Germo P2B Tuntut Pemecatan 12 Pejabat Pemkot Bekasi



BEKASI (wartamerdeka) - Ratusan massa yang tergabung  dalam Gerakan Moral  Pecat Pejabat Bejat  (Germo P2B), melakukan aksi moral di depan  Kantor Wali Kota Bekasi, Jln. Ahmad Yani, Kota  Bekasi, Kamis (16/12) kemarin.

Aksi yang dimulai tepat pukul 11.00wib tersebut, mempertunjukan teatrikal menyapu lobi pemkot menggunakan sapu lidi berjumlah 12 dengan seorang mahasiswa tidur di pelataran lobi, sebagai lambang pembersihan terhadap pejabat pemerintahan yang melakukan tindakan tidak bermoral. Sambil menyanyikan lagu Indonesia Raya, demonstran juga memamerkan balon ukuran sekitar 10 inchi berbentuk kondom, yang bertuliskan ‘BNK Mandul’.

Demo ini dilatarbelakangi oleh munculnya berita soal dua belas pejabat di lingkungan Pemkot Bekasi yang digerebek  saat berpesta di diskotek Golden Crown (GC), Taman Sari Jakarta Barat, pada hari Senin lalu.
Massa meminta agar para pejabat yang terjaring razia dan terbukti mengkonsumsi narkoba segera dipecat karena dinilai  telah menodai institusi Pemkot Bekasi. Mereka juga menilai aksi pejabat yang suka berpesta di diskotik merupakan  perbuatan yang tidak pantas dilakukan pejabat publik.
"Kami mendesak agar para pejabat yang diberitakan digerebek saat melakukan pesta itu segera meminta maaf kepada  seluruh masyarakat Bekasi secara terbuka melalui media massa selama seminggu berturut-turut," kata koordinator aksi,  Aan Setiaji. Bahkan, massa yang mengetahui jika salah seorang pejabat, yakni Rayendra Sukarmadji membantah  dengan menyebut nama Allah pun meminta agar para pejabat yang dituduh itu melakukan sumpah pocong untuk membuktikan kebenarannya.
Menurut Aan, meski tidak ditahan karena tidak ada bukti yang kuat, pihaknya tetap menyayangkan jika ada pejabat  yang malah berpesta pora saat kepala daerahnya mendekam dalam tahanan. "Saat Kota Bekasi dirundung sejumlah masalah, mereka malah berpesta di diskotik. Itu hal yang tidak pantas dilakukan oleh pejabat publik," lanjut Aan. Terlebih, kata Aan, para pejabat eselon II juga merupakan pengurus BNK Kota Bekasi. "Ironis jika memang mereka terbukti melakukan pesta narkoba sedangkan setahu saya pejabat eselon II juga aktif dalam kepengurusan BNK," tutur Aan.

Massa juga meminta agar pihak kepolisian segera memeriksa para pejabat yang terjaring razia. Tidak cukup hanya itu,  massa juga meminta agar ada pihak independen yang melakukan audit terhadap dana BNK Kota Bekasi. Sebab, massa  menilai selama ini kinerja BNK kurang maksimal. Bahkan, dana sekitar Rp 3,1 miliar yang dikucurkan untuk BNK Kota  Bekasi dinilai hanya untuk kampanye.
Massa sempat saling dorong dengan Satpol PP yang berjajar di depan pintu masuk lobi Kantor Wali Kota Bekasi karena  lama menunggu Ketua BNK Kota Bekasi sekaligus Wakil Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi menemui mereka. Namun,  saling dorong ini tidak sampai berujung ricuh karena sepuluh perwakilan peserta aksi dipersilakan menemui Rahmat  Effendi.
Dalam pertemuan tersebut, Pepen-sapaan akrab Rahmat-mengaku tidak mempunyai kewenangan untuk membatasi   pejabat mencari hiburan di luar jam kerja. Namun, jika berita yang ada di media selama ini benar, Pepen menilai para   pejabat itu tetap datang ke tempat yang salah. "Karena kejadiannya berada di luar jam kerja, maka kami tidak ada   kewenangan untuk mencegah pejabat mencari hiburan. Namun, datang ke tempat yang tidak tepat juga harus kita   pertimbangkan," katanya Pepen.
Pepen mengatakan, pihaknya tengah lakukan konfimasi seputar kejadian, yang melibatkan  bawahannya di Pemkot Bekasi itu. Menurut dia, pihaknya telah meminta Kalakhar (Kepala Pelaksana  Harian) BNK Bekasi, untuk mencari kebenaran siapa pejabat yang pergi pesta.

Namun, lanjutnya, hingga hari ini (kemarin,red) pihaknya belum mendapatkan informasi dari Kalakhar,  terkait bisa atau tidaknya meminta konfirmasi kepada pengelola diskotik Golden Crown dan Kepolisian  Jakarta Barat, sebagai langkah BNK Bekasi dalam mengambil sikap. Hingga sampai saat inipun pihak  NK belum menentukan jadwal uji urine.

“Belum tahu kapan urine mereka diperiksa. Masih menunggu laporan Kalakhar. Kalau sudah ada  laporan kemungkinan secepatnya dilakukan pengujian urine,” ungkapnya, sambil mengimbau agar  para pejabat tidak lagi lakukan kebiasaan mencari hiburan yang berujung kepada persoalan narkoba.
Menanggapi masalah itu, anggota DPRD Kota Bekasi menganggap pihak Badan Narkotika Kota (BNK)  Bekasi tidak tegas dan konsisten terhadap penanganan kabar yang semakin memperburuk citra  pegawai Pemkot Bekasi.

“Kenapa BNK tidak cepat mengambil langkah pembuktian dengan mengambil tes urine, terhadap  pejabat dan pegawai PNS yang terjaring dalam razia narkoba di klab malam itu. Hal ini harus segera  direspon, karena ini menyangkut kepercayaan publik terhadap Pemerintah Kota Bekasi,” ungkap Eliaser  antji Sunur Anggota DRPD Kota Bekasi.

Politikus PDIP yang akrab disapa Yance inipun melanjutkan, kasus diskotik Golden Crown, bukan  hanya memperburuk citra Pemerintah Kota Bekasi, lebih dari itu, lemahnya antisipasi dan aksi pihak  NK Bekasi yang belum mengambil pembuktian dengan tes urine pun, menurutnya menjadi pertanyaan  dewan.

“Kenapa pihak BNK, tidak cepat-cepat melakukan test urine, sebagaimana sesuai dengan fungsinya.  karena dengan test urine maka akan bisa diketahui para pejabat dan PNS ini benar atau tidak  menggunakan narkoba,”paparnya.

Selain itu, lanjut Yance, Komisi A harus mendorong pimpinan untuk memanggil para pejabat dan PNS yang berada di tempat kejadian perkara (TKP), pihak BNK Bekasi dan Polres Jakarta Barat untuk mengklarifikasi persoalan yang terjadi.

“Ini bukan lagi menjadi persoalan yang sepele, karena biar bagaimana pun juga Narkoba adalah musuh Negara, dan untuk membuktikan terbukti atau tidaknya para pejabat yang sempat terjaring razia dan menggunakan narkoba, selain mereka segera ditest urine, Komisi A pun harus mengambil langkah politis untuk memanggil pihak yang terlibat. Termasuk Ketua Umum BNK Bekasi dalam hal ini Rahmat Effendi, serta Polres Jakarta Barat,” paparnya.

Seperti diketahui, dalam penggerebakan Selasa (14/12) dini hari lalu, di antara pejabat yang digerebek itu dengan barang bukti 1 butir pil ekstasi di Balkon 718 diskotek Golden Crown, ada empat pejabat yang selama ini dikabarkan orang-orang dekat Rahmat Effendi. Mereka adalah Kadis P2B Rayendra Sukarmadji, Asda I Gunung Hilman, Kabid Wasbang Dinas P2B Permana dan Kabid di Dishub Radi Mahdi.

Kepala Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan (P2B) Rayendra Sukarmadji yang disebut sebagai salah satu pelaku yang diduga pengguna ekstasi di lokasi perkara menegaskan siap menjalani tes urine. “Saya tidak bersalah dan saya siap kapan pun di tes urine,” tegasnya, saat dihubungi wartawan.

Bukan itu saja, saat wajahnya terpampang dalam gambar penggerebekan yang beredar disejumlah media massa, Kadis P2B yang akrab disapa Roy ini pun, tetap membantah. “Saya tidak tahu itu. Foto itu bukan saya,” kelit dia.

Meskipun Kasat Narkoba Polres Jakarta Barat Komisaris Polisi (Kompol) Yossi Runtukahu, sebelumnya menerangkan, didalam balkon 718 diskotek Golden Crown ditemukan sebutir pil ekstasi, namun Roy keukeh dan lagi-lagi membantahnya.

“Intinya saya tidak tahu mengenai Narkoba karena saat kejadian yang dituduhkan itu saya di rumah. Yang ada di balkon itu adalah Beni, staf saya kerena sedang merayakan ulang tahun. Silakan tanya kebenaran polisi soal identitas saya,” sambungnya.

Selain itu, salah satu pejabat P2B yang informasinya berada di TKP dengan inisial HSB, yang diduga Sekretaris Dinas P2B Hasbullah, langsung membantah kalau HSB itu adalah dirinya. “Saya tidak tahu menahu soal itu. Dan pada malam itupun saya ada di rumah tidak kemana-mana,” pungkasnya singkat.

Menanggapi hal itu, Sugiyanto, Direktur Masyarakat Pemantau Kebijakan Eksekutif dan Legislatif (Majelis) meminta agar dewan segera merespon dan mengusut kasus yang memalukan nama Kota Bekasi. “Dewan harus merespon dan merekomendasi berita ini serta gambar-gambar pejabat yang terpampang di media. Apakah bantahan Rayendra itu benar atau foto itu yang salah,” ujarnya.

Dikatakannya, sangat mudah untuk membuktikan bantahan Rayendra, Kadis P2B. “Tinggal mengundang siapa saja yang berada dalam foto itu, termasuk petugas polisi yang menggerebek, dan petugas diskotek Crown, serta wanita-wanita penghibur yang juga terekam dengan kamera.

Jadi, memang perlu pembuktian. Tapi, media tidak mungkin berani memuat gambar jika itu tidak benar. Kalau memang tidak benar, harusnya pejabat yang ada dalam gambar itu menuntut media yang menyebarkan itu. "Kalau tidak berani, artinya gambar-gambar itu benar, dan Rayendra itu sudah lakukan pembohongan publik. Apalagi tetap membantah meski foto-fotonya sudah terpampang di media,” tegasnya.
Sementara itu, Kasat Narkoba Polrestro Jakarta Barat Ajun Komisaris Besar Yosi Runtukahu mengatakan, petugas Polrestro menggerebek pesta privat yang digelar para pejabat eselon II dan eselon III itu setelah mendapat kabar bahwa dalam pesta tersebut ada narkoba yang digunakan.
"Namun, setelah kami periksa secara cermat tidak ditemukan adanya narkoba. Informasi yang kami terima dalam pesta itu ada sabu-sabunya," kata  Ajun Komisaris Besar Yosi Runtukahu.

Yosi mengatakan, dalam penggerebekan itu petugas menemukan seperempat butir obat yang diduga pil esktasi. "Pil itu kami temukan di sela-sela sofa, tapi tidak ada satu pun dari mereka yang terbukti memiliki potongan pil itu atau mengonsumsinya," ujarnya.

Lantaran tidak adanya barang bukti, petugas kemudian melepaskan para pejabat yang menggelar pesta itu. Setelah petugas pergi, para pejabat itu meneruskan pesta tersebut.

"Kami menduga laporan tentang adanya narkoba ini disampaikan oleh orang yang tidak suka terhadap para pejabat itu. Kami jelas tidak bisa mengabaikan laporan dari masyarakat itu. Kalau laporan seperti itu diabaikan, polisi akan dinilai tidak tanggap. Tapi kalau terkait dengan politik seperti ini, urusannya menjadi lain," kata Yosi.

Dia mengatakan, si pelapor tampaknya sengaja memberikan laporan yang tidak benar untuk menjebak para pejabat.

"Kami akan mencari orang yang memberikan laporan itu. Dan kami sudah kantongi identitasnya," kata Yosi tanpa merinci identitas pejabat yang berpesta itu.

Menurut Yosi, setelah penggerebekan dilakukan, kejanggalan demi kejanggalan dari si pelapor mulai terlihat.

"Salah satunya adalah kehadiran para wartawan yang terlalu cepat. Kami melakukan penggerebekan sekitar pukul 02.30. Baru setengah jam kami tiba di sana, saya sudah dihubungi beberapa wartawan yang menanyakan penggerebekan itu. Tampaknya si pelapor juga memberitahukan penggerebekan ini kepada wartawan," katanya. (dadang/rdr bks/kc)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama