MPW PP DKI Gelar Diskusi Soal Pembakaran Bendera HTI


JAKARTA (wartamerdeka.info) - Majelis Pimpinan Wilayah (MPW) Pemuda Pancasila (PP) DKI Jakarta menggelar focus group discussion (FGD) membahas 'Polemik Pembakaran Bendera Kalimat Tauhid Akankah Mengancam NKRI', di Rumah MPW PP DKI Jakarta, Pejaten, Jakarta Selatan, Jumat (26/10).

Sebagai pemapar dalam FGD tersebut, Wasekjen Lembaga Dakwah PB Nahdlatul Ulama, M Imaduddin. Menurutnya bendera yang dibakar oleh oknum Banser di Garut, Jawa Barat, pada peringatan Hari Santri, 22 Oktober lalu merupakan bendera organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

"Dan Uus pembawa bendera sudah ditangkap oleh Polisi. Dari keterangan Polisi, bahwa Uus sengaja memesan bendera HTI dan pernah menjadi simpatisan HTI," ujarnya.

Imaduddin mengatakan, bahwa dari investigasi internal GP Ansor, dari lima titik peringatan Hari Santri yang digelar di Garut semuanya disusupi oleh oknum pembawa bendera HTI.

"Saat peringatan Hari Santri itu sebenarnya sudah ada kesepakatan tidak boleh mengibarkan bendera apapun selain merah putih, bahkan bendera NU sekalipun. Motif Uus masih diselidiki polisi, dan saat ini HP miliknya yang dijual sedang dicari," ungkap Imaduddin.

HTI, lanjut Imaduddin, telah mengelabui umat Islam untuk tujuan jahat. Dengan menyebutkan bendera tersebut panji Rosulullah.

"Kita harus membedakan apa itu bendera, apa kalimat tauhid. Bendera itu identitas kelompok, tapi tauhid itu identitas bersama tidak ada simbolnya," tegasnya.

Intinya, Banser yang bernaung di bawah GP Ansor dan PBNU menegaskan bahwa akan selalu mengawal Pancasila sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Kita sepakat Pancasila sebagai dasar negara. Kita menolah kelompok dan ormas yang ingin mengganti Pancasila dengan paham lain," tandasnya.

Diskusi tersebut langsung dipimpin oleh Ketua MPW PP DKI Jakarta, Thariq Mahmud SH, yang didampingi penggagas acara Fitria Octarina. SE, Selain itu hadir pula Plt Bakesbangpol DKI Jakarta, Drs Taufan Bakrie.(Badar)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama