Tiga Kali Gagal Digrebeg, Mantan Ketua DPRD Blora Dua Periode Berhasil Ditangkap di Madiun

BLORA  (wartamerdeka.com) - Setelah tiga kali gagal ditangkap  di berbagai wilayah, mantan Ketua DPRD Kabupaten Blora selama dua periode HM Warsid Spd akhirnya berhasil ditangkap  Tim Kejaksaan Negeri Kab Blora yang dipimpin langsung oleh Kasi Intel Kajari Blora Tarni Purnomo.

HM Warsid Spd adalah terpidana kasus korupsi APBD Kab Blora. Oleh majelis hakim PN Blora kala itu terpidana sudah mendapat vonis dua tahun penjara dan pengembalian uang negara yang dikorup. Tetapi,terpidana melakukan banding ke Pengadilan Tinggi di Semarang dan dilanjutkan kasasi ke Mahkamah Agung.

Dalam masa menggantung itulah terpidana leluasa bebas dengan jaminan kuasa hukumnya HM Soemarmo SH (Surabaya). Namun saat keputusan MA menguatkan vonis pengadilan di bawahnya, terpidana tidak dapat ditemukan hingga akhirnya berhasil ditangkap di rumahnya gang III Desa/Kecamatan Jiwan, Kabupaten Madiun Provinsi Jawa Timur.


Rumah Dan Tanah Milik Warsit Terancam Disita

Beban kasus terpidana korupsi dana APBD Kabupaten Blora Warsit angkanya cukup fantastis. Hukuman badan dalam putusan Mahkamah Agung adalah dua tahun penjara. Yang akan dilaksanakan 1 tahun tujuh bulan penjara. Sedangkan semua barang bukti (BB) yang sifatnya uang Warsid masih menanggung biaya pengembalian dana sebesar Rp 118 juta.

“Jadi Warsid belum bayar denda Rp 75 juta subsider enam bulan atau uang pengganti Rp 2 juta 800 ribu. Sebenarnya uang penggantinya Rp 218.784.000 namun sudah dibayar Rp 100 juta,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Blora Muhammad Teguh Basuki saat konferensi pers di ruang kerjanya. Ia didampingi Kasi Pidsus Saliman dan Kasi Intel Kejari Tarni Purnomo.

Kajari menjelaskan total dana yang belum disetorkan Warsid  sebesar Rp 119 juta.
Menurut Teguh pihaknya memberikan waktu kepada Warsid satu sampai dua bulan untuk segera melunasi biaya perkaranya tersebut. “Jika Warsid membandel tidak mau bayar Kejaksaan akan menyita seisi rumah dan tanahnya sepadan dengan biaya yang ditanggung,” jelasnya.

Masih kata Kajari, terkait permohonan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung tersebut Teguh menyatakan terbuka. Sebab pada saat tertentu Warsid pernah menghubungi dirinya bilang bahwa sewaktu-waktu kuasa hukumnya akan melakukan PK. ”Saya bilang silahkan saja dan terbuka,” jelas Kajari seraya menambahkan berbagai fitnah yang bukan-bukan termasuk dugaan main suap yang dilayangkan pihaknya terkait penanganan kasus Warsid.

Ketua Tim penggerebegan Warsid yang juga Kasi Intel Kajari Tarni Purnomo menjelaskan bahwa langkah-langkah yang pernah dilakukan Kejaksaan untuk menangkap Warsit. "Itu tiga kali di rumahnya Kelurahan Menden Kecamatan Kradenan, satu kali di Perumahan Karangasri kota Ngawi tepatnya di rumah kontrakan isterinya. Namun usaha itu selalu gagal meskipun kita gerebeg Warsit pada malam hari. Warsit selalu tahu sebelum digerebeg,” ungkapnya.

Ia menuturkan baru enam bulan resmi menjadi buronan hingga ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) orang yang disebut-sebut licin soal hukum ini akhirnya menyerahkan diri saat ditangkap.
”Mau tahu ekspresi Warsid saat didatangi di rumahnya? Begitu ditunjukkan surat perintah penangkapan dia langsung berkata oooo sampeyan-sampeyan to, ya sudah tak ganti baju dulu kita berangkat,” ujarnya menirukan perkataan Warsid saat akan dieksekusi di rumahnya gang III Desa/Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun Provinsi Jawa Timur kemarin (14/4) pukul 15.30.

Di Rumah Tahanan Kabupaten Blora Warsid menyatakan belum mau membayar pengembalian barang bukti dan denda sebesar Rp 119 juta. Selaku terpidana pihaknya menyatakan akan melakukan PK atas putusan kasasi Mahkamah Agung nomor 275/KA/PID.SUS/2009 menetapkan hukuman dua tahun penjara dan denda Rp 75 juta.”Minggu depan kuasa hukum saya Soemarso akan datang ke sini. Sekarang dia masih mengurusi sidang perkara di Surabaya,” katanya.

Warsid Mengaku Optimis Dapat Menang Dalam Peninjauan Kembali (PK)

Terpidana kasus korupsi dana APBD Pemkab Blora tahun 2004 Warsid mengaku optimis dapat menang dalam Peninjauan Kembali (PK). Sebab dalam fakta hukum dan persidangan yang ia jalaninya semua surat-surat dan berkas yang dijeratkan kepada dirinya seperti direkayasa. Bahkan tanda tangan dia dipalsu dengan cara disekener.

“Saya optimis bisa menang karena pengadilan tidak bisa membuktikan apakah tanda tangan itu asli saya sendiri atau palsu,” ujarnya, di Rumah Tahanan Blora, Senin (15/4).

Warsid membeberkan bahwa uang yang dia korupsi seperti apa yang dituduhkan oleh majelis hakim pengadilan tidak sepenuhnya masuk kantong dia sendiri. Dalam kasus korupsi tersebut dia memberikan bantuan dana untuk Majlis Kubro sebesar Rp 75 juta, pembangunan gedung SMA NU Rp 42 juta, masjid Rp 15 juta, acara sepak bola Rp 10 juta dan beberapa kegiatan sedekah desa. ”Tapi karena ini urusannya politik yang lagi kalah ya harus saya terima. Itu semua nggak diamanatkan dalam putusan,” jelasnya.

Mantan Ketua DPRD Kabupaten Blora ini juga menambahkan tetap menghormati proses hukum yang berlaku. Ditanya alasan apa yang membuat dirinya menyerahkan diri kepada Kejaksaan untuk mengikuti eksekusi,  politisi PDI Perjuangan ini menjelaskan bahwa alasan dia menyerahkan diri karena terkait anak perempuannya yang sudah wisuda dari Fakultas Kedokteran di salah satu kampus popular di Semarang.

“Anak saya janji tidak akan menikah sebab bapak tidak menyelesaikan masalahnya dengan Kejaksaan Negeri Blora. Padahal anak saya sudah punya pacar dan memiliki rencana akan menikah. Akhirnya hal itu saya penuhi, begitu saya selesai menjalani hukuman saya akan segera mantu anak saya. Sekarang dia mengabdi di salah satu Puskesmas di Cepu,” terang Warsit tanpa bertele-tele.(hasan)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama