dilakukan Nursyaf Effendi itu, phak pelapor, yakni Irawan dan Chairul Sariputra berharap pihak kepolisian menolak dengan tegas permintaan itu. Karena dikhawatirkan yang bersangkutan akan melarikan diri atau mengulangi perbuatan pidana yang sama.

Nama Nursyaf Effendi belakangan memang jadi pembicaraan sejumlah kalangan, terutama para pengamat hukum, setelah dirinya dan Ivone Koe Koe dijatuhi hukuman masing-masing satu tahun enam bulan penjara oleh hakim di PN Jakpus. Yang menjadi sorotan masyarakat adalah karena hakim tidak memerintahkan keduanya untuk membayar uang pengganti Rp 23 miliar.

Vonis di tingkat PN Jaksel itu dinilai sejumlah kalangan sebagai menciderai keadilan publik, karena perkara korupsi dengan nilai besar seperti itu layak dihukum sangat berat. Dipertanyakan pula keistimewaan yang diberikan antara lain dengan pembedaan status tahanan kota yang membuat Nursyaf Effendi bebas berkeliaran kemana saja. Dan ternyata dalam keadaan bebas berkeliaran itu, Nursyan Effendi masih “sempat” terlibat perbuatan penganiayaan dan pembongkaran sehingga dilaporkan ke polisi.

Keduanya (Nursyam Effendi dan Ivone Koe Koe) dinyatakan hakim terbukti secara sah dan meyakinkan telah merugikan keuangan negara Rp 23 miliar, namun majelis hakim PN Jakarta Pusat dalam putusannya itu tidak memerintahkan Nursyaf dan Ivone untuk membayar uang pengganti sebesar uang negara yang digerogoti Rp 23 miliar tersebut. Hakim tidak memutuskan sebagaimana JPU Victor Antonius Sidabutar menuntut kedua terdakwa membayar uang pengganti atau menjalani kurungan itu.

Dalam kasus korupsi pengadaan kapal oleh kedua terdakwa juga terlibat oknum dari bank mandiri yang mengucurkan kredit. Mereka adalah Subur Hermanto (mantan CBC Manager Bank Mandiri). Hernanto (analis) dan Joko Setijo Oetomo (team leader).

Kasus ini berawal ketika PT KAPL mengajukan permohonan kredit kepada Bank Mandiri untuk membeli tiga kapal kargo.Pengajuan permohonan diajukan tersangka Ivone dengan seizin dari Nursyah Effendi selaku Komisaris Utama PT KAPL.

Namun dari permohonan kredit yang diajukan Rp47.2 miliar untuk pembelian tiga kapal kargo hanya dikabulkan pihak Bank Mandiri Rp27.5 miliar. Hasil penyidikan Kejagung bahwa PT KAPL ternyata baru membeli satu kapal yang merupakan kapal bekas.
PT Bank Mandiri tidak melakukan pemeriksaan fisik kapal. Bank Mandiri dinilai tidak cermat dalam menilai keabsahan dokumen. Mereka (para terdakwa) dijerat Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Atas putusan PN Jakpus tersebut, Kejaksaan mengajukan banding. Jaksa penuntut umum (JPU) Victor Antonius Sidabutar kepada wartawan di Jakarta, menyatakan, pihaknya sudah menyerahkan memori banding melalui Pengadilan Negeri Jakpus.

Adapun alasan JPU banding, kata Victor, karena hukuman yang dijatuhkan majelis hakim PN Jakpus tehadap kedua terdakwa lebih rendah dari tuntutan jaksa. Selain itu. katanya, karena hakim tidak memerintahkan kepada kedua terdakwa untuk membayar uang pengganti Rp23 miliar. Victor menyebutkan, baik Nursyaf dan Ivone sebelumnya dituntut masing-masing empat tahun penjara disertai denda dan diperintahkan untuk membayar uang pengganti. (badar/aris)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama