Cukup 2 Periode Menjadi Wakil Rakyat


Oleh : Pangeran Karyonagoro

Kegesitan dan Kelincahan Jokowi dalam melakukan perubahan menyongsong Indonesia bangkit menjadi negara maju akan jauh lebih mudah terakselerasi apabila ada dukungan yang memadai dari anggota DPR yang terbuka terhadap gagasan perubahan, mempunyai sudut dan cara pandang baru dan yang mampu mengimbangi performa Jokowi.

Selama ini rakyat jarang melontarkan kritik yang serius terhadap wakil-wakilnya yang duduk di DPR maupun DPRD. Mungkin saja rakyat sampai pada keenekan dan kejenuhan tingkat dewa melihat sikap dan tingkah laku wakil-wakil rakyat yang masih dipandang menjadi bagian dari masalah, bukan bagian dari solusi. Kalaupun ada kritik-kritik tersebut jatuh pada wilayah yang ekstrem seperti ungkapan atau seruan meminta lembaga legislatif dibubarkan karena tidak membawa manfaat.

Kritik ekstrem masyarakat sebetulnya bisa dipahami sebab selama ini panggung politik hanya diisi oleh wakil-wakil rakyat macam Fadli Zon maupu Fahri Hamzah.

De Facto, wakil rakyat merupakan wakil partai. Partai Politik melakukan kontrol terhadap wakil-wakil rakyat lewat Fraksi-Fraksi. Siapapun wakil rakyat yang tidak sejalan dengan partai politiknya, maka peluang untuk di PAW (mekanisme Pergantian Antar Waktu) makin terbuka lebar. Dengan model mekanisme seperti ini, maka makin lama makin banyak terkumpul wakil-wakil rakyat (partai) yang tidak mampu menyuarakan aspirasi rakyat selain aspirasi partai politik.

Dengan demikian, para wakil rakyat yang menjadi anak penurut makin memperkokoh rantai oligarki partai politik. Makin lama mereka makin mapan sehingga kemudian ada semacam rasionalisasi bahwa satu-satunya cara untuk mengamankan kepentingan partai politiknya, mereka harus menjadi anggota DPR/ DPRD selama mungkin. Maka masyarakat terbiasa melihat politisi yang telah menjadi anggota DPR/DPRD lebih dari 2 periode.

Sebetulnya makin banyak politisi yang telah menjadi anggota DPRD lebih dari dua periode mengindikasikan gagalnya mekanisme organisasi internal partai. Dan makin nyaman politisi menjabat sebagai anggota DPR/DPRD, makin kontribusinya terhadap perubahan serta keberadaban politik ke depan berkurang atau bahkan minus.

Ini tentu PR yang cukup rumit untuk kita selesaikan. Megapa jabatan anggota DPR/DPRD harus dibatasi ? Sederhana saja, berkaca pada jabatan Presiden/Wakil Presiden maupun kepala daerah yang dibatasi maksimal 2 periode sebagai bagian dari pemberdayaan demokrasi dan memunculkan serta memberikan kesempatan pada pemimpin-pemimpin baru dengan tantangan-tantangan jaman yang baru dan berbeda, seharusnya hal tersebut juga diberlakukan bagi anggota DPR/DPRD.

Memang pembatasan bagi seseorang hanya menjabat sebagai anggota DPR/DPRD tidak serta merta membuat oligarkhi politik terurai dengan sendirinya. Namun paling tidak rakyat mempunyai harapan baru dengan adanya pemimpin-pemimpin baru yang tampil dengan membawa ide-ide segar dan paradigma baru yang relatif bersih dari kooptasi oligharki partai politik.

Apalagi sampai saat ini masih banyak politisi kita yang mempunyai dosa masa lalu, menjadi bagian atau diuntungkan dari rezim Orde Baru yang diktator dan korup. Kita perlu betul-betul memikirkan dan mendorong supaya partai politik tidak melulu menjadi bagian dari masalah melainkan menjadi bagian dari solusi bangsa.

Pada 2019 masyarakat Indonesia menghadapi pemilu serentak, memilih Presiden/Wakil Presiden, DPR/DPRD dan DPD. Saran saya bagi para pemilih untuk Presiden sudah tidak diragukan lagi  pilihan jatuh pada Sang Petahana. 

Sementara itu untuk wakil-wakil rakyat, coretlah wakil rakyat yang sudah mencalonkan diri lebih dari 2 periode dalam daftar calon yang akan anda pilih di bilik suara nanti baik DPR, DPRD Propinsi maupun DPRD Kota/Kabupaten. 

Saya katakan sekali lagi, keluarkan nama-nama mereka dari daftar calon yang akan anda pilih. Ini saatnya kita mendidik partai politik dan memberi kesempatan bagi yang muda, energik, membawa ide-ide perubahan untuk duduk di parlemen.

Setidaknya dengan bertindak demikian, anda berkontribusi untuk memperlemah oligharki partai politik. Anggur yang baru butuh kantung anggur yang baru sebab apabila menggunakan kantung anggurnya lama, ia akan koyak dan tumpahlah anggur baru itu.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama