Sidang Kasus Penyuapan BPK Jabar: Saksi dari KPK Uraikan Kronologis Penangkapan Para Pejabat Pemkot Bekasi

 JAKARTA-Sidang lanjutan dalam kasus suap BPK Jawa Barat, senilai Rp 200 juta dengan terdakwa Sekretaris Daerah, Kota Bekasi, Djandra Utama, menghadirkan saksi Novel selaku Pegawai Penyidik KPK. 

Dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Selatan, Selasa (19/10/2010), Ketua Majelis Hakim Cokorda Raisumba, SH, membacakan agenda materi tentang kronologis penangkapan satu pejabat BPK, Jawa Barat, serta dua pegawai Pemerintah Kota Bekasi.

Di antara tiga pejabat itu, yakni pejabat BPK, Jawa Barat, Suharto serta Pegawai Pemerintah Kota Bekasi, Heri Supardjan dan Herry Lukmantoheri. 

Di hadapan Hakim Ketua, Jaksa Penuntut Umum (JPU) serta pengacara terdakwa Djandra Utama, saksi Novel mengatakan bahwa penangkapan tiga pejabat itu berdasarkan informasi dari masyarakat terkait dugaan penyalugunaan suap, yang sebelumnya telah dilakukan pengamatan dilapangan. 

Dikatakan saksi, tanggal 21 Januari 2010 pihaknya telah mengetahui (melihat) dua pegawai Pemkot Bekasi datang kerumah pejabat BPK tersebut, dengan dua buah mobil. Dalam pengamatannya, ada tas kecil berwarna hitam yang dibawa masuk kedalam rumah. Penyergapan itu, berlangsung setelah tiga tersangka keluar dari rumah. "Bersama dengan tim, kami langsung menemui tiga tersangka yang sebelumnya menghentikan dua mobil saat keluar dari rumah sekaligus menghampiri Suharto untuk melakukan penggeledahan," ucap saksi Novel dihadapan Ketua Majelis Hakim.

Lebih Lanjut, Novel menjelaskan pihaknya telah menemukan uang senilai Rp 200 juta di dalam tas hitam    yang berada di ruang tamu pejabat BPK tersebut. 

Seiring dengan penangkapan itu, tim KPK telah mendapatkan informasi yang kuat, karena kegiatan itu sering dilakukan tersangka (red-suap). "Karena informasi itu, ada empat gepok uang ratusan ribu senilai Rp 40 juta. Kemudian, ada tiga buah amplop senilai Rp 28 juta. Saya menanyakan uang senilai Rp 68 juta dari mana," tuturnya. 

Lanjut Novel, saat penyerahan uang itu di rumah makan Sindangrelet berdasarkan pengakuan Suharto. Yang bersangkutan lanjut Novel, telah menerima uang Rp 200 juta. 

Dalam pertanyaan anggota Majelis Hakim terkait tersangka tertangkap tangan saat penyerahan uang pertama menyebut nama terdakwa, saksi Novel membenarkan hal demikian. "Tiga pejabat itu yang menyampaikan," jelasnya. 

Dari kesaksian Novel itu, Kuasa Hukum terdakwa Djandra Utama mengomentari konteks dakwaan saksi berkaitan dengan fungsi KPK dalam melakukan prefentif (pencegahan) hukum. Pihaknya menilai bahwa tindakan yang dilakukan tim KPK sangat meragukan terhadap dugaan tindak pidana korupsi.  Dalam hal ini, pelaporan yang diterima oleh masyarakat yang langsung diambil keputusan tanpa ada tindakan prefentif tersebut. 

Dikatakan, KPK tidak hanya menjalani fungsi represif (mempidanakan seseorang) namun bagaimana mencegah tindak pidana korupsi. "Kita melihat, seberapa jauh fungsi itu berjalan dengan baik dikaitkan dengan informasi atau pengaduan masyarakat," terangnya. (dha)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama