Ulama Diminta Tenangkan Masyarakat Terkait Pembakaran Bendera Yang Mirip Bendera HTI

Walikota Gorontalo Marten Taha

JAKARTA (wartamerdeka.info) - MUI dan ormas Islam diharapkan perannya untuk menenangkan masyarakat, terutama kaum Muslimin untuk tidak reaktif atas insiden pembakaran mirip bendera milik HTI (ormas yang sudah dilatang pemerintah)  yang bertuliskan kalimat tauhid oleh oknum ormas tertentu di Garut, Jawa Barat.

Wali Kota Gorontalo Marten Taha di Jakarta, Rabu dini hari (24/10/2018), mengatakan, ia mendapatkan informasi dari berbagai pihak terkait reaksi keras umat Islam di wilayahnya.

Sebagai kepala pemerintah daerah, dia berharap agar semua pihak menciptakan suasana kondusif.

Diakuinya, reaksi atas insiden pembakaran bendera tersebut juga merembet ke Kota Gorontalo.

Berkaitan dengan itu, dia membuat surat imbauan agar semua ulama, habaib, kiyai, ustadz dan semua pimpinan ormas Islam untuk mendinginkan suasana dan menenangkan masyarakat.

Dia juga mengimbau kepada aparat hukum mengambil langkah antisipatif sesuai koridor hukum agar ada kejelasan dalam insiden tersebut.

Marten menyatakan keprihatinannya atas insiden pembakaran mirip bendera yang memuat kalimat tauhid tersebut dan mendapat reaksi keras dari masyarakat Muslim, termasuk dari masyarakat Gorontalo.

Dia mengimbau kepada masyarakat untuk tidak terprovokasi oleh oknum yang tidak bertanggung jawab yang bertujuan memperkeruh suasana.

Masyarakat juga diminta untuk mempercayakan proses hukum atas oknum pembakaran tersebut kepada aparat penegak hukum.

Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid

Sementara Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) mengatakan kejadian pembakaran bendera tauhid harus dilihat proporsional dan jangan dilebih-lebihkan agar tidak memanaskan situasi yang dapat berujung konflik.

Namun demikian, peristiwa tersebut juga jangan dikurang-kurangi, ataupun dipelintir bahwa itu merupakan pembakaran bendera HTI, sebab tidak ada tulisan HTI dalam bendera tersebut sesuai dengan definisi bendera HTI menurut Kemendagri, katanya di Palembang, Selasa, usai menjadi pembicara di Indonesian Creative Leadership Camp.

Ia mengatakan dengan mengaitkan bendera tersebut ke HTI, justru mengingatkan kembali masyarakat terhadap organisasi yang telah dilarang tersebut. Di sisi lain bendera tersebut bukan bendera HTI, karena tidak ada tulisan HTI.

Menurut dia, yang harus dilakukan adalah koreksi terhadap perilaku tersebut dan tidak mengulang kembali di masa depan, mengingat kalimat tauhid merupakan hal yang sakral bagi umat Islam.

"Jadi menurut saya ini jangan terulang kembali, ini harus dikoreksi secara mendasar, untuk kemudian jangan diperbesar menjadi bagian dari yang menghadirkan konflik sesama organisasi Islam, sesama umat Islam, sesama warga bangsa, ini harus kita dudukan pada proporsi yang sebenarnya. Jangan dilebih-lebihkan, tapi juga jangan dikurang-kurangkan apalagi kemudian dipelintir menjadi ini pembakaran bendera HTI," katanya.

HNW menyampaikan, bahwa hari santri yang jatuh pada 22 Oktober memperingati langkah kongkret para santri dalam membela nusa dan bangsa dengan resolusi jihad. Dengan resolusi tersebut salah satunya adalah berdirinya laskar-laskar santri seperti Laskar Hizbullah yang memilki bendera dengan kalimat tauhid.

Sebelumnya, beredar video yang viral di media sosial di mana sejumlah remaja dewasa di Garut, Jawa Barat, berpakaian seragam ormas tertentu membakar selembar kain hitam yang diduga bertulisan kalimat tauhid.

Saiful Rahmat Dasuki,  Ketua Pengurus Pusat GP Ansor

Berkaitan dengan masalah itu,   Saiful Rahmat Dasuki sebagai Ketua Pengurus Pusat GP Ansor yang menjadi induk Banser menyebut insiden pembakaran bendera tauhid adalah spontanitas anggotanya.

"Ini memang kejadiannya agak spontanitas. Dari organisasi kami sudah memberikan instruksi sebelumnya agar ketika melihat berlafazkan tauhid dan itu terindikasi sebagai bendera HTI, maka kami meminta untuk melepaskannya dan menyerahkan kepada aparat keamanan, semestinya seperti itu," ujar Saiful Rahmat Dasuki.

Dari laporan yang diterima dan penelusuran yang dilakukan GP Ansor, insiden pembakaran bendera tauhid itu terjadi saat acara peringatan Hari Santri Nasional di Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Ketika itu, oknum Banser yang bertugas dalam acara tersebut melihat bendera bertuliskan kalimat tauhid berceceran di jalanan.

Untuk menjaga agar tidak jatuh ke tempat-tempat yang tidak semestinya, oknum Banser lalu mengamankan bendera itu dengan cara membakarnya.

Ia mengatakan hal yang sama akan dilakukan apabila menemukan sobekan mushaf Alquran.

Langkah pembakaran atau pemusnahan ini diambil sesuai dengan apa yang diajarkan oleh guru-guru dan para kiyai GP Ansor.

"Tapi ini kami dapat memahami karena kejadiannya spontanitas seperti itu dan teman-teman juga dalam keadaan masih acara, jadi nggak pas juga kalau kita membawa bendera-bendera tersebut. Nanti ceritanya lain lagi kalau kita seolah-olah membawa bendera itu. Nanti teman-teman Banser dianggap penyusup dan sebagainya. Jadi spontanitas teman-teman saja untuk mengambil langkah cepat untuk melakukan hal tersebut," tutur Saiful Rahmat Dasuki.

GP Ansor dan Banser merasa bertanggungjawab untuk melakukan pembersihan terhadap segala bentuk atribut dan organisasi terlarang seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Walaupun bendera tersebut bertuliskan kalimat tauhid, apabila digunakan oleh organisasi yang sudah dilarang oleh pemerintah maka akan menjadi suatu hal yang berbeda.

"Ini ada hal lain. Kami memandang bendera itu adalah bendera HTI, sebuah organisasi yang pada hari ini sudah dilarang oleh pemerintah Republik Indonesia sebagai organisasi terlarang. Negara saja melarang kok bendera HTI tersebut termasuk organisasinya juga dilarang," ucapnya.(AN/AR)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama