Keteladanan Pemimpin Dalam Mengamalkan Pancasila Makin Terkikis


JAKARTA (wartamerdeka) - Bangsa Indonesia saat ini sedang dilanda perselisihan akibat pola pemahaman terhadap ideologi kebangsaan. Munculnya isu bangkitnya komunisme, khilafah, membuat sebagian orang saling tuding dan caci maki, terutama di media sosial. Jika didiamkan, kondisi ini bisa mengancam perpecahan bangsa.


Tenaga Ahli Unit Kerja Presiden (UKP) Pembinaan Ideologi Pancasila, Bob Ronaldi Randilawe menyatakan, pemahaman terhadap pancasila akhir-akhir ini mulai tereduksi. Banyak pihak yang hanya memandang Pancasila dari luarnya, namun tidak memahami Pancasila secara menyeluruh.

Ia menyatakan, setidaknya ada lima tantangan besar yang dihadapi saat ini untuk menegakkan kembali pancasila sebagai ideologi kebangsaan.

Pertama adalah tantangan kelembagaan, dimana menurutnya pancasila sejak reformasi mengalami degradasi dan menjadi tidak terkontrol.

"Pancasila harusnya bisa menjiwai kebijakan para penuyelenggara negara. Keputusan yang diambil harus sesuai dengan sila dan pengamalan dalam pancasila," ujar Bob Randilawe dalam diskusi yang digelar Majelis Pimpinan Wilayah (MPW)   Pemuda Pancasila Provinsi DKI Jakarta di Pejaten Barat, Jakarta Selatan, Selasa (28/11) petang.

Tantangan kedua yakni soal keteladanan. Ia menyebut, sebagian pemimpin tidak menunjukkan sifat teladan yang positif. 

Selanjutnya, tantangan ekslusifisme yang mengarah kepada intoleransi 
bahkan radikalisasi.

Keempat adalah tantangan kesenjangan sosial. Ia menyebut, pemerintah punya peran vital untuk menjamin hak masyarakat Indonesia dalam berbagai bidang, tidak terkecuali bidang ekonomi dan politik.

"Kalau bicara terbuka, saat ini terjadi gap yang sangat timpang di masyarakat. Sejumlah pihak menguasai bisnis besar dari hulu sampai hilir sementara masih banyak masyarakat yang hidup kekurangan. Bentuk paham liberal maupun kapitalis yang masuk ke Indonesia bisa merusak tatanan pancasila dan UUD 1945," katanya.

Terakhir adalah tantangan pemahaman, dalam hal ini Pancasila harusnya dipandang sebagai keyakinan, pengetahuan dan landasan prilaku. 

"Sebab Pancasila mendasari proses demokrasi kita," ujarnya.

Ia menyebut, demokrasi Pancasila secara perlahan saat ini telah bergeser menjadi demokrasi liberal. "Demokrasi kita sekarang menjadi liberal sejak adanya amandemen UUD 1945 pasca reformasi," ujarnya.

Sekjen Majelis Pimpinan Nasional (MPN) PP TM Nurlip menambahkan, rusaknya demokrasi justru dipertontonkan oleh sebagian elit politik bangsa. Ia mencontohkan, pemilihan ketua parpol saat ini lebih pada pencarian pemimpin yang punya modal besar serta punya pengaruh, bukan lagi soal kemampuan.

"Esensi demokrasi berubah demi kekuasaan dan kepentingan. Kita hidup dalam demokrasi yang liberal. Makanya ada pihak-pihak yang ingin adanya kembali amandemen dan kembali ke UUD 1945 yang awal," katanya.

Soal ideologi, ia menyebut kisruh yang terjadi saat ini akibat pancasila yang kurang dipahami secara utuh. Bahkan, ia mengatakan, ada pihak yang sejauh ini belum rela dengan ideologi Pancasila.

"Namun ada juga pihak yang menggunakan Pamcasila sebagai cover untuk memuluskan misi-misi tertentu yang sebetulnya bertentangan dengan? ancasila," imbuhnya.

Kepentingan golongan

Yedidiah  Soerjosoemarno Ketum Sapma (Satuan Pelajar dan Mahasiswa) Pemuda Pancasila menyatakan, para elit bangsa punya andil besar dalam terjadinya degradasi nilai dan substansi pancasila dan UUD 1945.

"Sekarang ini terjadi pembodohan masalah pancasila. Pancasila terus dilemahkan. Dengan lemahnya pancasila untuk mecah banhsa lebih gampang. Misal dengan adanya sebutan otonomi lebih bagus dan sebagainya. Tapi mereka lupa keadilan sosial itu bagaimana. Mereka lupa implementasi butir-butir pancasila itu lebih penting," jelasnya.

Menurutnya, elit bangsa saat ini justru berlomba-lomba memenuhi kepentingan golongannya sendiri dan minim keperdulian terhadap rakyat. Egoisme politik ia sebut telah menghalalkan segala cara bahkan untuk melemahkan nilai pancasila itu sendiri.

"Kita lihat sila keempat sudah hilang. Sekarang jadi pemilihan langsung, bukan pendelegasian. Sejumlah kebijakan di DPR sendiri sekarang bukan untuk rakyat, tapi seperti perwakilan partai. Kadang-kadang titipan partai lebih penting daripada memikirkan masyarakat luas, " ujarnya lagi. 

Yedidiah menambahkan, Pemuda Pancasila saat ini memang punya tugas berat yakni mengembalikan eksistensi pancasila dan mengembalikan UUD 1945 asli. Namun ia sadar mewujudkan itu semua tidak bisa dilakukan dari luar, sebab, kondisi saat ini kebijakan sangat berpengaruh dari kepentingan-kepentingan politik. Seperti halnya kasus aktivis Sri Bintang Pamungkas yang justru dituduh makar hanya karena ingin menuntut mengembalikan UUD 1945 amandemen ke UUD 1945 asli. 

Para penguasa menjaga untuk kepentingan mereka masing-masing. Tujuan kita. emang mengembalikan eksistensi pancasila dan UUD 1945, bukan yang sudah diamandemen. Kita akan berusaha kembalikan UUD asli dengan cara membangun anggota untuk terjun ke parpol manapun. 

"Kita rebut dengan cara yang benar yakni masuk ke DPR dulu. Kalau kita teriak dari luar jaman sekarang susah, " pungkasnya. (Badar)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama