IPW: Tidak Patut Polri Terima Setoran Uang dari Freeport

Koordinator IPW, Neta S Pane
JAKARTA (wartamerdeka.com) - Presiden SBY harus meminta klarifikasi tentang alokasi dana USD 14 juta dari PT Freeport kepada Polri untuk pengamanan kawasan tambang di Timika, Papua. Selain tidak patut Polri menerima 'uang keamanan' swasta, keamanan di sana juga tidak kunjung stabil.

"Presiden harus meminta klarifikasi Kapolri sehubungan keterangan PT Freeport yang menyatakan telah mengalokasikan dana 14 juta dolar AS per empat bulan untuk Polri," kata Koordinator Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane,  Sabtu (29/10/2011).

Klarifikasi juga dimintakan kepada Panglima TNI. Meski di Papua ditempatkan 16 ribu orang prajurit, namun keamanan di Papua tidak pernah benar-benar stabil dan aksi separatisme terus berlangsung.

Lebih lanjut Neta mengatakan, pergolakan di Papua tidak lepas dari masalah sosial dan politik lokal yang sangat ruwet dan masalah keamanan hanya sekedar dampaknya. Sedemikian ruwet dan kompleks masalah di Papua, sehingga Neta menyebutnya sebagai konflik segi tujuh.

"Ini konflik antara rakyat yang tidak diperhatikan kesejahteraannya, diskriminasi buruh lokal, kepentingan asing merampok kekayaan alam, elit politik mengizinkan jatah, oknum aparat keamanan yang memperkaya diri sendiri, kelompok sparatisdan pemerintah pusat. Semua berkecamuk jadi satu," paparnya.


Aktivis HAM Usman Hamid juga menyatakan setoran uang dari Freeport harus ditinjau ulang. Apakah pemberian itu sesuai aturan atau tidak. Yang dikhawatirkan, independensi Polri akan terganggu karena setoran uang itu.

"Pembayaran itu sama sekali sulit dibenarkan. Bisa melunturkan independensi Polri," kata Usman Hamid, Sabtu (29/10/2011).

Lebih daripada itu, tambah Usman, pembayaran yang dilakukan Freeport bisa membuat kedua pihak menghadapi kendala masalah hukum. "Freeport bisa kena regulasi Amerika tentang bribery," imbuhnya.

Polri juga harus menjelaskan soal penerimaan dana itu ke warga di Papua. Jangan sampai timbul prasangka bahwa Polri lebih membela Freeport di banding warga.

"Wajar jika rakyat di Papua marah karena tugas polisi terkesan membela kepentingan Freeport daripada melindungi rakyat. Bahkan kita jadi makin paham kenapa selalu muncul dugaan bahwa aparat TNI, Polri dan BIN di sana berkompetisi untuk merebut penghasilan tambahan di luar yang dibenarkan oleh hukum. Apabila ini terus berlangsung, maka negara akan selalu gagal memperjuangkan nasib rakyat Papua," terangnya.

Usman juga mencatat, soal dana dari Freeport ini, yang membuat miris adalah prajurit rendahan yang bertugas pengamanan di tingkat lapangan, hanya mendapat imbalan yang sedikit sekali.

"Berbeda dengan atasan atau pimpinan mereka. Suatu saat ini bisa memicu frustasi dan resistensi keras dari aparat keamanan di tingkat bawah melawan atasan," tuturnya.


Polri Jangan Jadi Centeng

Sedangkan pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar  minta Polri menolak penerimaan dana dari Freeport. Polri adalah abdi negara, tidak sepantasnya mendapatkan pemasukan dari perusahaan. Walau alasannya sebagai dana tambahan untuk polisi di lapangan.

"Jangan polisi jadi centeng. Harus distop, Polri adalah polisi negara bukan polisi liberal atau kolonial," kata pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar.

Bambang yang juga pernah aktif di kepolisian dengan pangkat terakhir Komisaris Besar ini menjelaskan, bila polisi menerima uang setoran itu seperti halnya polisi kolonial zaman Belanda. Dulu polisi kolonial menerima uang bayaran dari VOC yang merupakan perusahaan swasta.

"Jadi bagaimanapun menerima uang dari perusahaan, menurut saya tidak wajar. Polisi kita polisi negara, dibiayai negara ada pemerintahan. Kalau menerima dari perusahaan harus dipertanggungjawabkan formal," terangnya.

Kalau setoran dari perusahaan dibiarkan, dikhawatirkan keberpihakan polisi akan terseret pada pengusaha. Dan ini bisa menghilangkan sikap independensi polisi.

"Penerimaan dari perusahaan itu tidak wajar dan tidak benar. Memang seharusnya negara yang harus membiayai," imbuhnya.

Memang sepenuhnya polisi dipersalahkan atas penerimaan ini. Negara juga harus turut bertanggung jawab dengan memberikan dana yang mencukupi bagi kepolisian.

"Sejak reformasi kita tuntut tentang kepolisian sumber pembiayaan dari APBN. Di UU Tentara itu dirumuskan tidak boleh menerima uang dari pihaklain, tapi di UU Kepolisian tidak dirumuskan. Tetapi mestinya berpikir tidak boleh, katanya mau independesi?" tuturnya.

Sebelumnya Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo menilai wajar bila anggotanya menerima dana dari PT Freeport. Penerimaan dana itu diperbolehkan asal bisa dipertanggungjawabkan.

"Semua operasi pengamanan objek vital, negara sudah membiayai. Kemudian jika pihak yang diamankan memberi uang makan kepada anggota kita di lapangan, apalagi dalam situasi tugas yang sulit saya kira akuntabilitasnya bisa dipertanggungjawabkan," kata Timur di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta, Jumat (28/10).

Timur mengakui, uang dari PT Freeport itu tidak melalui kementerian, tetapi langsung diberikan kepada anggota polisi di lapangan. "Sekali lagi itu bisa diaudit bisa ditanya ke asisten operasi. Sekali lagi itu tambahan, negara kan sudah memberi uang untuk operasi dan itu sama semua operasi," terangnya.(ar)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama