Tidak Sesuai RTRW, TPA Sampah Torut di Karua Belum Memiliki Amdal

Rony Rumengan (kiri) dan Enos Palamba 
TORAJA UTARA (wartamerdeka.info) - Selain desain perencanaan yang diduga copy-paste dari daerah lain alias 'fiktif' dan rendahnya mutu pekerjaan konstruksi di lapangan, sebagaimana diberitakan sebelumnya, masalah lain yang juga melilit pembangunan TPA Sampah Toraja Utara di Lembang Karua Kecamatan Balusu adalah belum adanya izin lingkungan berupa AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan).

Pemda Torut melalui Dinas Lingkungan Hidup setempat pernah mengajukan permohonan untuk mendapatkan izin AMDAL. Namun saat diajukan beberapa waktu lalu, tim AMDAL Bapedalda Provinsi Sulsel menolak.

Dalam uraian hasil pemeriksaan berkas permohonan, Enos Palamba, salah satu anggota tim AMDAL Provinsi, memberi catatan bahwa permohonan AMDAL TPA Toraja Utara di Karua tidak sesuai RTRW.

"Maksudnya tidak sesuai Perda Nomor 3 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Toraja Utara tahun 2012-2032," ujar Rony Rumengan, mantan Pemred Koran Tator yang kini mengetuai Yayasan Peduli Tondok Toraya, di Rantepao, Selasa (31/7/2018).


Pada pasal 15 ayat (4) Perda tersebut, tambah Rony, jelas disebutkan bahwa 'Lokasi TPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di kabupaten Toraja Utara ditetapkan di Lembang Lili'kira' Kecamatan Nanggala dengan luasan 5 (lima) hektar'. Dengan demikian, Rony mengaku tidak heran jika tim AMDAL provinsi menolak.

Dalam uraian tim Amdal provinsi bahkan menyebutkan pembangunan TPA di Karua itu terkesan dipaksakan.

Enos Palamba sendiri ketika ditemui di kantor Gubernur Sulsel, baru-baru ini, membenarkan proses AMDAL yang lalu.

"Ini bahayanya undang-undang lingkungan, jangan main-main. Sudah ada pejabat yang kena dampak hukumnya lho. Saya juga sudah sampaikan ke Prof Sampe Paembonan yang lalu," ujar Enos yang juga putra Karua ini.

Awal mula pembangunan TPA Karua sendiri sebenarnya sudah bermasalah terkait lokasi. Seperti status lahan dan relokasi dari Lili'kira' ke Karua. Lahannya berstatus hak pakai kemudian jadi hibah.

"Hak pakai dengan luasan lahan 21242 M2. Ada sertifikatnya kok diterbitkan tahun 2015," ujar sumber yang enggan disebut namanya ini.

Dalam proses hibah terjadi pro-kontra diantara warga. Lewat peran Pither Patabang, seorang mantan pejabat di Torut, lahan tersebut berhasil dihibahkan meskipun masih ada segelintir warga yang menolak. Kisruh soal lahan dan AMDAL ini sejak itu terus menuai sorotan.

"Parahnya bupati mengeluarkan izin prinsip hanya berdasarkan surat keterangan bupati 2015 dan surat keterangan kesesuaian ruang dari Kepala Bappeda waktu itu Daniel Tandi," ungkap Rony.

Dari penelusuran, ditemukan ada kontradiksi antara Perda No. 3 tahun 2012 dan Surat Keterangan Kesesuaian Ruang (SKKR) No. 050/19.260/BAPPEDA/XII/2015 yang ditandatangani Ir Daniel Tandi selaku Kepala Bappeda Torut. Dalam SKKR itu disebutkan, Perda No. 13 tahun 2012 telah menetapkan lokasi TPA di Lembang Karua Kecamatan Balusu. Ini berarti diduga ada manipulasi data terkait lokasi TPA yang sesungguhnya. (Tim)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama