Ketum ARBI, Dr Ir Lukmanul Hakim : Prabowo Terjebak Retorika

Ketua Arus Baru Indonesia, (ARBI), Dr Ir Lukmanul Hakim MSi

JAKARTA (wartamerdeka.info) - Debat Pilpres sesi IV putaran keempat 2019 yang digelar di Hotel Sangrila Jakarta, Sabtu (30/03/2019) malam, mutlak dimenangkan Capres 01 Jokowi yang tampil lebih taktis, berbasis data dan sustantif tidak keluar dari jalur tema yang diperdebatkan.

Sementara Capres 02 Prabowo Subianto terjebak dalam retorikanya sendiri dan cenderung tidak menguasai masalah dan tidak mampu menguasai dirinya.

Ketua Arus Baru Indonesia, (ARBI), Dr Ir Lukmanul Hakim MSi mengatakan hal itu seusai Nonton Bareng (Nobar) di Kedai Steik Nusantara Jalan Kranggan, Jatisampurna Kabupaten Bekasi, Sabtu (30/03/2019) malam.

Dalam debat tersebut Capres 01 Jokowi menunjukkan semakin matangnya seorang pemimpin bangsa, bersikap negarawan, arif dan bijak sehingga mau melindungi lawannya yang sudah terpojok.

Sikap Jokowi, kata Lukmanul, ditunjukkan ketika memasuki debat masalah pertahanan. Prabowo seolah menyangsikan kekuatan pertahanan TNI dengan Alutsista yang ada. Angggaran Alutsista dinilai terlalu minim dan tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Singapura. Bahkan, pembangunan radar darat dan laut termasuk pembangunan pertahanan di beberapa titik di wilayah Indonesia, disebut tak berguna karena tidak dilengkapi persenjataan yang taktis.

Menanggapi serangan Prabowo yang menganggap dirinya TNI lebih dari TNI, Lukmanul menilai Prabowo menunjukkan sikap yang konyol, sok dug deng alias sok kuat, sok sakti, berbusung dada dan secara tidak langsung mengecilkan peran TNI dan ketidakpercayaan akan kekuatan TNI.

Sikap ego ini mengundang opini masyarakat dengan dengan berbagai penapsiran, sindiran dan cemoohan.

Sementara Capres 01 Jokowi, secara rinci berbasis data dan disesaikan dengan situasi kekinian, mengungkapkan bahwa dirinya sangat mempercayai kesolidan dan kekuatan TNI.

Jokowi yang sangat hati-hati membahas masalah ketahanan ini, memantulkan serangan balik Prabowo yang justru bersikap meremehkan kekuatan TNI. Sebab, ancaman perang tidak mustahil berasal dari dalam negeri sendiri.

“Pak Prabowo tampak lebih berpikir perang dan perang. Mana rudal, mana rudal dan tidak memahami isu aktual. Tidak sadar bahwa perang saat ini bisa terjadi bukan menggunakan fisik dan senjata. Perang cenderung tidak tampak. Itulah perang proxy,” tandas Lukmanul Hakim dalam keterangan susulan, Minggu(31/03/2019). 

Prabowo, lanjut Lukmanul, seolah tak beradaptasi dengan perkembangan dan situasi kekinian dalam genggaman tehnologi digital. Sedangkan Jokowi lebih cenderung membentengi dan pencegahan adanya perang atau dampak dari pesatnya tehnologi informasi.

Hoaks adalah bagian dari Proxy War dan Proxy War sendiri bagian dari berita-berita hoaks yang bertujuan untuk melahirkan propaganda yang dapat mengancam stabilitas wilayah bahkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sekali lagi, kata Lukmanul yang merujuk pernyataan Jokowi, perang saat ini bukanlah fisik bertemu fisik, tapi perang cenderung tidak terlihat. Proxy War adalah istilah yang merujuk pada konflik antara dua negara yang tak terlibat langsung dalam peperangan karena melibatkan Proxy atau kaki tangan serta agen. Maka Jokowi sangat menekankan pentingnya penguasaan dan pengetahuan TNI tentang cyber dan tehnologi persenjataan. Sebab, jika tidak diantisipasi secara dini, maka perang ini akan menggerogoti persatuan nasional, karena ancaman Proxy War itu nyata dan sekarang sudah terjadi.

Kecenderungan Capres 02 yang menggugat dan malah curhat, membuat Prabowo blunder sendiri dan berkutat pada masalah ketahanan dan korupsi.

Padahal tema debat membahas masalah hubungan internasional. Maka tak jarang Prabowo keluar dari jalur tema debat dan terjebak dalam pemikiran yang absolut. Absolute thinking. Berkali-kali Prabowo hanya bernarasi besar tanpa tahu cara dan metodenya. Bahkan justru tekhnologipun dicemooh tiada guna. Pembantu Jokowi dikatakan kumuh rencana dan perlu diganti. Ini sudah melewati batas kebodohan berbalut luapan emosi.

Menyinggung masalah Hankam, Prabowo menekankan pertahanan RI terlalu lemah, kenapa lemah, karena negara tidak punya uang, uang kita ada di luar negeri. Lagi-lagi Prabowo tak menyebut sama sekali data, kekayaan mana yang ada di luar negeri.

Sebenarnya agak keluar dari substansi tapi segera tampak arah semua stressing Prabowo adalah ke soal pentingnya mengelola negara yang bebas korupsi,
Jokowi, lagi-lagi lebih taktis dan berbasis data. Ia bicara sesuai tema dan perhatiannya banyak tertuju pada pentingnya gelar kekuatan pertahanan. Soal anggaran, Jokowi menyatakan bidang pertahanan sudah menduduki peringkat kedua alokasi terbanyak setelah Kementerian PUPR.

Kembali Prabowo menyerang Jokowi dengan menyinggung soal briefing yang keliru. Lalu Prabowo menyampaikan ledekan bahkan kepada institusi di mana dia pernah di sana, banyak laporan 'ABS' (asal bapak senang). Jokowi menjawab dengan lembut bahkan memberi stressing bahwa ia percaya pada TNI.

Solusi Jokowi juga menarik, yakni pentingnya investasi alutsista.

“Celakanya kalau yang menyebut ABS itu Asbun alias asal bunyi, ya apa jadinya. Lalu di bidang hubungan internasional, Jokowi  lebih elaboratif dan menekankan kekuatan bangsa sebagai negara dengan penduduk muslim terbanyak. Jokowi lebih menguasai tantangan diplomasi sesuai dengan zamannya,” ujar Lukmanul.

Prabowo berbicara soal diplomasi dan lalu mengkritik. Diplomasi menurutnya harus merupakan bagian dari upaya untuk mempertahankan kepentingan nasional. Karenanya diplomasi harus di-back-up dengan kekuatan.

Prabowo kembali emosional bahkan cenderung banyak melontarkan argumen yang kontraproduktif karena berkesan tidak menghargai capaian kemajuan TNI sekarang ini. Tampak Prabowo terlihat old fashion lagi dengan memandang diplomasi lebih pada unjuk kekuatan. Kalimat yang dilontarkan, 'Saya lebih TNI dari TNI,' akan menyinggung pihak lain,

Jokowi lebih fokus dan dominan tentang damainya negara, majunya bangsa Indonesia. Sedangkan Prabowo seperti karakternya yang konyol, selalu merendahkan Negara sendiri dan mengoyak nilai-nilai persatuan bangsa, dan inginnya ada perang. Namun setelah terpojok Prabowo selalu improve dengan gaya jalan busungkan dada dan Dancing to eliminate panic. Itulah sifat asli Paslon 02 ini.

Serangan yang bertubi yang difokuskan Capres 02, semisal masalah pelayanan publik yang berputar-putar ke masalah korupsi, Jokowi tetap runtut menjelaskan pada alur tema penggunaan tehnologi digital, tehnologi informasi yang menjadi pokok bahasan.

Penggunaan tehnologi ini akan memotong tahapan birokrasi dan otomatis lebih cepat dan harus tepat. Sistemnya yang dibangun beserta manajemennya, maka kesempatan untuk korupsi itu akan hilang dengan sendirinya.

Closing Statement

Sikap bersahaja lagi-lagi ditunjukkan Capres 01 Jokowi pada closing statement Debat Capres 2019 Tahap keempat di Hotel Sangrila Jakarta.

Calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo mengatakan, persahabatannya dengan rivalnya, Prabowo Subianto, tak akan pernah pudar dan putus meski kini berkompetisi dalam Pemilihan Presiden 2019.

Jokowi menggambarkan hobinya bersepeda dan kerap mengalami putus rantai di perjalanan. Tapi Jokowi meyakinkan Prabowo pada dirinya, bahwa rantai persahabatannya dengan Prabowo diyakinkan tidak akan pernah putus.

Seperti debat sebelumnya, Jokowi memberikan kejutan yakni dia merangkul Prabowo agar terlindungi dari kemarahan banyak orang,  termasuk dari TNI.

Jokowi membalas semua kemarahan itu dengan menampilkan sosok politisi ber- kenegarawanan. yang tidak ambil peluang untuk menjatuhkan lawan meskipun dia berkali-kali diserang. 

 "Pak Prabowo teman saya, kami sama-sama berjuang." (T/A)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama