Melalui PSI, Jurnalis IPJI Risnawati Siap Berkiprah Di DPRD Morowali


MOROWALI (wartamerdeka.info) -  Dari gelarnya, sarjana ekonomi, dia seyogianya jadi wanita karir. Dia bermake up, menggunakan blazer, duduk di ruang ac, sesekali mengumbar senyum.

Namun semua itu urung. Risnawati, demikian nama lengkapnya, lebih memilih celana jeans, kaos, atau pun baju panjang, wara wiri mengejar nara sumber.

Lalu balik ke kantor, menuangkan semua wawancara ke dalam berita dengan tenggat waktu terbatas, deadline. Itulah keseharian yang dilakoninya sebagai jurnalis perempuan.

Dari profesi itu, daya kritisnya terus terarah. Lebih-lebih  menyangkut wong cilik yang menjadi korban dari arogansi kekuasaan, emosionalnya meledak. "Saya ingin menjadi super women untuk melawan arogansi itu," tuturnya tertawa kecil.

Namun apa daya. Ia  hanya seorang jurnalis yang hanya pemberi informasi, mengkritisi tanpa punya kewenangan untuk menindak. "Paling sekadar terima kasih. Nanti kita pelajari lebih lanjut," jelas perempuan berkulit sawo matang ini.

Realita itulah yang membuat semangatnya menggebu-gebu sebagai wakil rakyat, sebagai regulator yang mengawasi kinerja birokrat. Makanya, ketika mendapat tawaran dari PSI, dia tidak menampik.

"Saya ingin berbuat lebih untuk masyarakat," jelas Rina, demikian panggilan akrabnya. Terlebih bagi tanah leluhurnya Kabupaten Morolawi, Sulawesi Tengah, sebuah daerah yang dikenal penghasil Nikel terbesar di Indonesia.

Namun faktanya, tambang itu tidak membuat warganya makmur dibandingkan warga pendatang yang mengadu nasib.  "Mereka jauh tertinggal," ujarnya perlahan. Matanya sedikit berkaca-kaca, menahan tangis.

Padahal, jika menoleh Morowali saat SMA, atau tepatnya sebelum marak pertambangan, saat dikelilingi hutan belantara, mereka jauh lebih makmur. Keseharian mereka disediakan oleh alam, baik pertanian dan melaut.

Tapi, akibat tambang itu, semuanya terbatas. Laut dan darat tercemar, lahan pertanian terbatas, digerus  atau dicaplok oleh tambang. Eh sudah begitu, ditambah skill yang pas-pasan. Mereka tidak bisa ditampung perusahaan.

"Akibatnya banyak yang menjadi buruh kasar, karena tidak ada pilihan" ungkap perempuan kelahiran Kendari yang dibesarkan di Palu, Sulawesi Tengah.

Sekadar contoh, Rina menyebut Dapil 2 pemilihnya - meliputi Kecamatan Bahodopi, Kecamatan Bungku Pesisir, Kecamatan Menui Kepulauan, Kecamatan Bungku Selatan - adalah kran Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Morowali. Namun, mereka tidak merasakan berkah dari tambang, termarginal dari derapnya pembangunan.

"Justru tambang yang merusak zona kenyamanan mereka," jelas politisi PSI dengan nomer urut 3 ini.

Maka, haulnya di DPRD  Morowali ini, selain me-restorasi soal tambang lewat regulasi yang pro wong cilik, dia juga ingin mendorong generasi milenial punya daya saing tinggi, sehingga tidak menjadi penonton dalam pembangunan.

"Morowali itu sumber inspirasi saya. Bahwa berkah alam harus diimbangi dengan SDM yang mumpuni, terlebih di era global saat ini, termusuk ibu-ibu muda harus maju dan mandiri di bidang ekonomi," tuturnya, menyebut ke depan lembaga pelatihan harus diberdayakan oleh Pemda.(A)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama