Kuasa Hukum Terdakwa Fatahillah Keberatan dengan Dakwaan JPU


JAKARTA (wartamerdeka)  - Mantan Walikota Jakarta Barat H. Fatahillah memohon kepada Majelis Hakim merpertimbangkan pledoinya terkait kasus korupsi yang dialamatkan kepadanya dalam proyek Refungsionalisasi Sungai/kali dan PHB di Jakarta Barat. Fatahillah keberatan dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Pengalokasian dana Rp600 juta yang diberikan kepada disebutnya jebakan dan diluar sepengetahuannya. “Saya tidak setuju dipersangkakan telah dengan sengaja melakukan kerja sama atau turut serta melakukan perencanaan proyek refungsionalisasi sungai/kali dan PHB di Jakarta Barat, dengan tujuan menguntungkan diri sendiri dan korporasi dengan menyalahgunakan kewenangan, atau sarana yang ada pada saya karena jabatan dan kedudukan saya yang dapat merugikan keuangan negara. Ini jelas saya tolak, karena saya tidak mengetahui perencanaan proyek tersebut,” ungkap Fatahillah dihadapan Ketua Majelis Hakim Sahlan Efendi.


Fatahillah keberatan terhadap dakwaan JPU lantaran mengira hal itu sebagai uang operasional. “Majelis yang mulia, saya diserahkan uang Rp600 juta oleh mereka, saya pikir adalah uang operasional saya. Namun demikian uang itu sudah saya serahkan kepada penyidik Kejaksaan Agung RI. Sebab, anggaran tersebut sudah ada sebelum saya menjabat Walikota Jakarta Barat. Oleh karena itulah saya menolak dakwan jaksa turut serta dalam perencanaan tersebut,” lanjut Fatahillah.

Pada pleidoi menyebut dirinya mengambil hikmah besar kedepannya, jika seandainya menjadi narapidana dan dipecat sebagai (Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan tidak mendapatkan tujangan gaji pensiun yang menjadi kebanggaan seorang PNS.

 “Majelis Hakim yang mulia! Bahwa sejak tahun 1987, saya berkarir sebagai PNS di Pemprov DKI Jakarta, dapat dikatakan tidak pernah mengambil cuti, walaupun kesempata itu diberikan negara. Selama itupulalah saya meninggalkan keluarga, terlebih lagi setelah mendapat jabatan, waktu dan kesempatan saya tersita untuk pekerjaan. Sehingga anak-anak saya bertumbuh tanpa pengawasan saya, demi tugas Negara,” tutur Fatahillah dengan nada suara yang bergetar.

Dr Fachmi SH, MH, Gunawan and partners, yang menjadi kuasa hukum terdakwa, H. Fatahillah dalam surat pledoinya (pembelaan) tidak sependapat atau keberatan atas tuntutan JPU

Dalam dakwaannya, JPU tmendakwa terdakwa H. Fatahillah, dengan membuktikan dakwaan subsidair pasal 3 Jo pasal 18 UU No. 31 tahun 1999, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

“Bahwa kami Tim Penasihat Hukum Terdakwa H. Fatahillah, tidak sependapat dengan kesimpulan maupun pandangan penuntut umum yang menyebutkan bahwa klien kami telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dengan sengaja secara bersama-sama menguntungkan diri sendiri dan/atau korporasi yang merugikan keuangan negara. Sebab, pada dasarnya terdakwa bukanlah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), yang menjadi penanggungjawab utama proyek itu. Ini yang terutama,” kata DR. Fachmi saat mebacakan surat pembelaannya dihadapan persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Sahlan Efendi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jl. Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (08/11).

“Sesuai fakta yuridis yang terungkap dalam persidangan ini, tidak ada kewenangan terdakwa H. Fatahillah selaku Walikota Jakarta Barat yang disalahgunakan oleh terdakwa H. Fatahillah. Bahwa tidak ada kerugian negara yang ditimbulkan karena tidak ada satu alat bukti yang menerangkan sebuah angka yang pasti mengenai kerugian negara yang ditimbulkan akibat perbuatan terdakwa H. Fatahillah,” lanjut Fachmi.

Pledoi yang dibacakan secara bergantian itu mengurai peristiwa secara rinci atas ketidakterlibatan terdakwa Fatahillah sebagai penanggungjawab anggaran kegiatan refungsionalisasi itu.

“Bahwa penerimaan uang Rp600 juta, tidak berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang selaku walikota yang dilakukan oleh terdakwa H. Fatahillah, yang termasuk ke dalam kualifikasi gratifikasi sebagaimana dimaksud pasal 12 B dan pasal 12 C UURI No 31 tahun 1999, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UURI No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hal itu dapat kami buktikan dengan tidak diproses 8 Camat yang masing-masing menerima Rp80 juta, Kasatpol PP (Drs. Kadiman Sitinjak, MAP) Rp500 juta, Wakil Walikota ( M.Yuliadi, SH.) Rp50 juta, Sekretaris Kota (Drs. Syamsuddin Lologau), Rp50 juta, Kabag Prasarana Kota (Saepulloh, SH) Rp100 juta, Kabag Keuangan Rp50 juta, Ka. Kantor Perencanaan Kota (Dra. Windriasanti) Rp50 juta, Staf Kantor Perencanaan Kota Rp100 juta, Irbanko Rp50 juta,” ujar MF Gunawan, SH mengungkapkan keinginannya dalam penegakan hukum yang berkeadilan terhadap terdakwa H. Fatahillah

Menurut Gunawan, apa yang disampaikan di dalam pledoinya sesuai fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan yang diperoleh melalui keterangan para saksi, keterangan ahli, keterangan terdakwa dan alat-alat bukti lainnya.

“Fatahillah telah mengembalikan seluruh uang yang sempat diterima, sementara yang lain yang sudah disebut diatas sebagai penerima uang, sampai saat ini belum diproses. Dan bahkan dari sejumlah nama yang disebut diatas masih ada yang belum mengembalikan uang yang diterima, tetapi hanya dijadikan sebagai saksi. Inilah dasar penilaian dan salah satu bahan yang menjadi penilaian tim kuasa hukum berpendapat, bahwa terdakwa Fatahillah tidak melakukan gratifikasi sebagaimana dalam requisitor JPU,” uangkapnya.

Gunawan mengutarakan keterangan saksi ahli Hukum Administrasi Negara dan Keuangan Publik Fakultas Hukum Universitas Indonesia DR. Dian Puji N Simatupang, SH, MH, yang menjelaskan bahwa tidak ada penyalahgunaan wewenang ketika terdakwa menerima Surat Perintah Tugas (SPT) dari Kasudin PU Tata Air Jakarta Barat selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) karena SPT diatur dalam Pasal 1 angka 63 Pergub No.94 Tahun 2016 tentang Tata Naskah Dinas merupakan “Naskah Dinas dari atasan yang ditujukan kepada bawahan yang berisi perintah untuk melakasanakan pekerjaan/jabatan tertentu sesuai dengan tugas dan fungsinya”.

“Menurut ahli, Kepala Suku Dinas di Provinsi DKI Jakarta selaku KPA berhak memberikan SPT kepada Walikota, sesuai pasal 26 huruf h Pergub No. 94 tahun 2016, kepala Suku Dinas sebagai Unit Kerja Pemerintah Daerah. Karena dalam kedudukannya sebagai perangkat otonom, Kepala Suku Dinas sekaligus sebagai KPA dapat memberikan perintah tugas tersebut dengan pola kedua swakelola, yaitu menggunakan instansi pemerintah yang bukan penanggung jawab anggaran,” ujar Gunawan, SH.

“Berdasarkan SPT, uang sebesar Rp4,8 miliar harus diserahkan kepada terdakwa H. Fatahillah, untuk dikelola sesuai dengan maksud SPT, dimana pemberi tugas yaitu saksi Ir. H. Pamudji selaku KPA wajib menyerahkan uang Rp4,8 miliar tersebut kepada terdakwa Fatahillah selaku penerima tugas untuk dipertanggung jawabkan oleh terdakwa Fatahillah, untuk membuat Surat Pertanggung Jawaban (SPJ), namum dalam hal ini, tidaklah mungkin terdakwa H. Fatahillah dapat mempertanggung jawabkan uang Rp4,8 miliar yang tidak pernah diterimanya dan tidak pernah dikelola untuk pekerjaan proyek swakelola kegiatan Refungsionalisasi Sungai/Kali dan PHB sehingga sangat naif apabila terdakwa diminta pertanggung jawaban terhadap uang yang tidak pernah diterima, bahkan dilihatpun tidak,” tegas Gunawan dalam pledoinya.(ar/fr) 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama