Pengacara OC Kaligis Ajukan PK Kedua Minta Hukumannya Diringankan

OC Kaligis bersama empat pengacaranya
JAKARTA (wartamerdeka.info) -  Pengacara terkenal, Prof. Dr. Otto Cornelis Kaligis, SH, MH, kembali menempuh upaya luar biasa yakni mengajukan Peninjauan Kembali (PK) untuk kedua kalinya sehubungan dengan ketidak adilan hukuman 7 tahun penjara atas dirinya.

Permohonan PK kedua Otto Cornelis Kaligis yang akrab disapa OC Kaligis tersebut, disidangkan oleh ketua majelis hakim Fatsal Hendrik, SH, MH, di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (10/4).

Sebagai Termohon PK dalam perkara ini adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang mengutus tiga kuasa hukumnya ke persidangan.

Sedangkan OC Kaligis didamping empat kuasa hukumnya, Desyana,SH, MH, Yuliana, SH, MH, Anny Andriani, SH, MH dan Fernando Ralu, SH, MH. "Semula kuasa hukum saya 150 orang. Sekarang yang empat orang ini saja," kata Kaligis kepada majelis hakim, setelah sidang dibuka hakim ketua.

Namun begitu puluhan pengacara muda dan senior, mantan hakim, mantan jaksa dan kalangan pengusaha tampak hadir dalam sidang memberi semangat kepada Kaligis yang terlihat segar dan energik meski usianya sudah 77 tahun.

Pada sidang itu, OC Kaligis menyatakan membacakan langsung materi  permohonan PK kedua tersebut kepada majelis hakim.

"Permohonan PK yang kedua ini saya beri judul, 'Saya Bukan Pencuri Uang Negara'," kata Kaligis. Kemudian  terlihat  dengan semangat  menggebu gebu dia membacakan PK kedua tersebut sampai kalimat terahir.

Hakim ketua majelis menutup sidang, dan akan dibuka dua pekan mendatang untuk memberi kesempatan kepada Termohon PK (kuasa hukum KPK) untuk menyusun tanggapan atas PK kedua Kaligis tersebut.

Sementara dalam rilis Kaligis yang disampaikan kepada wartawan mengatakan, PK yang ia majukan menimbulkan kegaduhan protes dari kubu KPK dan para mitranya, ICW, LSM, media pendukung KPK dengan melakukan peradilan jalan.

Mereka meminta Mahkamah Agung menolak semua PK yang dimajukan oleh para koruptor. Begitu fitnah yang dilontarkan para pemohon PK.

Di lapas panggilan kami adalah  Warga Binaan. Tapi oleh ICW kami dicap koruptor. Beda dengan kasus pidana para Komisioner KPK seperti Bibit Chandra, Abraham Samad, Bambang Widjoyanto, Novel Baswedan  atau mitra KPK Prof. Denny Indrayana.

"Terhadap mereka, berita sangkaan perbuatan pidana mereka oleh ICW dan LSM pendukung beritanya sangat lembut bahkan terkesan mereka dilindungi pers. Sehingga berita berita pidana terhadap mereka tidak sebengis berita ICW terhadap saya dan kawan kawan," kata Kaligis.

"PK saya dihubungkan dengan Hakim Agung Artidjo. Padahal PK kedua saya sama sekali tidak ada hubungannya dengan Artidjo. PK saya adalah keberatan saya terhadap pertimbangan hukum PK Pertama. Intinya PK 'Karena fakta hukum membuktikan bahwa dalam pemberian uang THR kepada hakim Tripeni, ternyata fakta hukum membuktikan bahwa peran advokat Gerry (Moh. Yagari Bhastara Guntur) jauh lebih besar daripada saya."

Maka adalah tidak adil menghukum saya dengan perbedaan (disparitas) vonis yang begitu besar.

Gerry divonis in kraht 2 tahun tanpa Jaksa KPK kasasi. Padahal ketentuan dakwaan Jaksa KPK yaitu Pasal 6 (1) Undang Undang Tipikor, vonis minimum adalah 3 tahun.

Mengapa jaksa KPK tidak tidak banding atau kasasi. Dan ICW pun serta LSM dan mitra KPK tidak meributkan si koruptor Gerry yang hanya divonis di bawah ketentuan minimum.

"Bahkan disparitas uang suap yang tidak seberapa dibanding dengan suap pengusaha kepada  Bupati Bangkalan sebesar Rp 250 Miliar yang divonis hanya empat tahun adalah bukti betapa tidak adilnya disparitas putusan terhadap diri saya. Tidak satu sen pun uang THR  yang disita dari tangan saya."

"Mengapa Syamsir Yusfan otak pemberian uang THR tidak memberitahukan kepada Gerry untuk memberi uang suap? Karena perkara telah diputus kalah. Pasal  6 (1) Undang Undang Tipikor berasal dari Pasal 210 (1) KUHP. Pasal itu mengatur suap kepada hakim. Ide pemberian uang  THR oleh Syamsir Yusfan terjadi pada tanggal 8 Juli 2015, setelah hakim Tripeni  menolak permohonan saya alias saya kalah dalam perkara Pengadilan TUN tersebut. Suap diberikan untuk perkara yang menang, bukan untuk perkara yang kalah."

"Apalagi segera setelah saya  kalah  perkara saya langsung banding dan sama sekali tidak bermaksud untuk datang kembali ke Medan menemui hakim Tripeni. Karena menjelang lebaran maka Syamsir Yusfan menggerakkan Gerry untuk memberi uang THR menjelang Lebaran. Uang THR tersebut tidak pernah diminta hakim Tripeni. Di bawah sumpah pun  hakim Tripeni mengatakan bahwa putusannya independen tanpa ada uang suap. Fakta disparitas vonis saya bukan saja terhadap Gerry yang nyata nyata sangat aktif dalam perkara ini, tetapi juga terhadap vonis para hakim lainnya termasuk panitera pengganti pengadilan yaitu Syamsir Yusfan. Mereka semua dituntut dan divonis lebih rendah dari saya," tutur Kaligis.

Menurutnya, pasal dakwaan dirinya sama dengan Gerry. Bedanya sudah sejak semula melalui pers Jaksa KPK membuat pernyataan bahwa vonis Kaligis akan diperberat.

Padahal disaat itu pemeriksaan di Pengadilan belum berlangsung. Sudah sejak semula tuntutan saya memang sangat diperberat. Bayangkan pelaku utama yaitu panitera Syamsir Yufan, otak pemberian uang  THR yang tak pernah diminta oleh hakim Tripeni hanya menjalankan masa pembinaannya di Lapas Sukamiskin selama kurang lebih 3 tahun. Gerry dan Rio Capella untuk kasus suap yang satu paket dengan saya hanya menjalani 1 tahun 2 bulan.

Hakim Tripenipun yang  mendapat remisi hanya menjalani hukuman 3 tahun. Sedang istri Gubernur ibu Evi hanya 2 tahun lebih.

"Di saat Gerry OTT pada 9 Juli 2015, saya langsung ducekal. Rekening saya langsung diblokir. Saya tidak bisa membayar gaji sehingga harus membubarkan advokat saya yang berjumlah kurang lebih 150 orang," ungkap vOC Kaligis.

Para advokat tersebut Kaligis yang sekolahkan hingga S2 dan S3 baik di dalam dan ke luar negeri seperti Amerika, Belanda, Inggris dan Australia.

Sembilan puluh persen advokat di kantor Kaligis S2. Sekarang advokat OC Kaligis sisa 4 advokat. Dan mereka ini banyak memberi pelayanan prodeo terhadap warga binaan Sukamiskin yang ingin mengajukan PK

"Kalaupun saya berhasil dengan PK kedua saya, kantor saya telah hancur berantakan berkat perlakuan keji KPK terhadap saya dengan vonis disparitas yang dijatuhkan terhadap diri saya, sebagaimana terungkap di pertimbangan yudex yuridis di PK pertama," tandas Kaligis.

"Saat penangkapan panitera Syamsir Yusfan 8 Juli, saya lagi di Bali bela perkara. Ada saksinya. Terus ke Makassar 13 Juli dan pqda 18 Juli saya sudah tulis surat akan datang ke kantor KPK tapi kemudian ditangkap.  Saya engga sangka demi Allah masuk penjara," imbuh advokat senior Kaligis.

"Kentara banget saya dikerjain. Makanya putusan PK satu fakta fakta hukum si Gerry yang aktif tapi saya yang dikerjain karena suka kritik kritik KPK. Tegasnya KPK yang terlibat selalu dideponering. KIta tunggu saja di pengadilan katanya," tambah pengacara Top Indonesia ini.

Selanjutnya dikatakan Kaligis, dirinya dihukum 5 tahun 6 bulan di tingkat peradilan pertama. Tujuh tahun di tingkat banding. Lalu dihukum 10 tahun pada tingkat kasasi. Hukuman Kaligis menjadi tujuh tahun  setelah ajukan PK pertama.

Hukuman tersebut menurut Kaligis tidak adil karena yang terlibat dalam perkaranya semua dihukum ringan. Kaligis juga minta diringankan dalam PK kedua. Alasan lain, Kaligis minta hukuman dikurangi karena usianya sudah 77 tahun. (dm)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama