Presiden Dihina, Kembali Ke Istana


Oleh: Danny PH Siagian SE MM (Pemerhati Sosial Politik)


Apa salah dan dosa Joko Widodo (Jokowi), hingga selama 4,5 tahun masa kepemimpinannya dia sering dicaci, dihina dan dihujat? Dan yang tadinya dia sabar dan cool, belakangan berubah menjadi tegang dan mengatakan, Saya akan lawan!.

Pernyataan Jokowi itu terdengar saat ia menghadiri acara deklarasi dukungan bertajuk Alumni Yogya Satukan Indonesia di Stadion Kridosono, Kota Yogyakarta, pada 23 Maret 2019 lalu.

"4,5 tahun saya difitnah saya diam, dijelek-jelekin saya juga diam, dicela, direndah-rendahkan saya juga diam, dihina-hina saya juga diam. Tapi hari ini di Yogya, saya sampaikan, saya akan lawan," kata Jokowi berapi-api.

Pernyataan perlawanan itu, dikatakan Jokowi dengan nada setengah berteriak, sehingga disambut riuh ribuan pendukungnya yang memadati Stadion Kridosono. Bahkan pernyataannya itu, diulang kembali oleh Jokowi juga dengan nada yang sama. "Ingat sekali lagi, akan saya lawan!", katanya, walau wajahnya tetap tak terlihat garang.

Jika kita telusuri banyaknya hinaan dan hujatan kepada Jokowi, baik dirinya sebagai Presiden R.I sejak tahun 2014, hingga mencalonkan kembali menjadi Presiden 2019-2024 bersama Calon Wakil Presiden (Capres) Ma'ruf Amin, mungkin ribuan delik aduan yang dapat diajukan ke pengadilan, karena sangat rentan dengan Undang-undang No. 19 tahun 2016 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE). Karena bukan saja mengkritik pemerintahannya, tapi sudah masuk dalam ranah penghinaan hingga character assasination (pembunuhan karakter).

Beberapa hinaan yang pernah diunggah di medsos oleh beberapa, orang yang akhirnya berujung di bui, dengan berbagai konten seperti: Ancaman akan membunuh Jokowi; Membuat foto sebagai tukang tambal ban; Hatespeech (kata-kata ujaran kebencian); Jokowi dikatakan banci dan sedang haid (oleh Ustad Bahar Smith); hingga yang terakhir baru ditangkap, seorang pemuda yang mengunggah foto Presiden Jokowi diturunkan dengan tali, seperti menurunkan bendera, diiringi lagu Indonesia Raya.

Demikian juga ramainya tudingan melalui hoaks dengan fitnah seperti: Jokowi terlibat PKI; Antek asing (China); Jokowi Kafir; Menghina ulama; dan lain-lain. Masih banyak lagi hujatan lainnya yang kerap dilontarkan para elit politik, seperti: Fadli Zon, Fachri Hamzah, Ferdinand Hutahaean, dan lain-lain.

Jokowi juga disalah-salahkan para lambe nyinyir ketika Andi Arief politikus Partai Demokrat terjerat kasus narkoba yang menjadi sorotan publik. Habib Bahar Bin Smith yang menghinanya masuk bui, juga menyalahkan Jokowi, karena tidak bisa membelanya. Sampai-sampai Moeldoko bilang, jangan-jangan, sendal hilang di masjid juga, yang disalahkan pak Jokowi. 

Bahkan hoaks yang teranyar saat masa kampanye, jika Jokowi terpilih kembali jadi Presiden, maka: Pendidikan agama katanya akan dihapus; Akan ada larangan adzan; Memperbolehkan pernikahan sejenis; Akan melegalkan perzinahan. Darimana dan siapa yang menjadi sumber fitnah ini jika bukan dari pihak pesaing?

Hebatnya, ada sekitar 9 (sembilan) juta masyarakat yang percaya hoaks tersebut menurut survei yang dilakukan pihak Jokowi. Dan dikatakan, kalau itu didiamkan, maka bisa jadi sekitar 15 juta orang percaya isu tersebut. Wah, luar biasa efektifnya pengaruh hoaks itu ternyata bagi masyarakat.

Bagaimana pula jika yang termakan isu yang sekitar 9 juta hingga 15 juta tadi tidak terpengaruh, berpikir jernih, dan malah berbalik memilih Jokowi? Alih-alih, bisa hingga 28 juta hingga 34 jutaan selisih pemilih Jokowi-Maruf dibanding paslon 02 (Prabowo-Sandi). Karena selisih perhitungan Quick Count (QC) 12 lembaga survei kredibel, sebesar 10 persen (19 juta-an), dari 190 jutaan jumlah pemilih Pilpres 2019. Fantastis bukan?

Namun apa yang terjadi? Sekalipun bertahun-tahun babak-belur dihantam badai isu yang buruk dan merugikan, tapi Jokowi masih bisa memenangkan pertarungan Pilpres yang sangat sengit. Dengan posisi 54,5% berbanding 45,5%, itu sudah cukup menyatakan sebuah kemenangan. Kendati memang harus menunggu perhitungan riil KPU (Komisi Pemilihan Umum) sebagai perhitungan resmi menurut Undang-undang.

Yang jadi pertanyaan adalah, dimana bisa ditemukan, seorang Presiden yang menjadi simbol Negara menurut Undang-undang, selalu menjadi bahan hinaan, hujatan dan sasaran hoaks? Ribuan hari lagi. Mungkin hanya di Indonesia tercinta ini ditemukan.

Yang menjadi anomali, para petinggi berbagai Negara, mengakui keberadaan Presiden Jokowi atas gebrakan-gebrakan dan prestasinya. Bahkan beberapa kali mendapatkan penghargaan dari luar negeri. Tapi anehnya, di dalam negeri, dihujat dan dimaki.


Fokus Kerja
Herannya, kendati Presiden sering dicaci-maki, dihina dan dihujat oleh para lambe nyinyir itu, dia juga tak pernah terganggu dan gusar menghadapinya. Bahkan dia terlihat sabar, senyum dan apa adanya. Terutama jika hinaan dan fitnah itu dikonfirmasi para wartawan didepan umum. Natural sekali kelihatannya.

Dia juga tak pernah berhenti bekerja dan berbuat untuk rakyatnya. Tidak pernah juga membeda-bedakan, di provinsi mana dia kalah pada Pilpres tahun 2014 lalu, lantas memperlambat pembangunan disana, misalnya. Jokowi-JK (Jusuf Kalla) justru terkenal membangun dari pinggiran, dari desa. Yang jelas, dia tetap fokus terhadap tugas-tugas kenegaraan sebagaimana tanggungjawabnya sebagai Kepala Negara.

Mungkin, jika dibandingkan dengan orang lain yang menghadapi hantaman hinaan, hujatan dan fitnah yang bertubi-tubi selama bertahun-tahun, orang tersebut bisa stress berat atau mungkin akan kelenger. Bahkan mungkin saja seorang Capres Prabowo yang terlihat gagah dan temperamental itu.

Hebatnya, seorang Jokowi yang katanya kerempeng dan ndeso itu, justru membuktikan hasil kerjanya sebagai sebuah jawaban. Tak perlu repot-repot menjawab hinaan dan hujatan, tapi dia buktikan dengan kerja-kerja-kerja. Nyata!

Segudang bukti kerja yang dilakukan pemerintahan Jokowi-JK diberbagai bidang, dan langsung menyentuh kehidupan rakyat banyak, mengalami banyak kemajuan. Terutama dibidang infrastruktur. Selama 4 (empat) tahun terbangun 3.432 km jalan Nasional; jalan tol terbangun 941 km; jembatan untuk mendukung konektivitas sejumlah 39,8 km; dan lain-lain.

Prestasi lainnya: Masalah Blok Mahakam yang kini 100% sudah dikuasai Indonesia; Freeport dengan 51% kepemilikan saham Indonesia; BBM satu harga (wilayah Barat hingga Timur); Pembagian Sertifikat tanah; Fasilitas Kesehatan dan Pendidikan yang semakin membaik; Perekonomian yang kian meningkat; Harga pangan yang semakin terkendali; dan masih banyak lagi kemajuan yang sebenarnya sudah dirasakan masyarakat banyak di seluruh wilayah Nusantara.

Jokowi memang seorang yang fokus bekerja dan selalu optimis meraih mimpinya. Tak mau larut dalam guncangan fitnah dan hujatan yang menguras energi. Ia terus berlari, sekalipun bebannya sangat berat.

Anehnya, sekalipun selalu dihina, tapi istana sedang menunggunya kembali dengan pasangan Wakil dan periode baru. Ternyata, bukan manusia yang menghujat dan mengkuya-kuya yang menentukan nasibnya.

Bukan puja-puji juga yang ditunggunya. Bukan pula kemenangan semata yang ingin diraihnya. Bahkan keberuntungan yang tidak pernah bisa dipelajaripun, menjadikan peristiwa yang diraih bersama Wakilnya, sebagai misteri Illahi. 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama