Aneh, TSK SPPD Fiktif Hanya Satu Orang, Berkas Bolak Balik Dikembalikan Jaksa

Penggiat Anti korupsi Kepri, Edy Sp 
KARIMUN (wartamerdeka.info)  -   Kasus dugaan korupsi di tubuh DPRD Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau, yang menyeret Bendahara Keuangan Lembaga tersebut pada tahun 2016 silam yang ditangani pihak Pidsus Polres setempat, mendapat sorotan tajam dari berbagai kalangan masyarakat dan ORMAS.

Dugaan penyelewengan dana perjalanan Dinas para anggota Dewan itupun dianggap merugikan keuangan negara sebesar Rp 1,6 Miliar lebih, bersumber dari APBD Kabupaten Karimun Tahun Anggaran 2016 itupun hanya menggerek mantan Bendahara sekretariat inisial "BZ" sebagai tersangka (TSK)

Penetapan tersangka "tunggal" inipun tentunya menimbulkan banyak pertanyaan kepada pihak penyidik, pasalnya, seperti dikutip dari haluankepri.com tertanggal 24 Oktober 2019 silam, Kapolres Karimun, AKBP Yos Guntur Yudi Fairus mengatakan jika akan ada penambahan tersangka baru yang diduga kuat terlibat.

Kritikan pedas kali ini datang dari seorang aktivis penggiat Anti korupsi di Kepri, Edy Sp (38) mengatakan jika penetapan tersangka tunggal dinilai kurang tepat, karena hanya menyeret mantan Bendahara keuangan saja.

"Kasus inikan kasus dugaan SPPD fiktif, perjalanan Dinas para oknum pejabat ataupun staf di DPRD, tentunya banyak pihak yang diduga melakukan manipulasi perjalannya. Seperti contoh, laporan berangkat ke Jakarta tapi nyatanya hanya sampai Batam saja. Berarti yang bersangkutan harus melengkapi tiket perjalanan ke Jakarta. Biro travelnya juga semestinya berpotensi kuat terlibat dong?" ujarnya.

Karena dalam UU, barang siapa ikut serta dalam satu pidana dapat dijerat pasal yang sama. Kedua, apakah mungkin setingkat Bendahara sektretariat dapat mencairkan dana ke BPKAD atau BUD tanpa diketahui oleh Sekretaris DPRD? Dan yang terakhir, apakah mustahil, tidak ada oknum anggota DPRD di priode itu yang melakukan pemalsuan dokumen perjalanan dinasnya?

"Kasusnya kan dugaan perjalanan dinas fiktif?, Apakah SPPD fiktif ini hanya dilakukan mantan bendahara keuangan saja hingga merugikan keuangan negara Milyaran Rupiah. Aneh saja menurut saya, wajar jika pihak Kejaksaan menolak berkas yang diajukan penyidik polres" paparnya di bilangan Jalan A Yani, Tanjungbalai Kota, Sabtu (18/04-2020).

Masih kata Edy Sp, jika penetapan status tersangka BZ terkesan bermuatan politis, apalagi jelang pilkada di Desember nanti sekaligus, dapat merusak citra kepolisian dalam pengungkapan tindak pidana korupsi.

"Jangan sampai kasus dugaan SPPD Fiktif ini bermuatan politis jelang pilkada, karena, saya menduga ada keterlibatan para elit partai politik. Dan tentunya, jika pihak penyidik hanya memaksakan satu tersangka saja, sementara ini adalah kasus dugaan perjalanan dinas fiktif, ini akan menjadi preseden buruk di tubuh Polri," ujarnya lagi.

"Pasti adalah orang yang berangkat atau orang yang memalsukan dokumen keberangkatannya. Jika hanya satu orang, apa mungkin sampai Rp1,6 Miliar lebih? Kami berharap, agar kasus ini benar benar dapat terungkap, seperti kata Kapolres pada tahun 2019 silam, jika akan ada tersangka lain," bebernya.

Sebelumnya, Mantan Ketua DPRD Karimun masa itu, H Muhammad Asyura dalam siaran persnya juga menyesalkan penetapan tersangka tunggal dalam kasus SPPD fiktif TA 2016 tersebut.

"Sedangkan Mantan Ketua DPRD masa itu aja keberatan dan mempertanyakan penetapan tersangka tunggal, berarti ada sesuatu yang tidak beres disitu. Beliau tentunya berkata demikian bukan berarti asal berbicara. Mungkin Beliau sudah lama mencium aroma ketidak beresan di tubuh sekterarit Lembaga tersebut. Jadi pihak penyidik semestinya tidak mengesampingkan pernyataan mantan Ketua DPRD tersebut," terangnya.

Edy juga mejelaskan jika setiap warga negara berhak melaporkan oknum, atau Instansi penegak hukum kepada pimpinan tertinggi lembaga tersebut jika dinilai melakukan perbuatan yang melanggar kode etik maupun hukum dalam menjalankan tugasnya. Hal ini dikatakannya akan menjadi langkah terakhir jika pihak penyidik polres masih "ngotot" dalam penetapan tersangka tunggal dalam kasus SPPD fiktif yang sempat menghebohkan masyarakat Karimun ditahun 2019 yang lalu.

"Seperti kita ketahui bersama, ada hak masyarakat yang diatur dalam undang-undang yang dapat melaporkan oknum, atau Lembaga yang dinilai melakukan pelanggaran dalam menjalankan tugasnya. Jika dinilai dan cukup bukti permulaan, warga berhak kok melaporkan ke pimpinan tertinggi Lembaga tersebut atau pengawas Lembaga tersebut," tambahnya.

"Jadi, kasus yang sempat viral ini, jangan sampai hanya mengorbankan mantan bendahara saja, namun harus sampai kepada otak pelakunya. Saya yakin, ini dilakukan dengan cara sistematis, masif dan terencana. Semoga pihak penyidik dalam.kasus ini dapat bertindak se adil adilnya tanpa ada intervensi politik yang membayangi," pungkasnya.   (Sihat)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama