Aksi Bela Tauhid di Kantor Kemenkopolhukam, "Berkampanye" Ganti Presiden


JAKARTA (wartamerdeka.info) -  Aksi massa yang menamakan diri "Bela Tauhid" yang berlangsung di depan kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Jakarta, pada Jumat (26/10/2018) sangat terasa sekali nuansa politiknya.

Bahkan terkesan sejumlah pihak berusaha menunggangi aksi itu untuk kepentingan pemilihan presiden.  Terbukti dengan adanya teriakan-teriakan ganti presiden saat aksi berlangsung, sehingga terkesan seperti "kampanye ganti presiden".

Dari pantauan wartawan,  Koordinator aksi  menyebut rezim pemerintahan Presiden Joko Widodo saat ini anti-Islam karena tak mengusut pelaku pembakaran bendera  bertuliskan kalimat tauhid.

"Presiden yang zalim ini haram atau halal dipilih saudara-saudara?" tanya koordinator massa aksi yang dijawab seruan 'haram' dengan lantang.

"Mau memberikan kesempatan dua periode lagi atau tidak saudara-saudara?" koordinator aksi kembali bertanya yang dijawab seruan 'tidak' dari massa.

"Kalau haram 2019 ganti apa?" sorak koordinator aksi.

"Presiden," ucap massa berseru.

Aksi massa tersebut, sebetulnya berkaitan dengan pembakaran bendera HTI yang kebetulan bertuliskan huruf Arab "Kalimat Tauhid" , yang dilakukan oleh oknum anggota Banser di Garut pada 22 Oktober lalu saat peringatan Hari Santri Nasional. Namun dalam orasinya para pendemo "berkampanye" pula "ganti presiden" .

Perwakilan massa aksi massa itu sempat menemui pihak Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam). Namun mereka gagal menemui Menkopolhukam Wiranto lantaran purnawirawan jenderal TNI itu tengah berada di Palu, Sulawesi Tengah.

Salah satu perwakilan, Yusuf Martak menyatakan pihaknya telah menemui Sekretaris Menkopolhukam Agus Surya Bakti untuk menyampaikan sejumlah tuntutan massa.

Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama itu sempat disoraki massa lantaran perwakilan tak langsung ditemui Wiranto.

"Ketiadaan itu bukan karena tidak mau menemui delegasi. Tapi sejak kemarin Pak Wiranto tidak di Jakarta, sedang menangani musibah bencana di Palu," ujar Yusuf yang disambut sorakan bohong dari massa yang menanti di depan Kantor Kemenkopolhukam.

Ia meminta massa aksi bersabar dan dapat memahami ketidakhadiran Wiranto. Yusuf memastikan seluruh tuntutan telah disampaikan pada sekretaris menkopolhukam.

"Insya Allah tadi sudah disampaikan semua. Tidak sebatas retorika, tapi kasus per kasus. Dan Alhamdulillah seluruh masukan dan laporan dicatat dengan seksama," ucapnya.

Jika permintaan itu tak disampaikan langsung ke Wiranto, Yusuf menyatakan bakal menggelar aksi lanjutan kedua pada 2 November mendatang.

"Kami mohon maaf sebesar-besarnya atas ketidakberhasilan kami tidak bertemu dengan Menkopolhukam. Dan dia (Wiranto) tidak bohong tidak ada di Jakarta," tuturnya.

Sementara itu Sesmenkopolhukam Agus memastikan akan menyampaikan langsung tuntutan massa kepada Wiranto.

"Kami telah bicara dengan baik dan teratur untuk menyampaikan beberapa hal. Kami akan sampaikan ke bapak menkopolhukam," ucapnya.

Namun ribuan aksi massa mengaku tetap tidak percaya dengan ucapan Agus. Beberapa massa meminta Agus turun dari mobil komando saat menyampaikan permohonan maaf. Massa bahkan menyoraki Agus dan tidak menghiraukan pembicaraannya.

Massa berangsur membubarkan diri dengan tertib sejak sekitar pukul 15.40 WIB, usai asar.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama