Mantan Ketua DPRD Prov Gorontalo Desak Kejati Segera Periksa Gubernur Rusli Habibie Belum Terkait Kasus GORR

Mantan Ketua DPRD Provinsi Gorontalo, Rustam Akili.
GORONTALO (wartamerdeka.info) - Kasus dugaan korupsi pembebasan lahan untuk proyek GORR (Gorontalo Outer Ringroad) yang hingga kini belum juga ada penetapan tersangka dari Kejaksaan Tinggi (Kejati)  Gorontalo kembali mendapat sorotan tokoh masyarakat setempat.

Di antaranya dari mantan Ketua DPRD Provinsi Gorontalo, Rustam Akili.

Ditemui wartawan,  di kantornya, di komplek kampus Universitas Gorontalo,  kemarin, Rustam menyatakan , saat ini sudah sekitar 1.200 lebih saksi yang diperiksa terkait kasus tersebut. Tentu pihak Tim Kejati sudah bisa menentukan siapa saja yang patut jadi tersangka.

"Apalagi kasus tersebut sudah terang benderang," ujarnya.

Rustam yang juga sudah diperiksa Kejati terkait kasus tersebut, beberapa waktu lalu,  juga mendesak agar Kejati secepatnya memeriksa Gubernur Gorontalo Rusli Habibie yang diduga kuat mengetahui kasus terdebut.

Proyek GORR (Gorontalo Outer Ringroad) tersebut menurut Rustam,  direncanakan sejak Rusli Habibie memimpin Provinsi Gorontalo.

Menurut Rustam, rencana proyek GORR betujuan baik, mengurai kemacetan dalam kota, namun dalam pelaksanaannya diduga ada penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu.

“Pada proses pembebasan lahan untuk GORR, ada ketentuan-ketentuan yang dilanggar, misalnya warga yang tidak memiliki dokumen kepemilikan lahan atau sertifikat, tetap dibayar. Begitu pula ada  lahan milik negara juga dibayar, sehingga ada regulasi yang ditabrak,” ungkap Rustam.

Kemudian, lanjutnya, soal perencanaan juga tidak matang. Ia mencontohkan, seharusnya tahun 2012 sudah masuk RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah). Rusli dilantik bulan Januari 2012, seharusnya 6 bulan setelah itu rencana proyek GOR sudah masuk pada RPJMD, dan direvisi pada 2013.

“Tapi ternyata perencanaan GORR itu tidak dimasukkan dalam RPJMD, sehingga tidak ada pembahasan di DPRD. Tapi proses sudah berjalan, ini artinya perencanaannya tidak matang, dan ini kesalahan fatal,” katanya.

Kedua, soal AMDAL didahului penetapan lokasi. Seharusnya AMDAL dulu. Penetapan lokasi dilakukan pada pertengahan 2012, AMDAL baru keluar bulan Desember 2012.

“Seharusnya ada AMDAL dulu, baru penetapan lokasi. Itu ketimpangan administrasi,” ucapnya.

Dikatakan, persoalan penyimpangan administrasi ini tidak mungkin dilakukan sendiri. Ada lagi regulasi yang ditabrak. Kemudian dilihat dari lokasi, juga tidak layak, karena di lahan tersebut ada hutan lindung. Selain itu juga tanahnya berkapur, sehingga jalannya bergelombang.

Menurut dia, pembangunan GORR ini biayanya besar. Untuk pembebasan lahan saja anggaran sekitar Rp 115 Milyar. Yang menggunakan dana APBD Provinsi. Belum untuk  pembangunan infrastruktur yang dananya dari APBN, yang mencapai mencapai Rp 1 triliun lebih.

Seperti diketahui, Kejati mengungkapkan, dari alokasi anggaran untuk pembebasan lahan tersebut, sekitar 80 % nya diduga bermasalah atau dikorupsi.

“Kita mau menjunjung supremasi hukum, siapapun orangnya. Gubernur juga harus diperiksa. Sebagai gubernur, Rusli harus bertanggungjawab. Bukan berarti saya menuduh dia terlibat. Itu bukan urusan saya, karena itu adalah pembuktian fakta dan data di lapangan. Sebagai gubernur, sebagai penguasa tunggal pemerintahan, Gubernur bertanggungjawab secara moral. Masa mantan gubernur  Gusnal sudah diperiksa, wagub sudah diperiksa, saya sebagai mantan Ketua DPRD Provinsi Gorontalo sudah diperiksa,  beberapa Bupati yang wilayahnya dilalui, seperti Kabupaten Gorontalo, Kota Gorontalo dan Kabupaten Bone Bolango sudah diperiksa , tapi Gubernur yang mestinya bertanggung jawab belum diperiksa juga,” tambahnya

Rakyat yang menerima ganti rugi tapi angkanya tidak sesuai juga sudah diperiksa.

"Ada aap Kejati tidak segera memeriksa Gubernur Rusli Habibie" tandasnya.

Malah sekarang ada seorang pemilik lahan,  tidak mau menerima pembayaran.


Menurut Rustam, ada sekitar 4,5 hektar lahan yang dipakai untuk proyek GORR itu, yang pemiliknya belum menerima ganti rugi.

“Memang ada ketidakadilan. Masa ada tanah gunung yang kepemilikannya tidak jelas, tapi dibayar Rp58 ribu per meter. Sedangkan lahan warga yang sudah bersertifikat  hanya dibayar Rp38 ribu per meter,” ucapnya.

Rustam mengatakan, persoalan ini harus segera diselesaikan supaya tidak ada penafsiran yang tidak baik dari rakyat. Ia berharap kepada Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati)  segera menuntaskan persoalan ini, siapapun orangnya yang terlibat.

Sebelumnya, Kepala Kejati Gorontalo Dr. Firdaus Dewilmar, beberapa waktu  lalu  menegaskan, penanganan penindakan korupsi tidak hanya pihaknya yang melakukan. Pihaknya juga koordinasi dan minta supervisi kepada KPK.

"KPK bilang kasus GORR tidak akan berhenti," kata Firdaus.

Selain KPK, pihaknya melibatkan sejumlah ahli dari perguruan tinggi serta BPKP dalam penghitungan kerugian negara.

Firdaus juga menyebut jika Gubernur Gorontalo Rusli Habibie bakal diperiksa terkait kasus tersebut.

Menurut Kajati, pihaknya memang perlu segera memeriksa Gubernur, karena itu salah satu kesepakatan Kejati, dengan pihak KPK.(Ar/Hen)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama