Forsi Dukung Penindakan Terorisme di Era 4 Tahun Presiden Joko Widodo


JAKARTA (wartamerdeka.info) - Upaya Polri untuk memberantas aksi terorisme dan menangkal paham radikalisme harus diapresiasi. Sejak peristiwa aksi teroris bom bunuh diri di Surabaya yang melibatkan wanita dan anak-anak sebagai martir, pemerintah makin tersadar akan bengisnya efek dari paham radikal.

Pemerintah juga makin menyadari akan posisi Polri yang ketika itu serba tanggung untuk melakukan tindakan antisipasi dan pencegahan terhadap aksi terorisme. "Jika tak ada peristiwa tersebut, Polri tak bisa berbuat apa-apa untuk mencegah, menangkap dan mengamankan para terduga pelaku yang sudah dipantau lama  identitas dan jaringannya," ujar pengamat terorisme dari Forum Komunikasi Rakyat untuk Transparansi (Forsi), Berman Nainggolan kepada wartawan di Jakarta, Rabu (24/10/2018)

Berangkat dari segala pertimbangan itu, Berman mengatakan, pada akhirnya pemerintah bersama DPR ngebut untuk menyelesaikan revisi UU Terorisme. Sampai kemudian palu rapat paripurna DPR akhirnya diketok untuk mengesahkan UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Dengan UU yang baru, lanjutnya, Polri punya ruang yang lebih leluasa untuk bergerak melakukan pencegahan dan pemberantasan aksi terorisme. "Dan ini dibuktikan dengan penangkapan lebih dari 300 terduga teroris sejak Agustus hingga menjelang event Asian Para Games 2018 awal Oktober lalu," kata Berman.

Ia menilai, banyaknya penangkapan para pelaku tindak pidana teroris itu juga jadi catatan bagus Polri di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Belum pernah terjadi sebelumnya Polri bisa menangkap dan menindak ratusan pelaku terduga teroris di era pemerintahan sebelumnya.

"Sementara di era empat tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo, sudah lebih dari 700 pelaku terduga teroris yang ditindak dan ajukan ke persidangan. Jumlah yang jauh lebih banyak dibandingkan masa 10 tahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono," bebernya.

Berman menegaskan komitmen penangkapan terhadap terorisme yang dilakukan Polri sama sekali tidak terkait dengan tahun politik, apalagi dengan upaya pencitraan petahana. "Fakta berbicara, penindakan terorisme lebih tinggi di era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Fakta juga yang berbicara revisi UU Terorisme pun terlaksana di era Pemerintahan Presiden Joko Widodo," katanya.

Berman juga menggarisbawahi pembentukan pasukan Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopssusgab) TNI yang beranggotakan 90 personel sangat terlatih dari tiga matra TNI di wilayah Sentul pada 9 Juni 2015 oleh Jenderal TNI Moeldoko. "Bahwa terorisme dan radikalisme adalah ancaman nyata bagi kedamaian dan keutuhan Indonesia sebagai negara demokrasi Pancasila, Koopssusgab dibentuk untuk itu," tegasnya.

Diketahui, pasukan antiteror elit TNI ini berisi prajurit terlatih Sat 81 Gultor Kopassus TNI AD, Denjaka TNI AL dan Sat Bravo 90 TNI AU dan berposisi stand by call atau siap bergerak kapan saja jika diperintahkan. Artinya, penindakan terhadap terorisme dan radikalisme bisa dilakukan saat dibutuhkan dan secara jelas tidak ada kaitannya dengan upaya pencitraan sosok Joko Widodo sebagai Presiden petahana.

"Siapa pun yang memimpin negeri ini pasti akan berupaya mencegah dan menindak aksi radikal tersebut. Jikalau ingin membanding, tinggal melihat volume intensitas dan kualitas dari pencegahan dan penindakannya saja," katanya.(Fer)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama