Pelaku Penipuan Kakap Atas Nama Abdul Nazer Assegaf Mulai Diadili PN Jakut

Terdakwa kasus penipuan Abdullah Nizar Assegaf 

JAKARTA (wartamerdeka.info) - Terdakwa  perkara penipuan yang juga seorang residivis Abdullah Nizar Assegaf alias ANA diadili secara daring di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara.

Terdakwa Abdul Nazer Assegaf (ANA) didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU), Teddy SH, MH,  atas kejahatan penipuan dan penggelapan karean tidak mengembalikan uang yang sebelumnya dipintanya untuk pengurusan sertifikat tanah yang dibeli Deepak Chugani  tak kunjung terealisasi hingga saat ini.  

Ketika diminta supaya uang dikembalikan Terdakwa ANA kemudian mengumbar chek sebagai jaminan yang ternyata isinya tidak mencukupi dari Rp 7Miliar pengembalian uang yang dimintanya untuk pengurusan sertifikat tersebut karena ada di antara chek itu kosong sesuai penjelasan pihak bank.

Saat korban meminta pertanggung jawaban atas chek kosong itu, terdakwa ANA malah memilih kabur sampai dimasukkan ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Polres Jakarta Utara.

Terdakwa ANA akhirnya diciduk aparat Mabes Polri terkait kasus penipuan terhadap korban lain dalam pengadaan tanah atau kasus berdeda di Bekasi.

Terkait kasus penipuan, ANA mempraperadilankan Polres Jakarta Utara dan Kejaksaan Negeri Jakarta Utara dengan alasan penetapan status tersangka atas dirinya tidak sah. 

Namun Praperadilan yang diajukan ANA melalui pengacara Henry Siahaan SH, MH, gugur sudah secara otomatis karena pokok perkara penipuan terhadap saksi Deepak sudah disidangkan, Rabu (13/1/2021) di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

"Kami memang agak terlambat mendaftarkan/mengajukan praperadilan itu. Tetapi itu terjadi karena penunjukan kami sebagai penasihat hukum terdakwa juga menyebabkan waktu menjadi mepet untuk ajukan praperadilan. Iya kami ikhlaslah menerima kenyataan praperadilan gugur," ujar Henri Siahaan di Jakarta, Rabu (13/1/2021), jelang pembacaan surat dakwaan terhadap terdakwa ANA di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara.

Sesuai aturan KUHAP , setiap permohonan praperadilan yang diharapkan menggugurkan status tersangka seseorang gugur secara otomatis atau sesuai hukum begitu pokok perkara disidangkan jika pada saat itu pula praperadilan tersebut disidangkan atau belum putus. 

"Kalau pokok perkara saja sudah dilimpah sebelum prapid diperiksa atau disidang, maka otomatis permohonan praperadilan itu gugur," ujar Humas PN Jakarta Utara, Djoeyamto SH MH, menjawab wartawan. 

Permohonan praperadilan ANA sendiri dinilai beberapa praktisi hukum kurang berpengaruh signifikan atas penetapannya sebagai tersangka oleh penyidik Polres Jakarta Utara. Pasalnya, saat ini ANA ditahan di Mabes Polri oleh penyidik Mabes Polri terkait kasus penipuan dan penggelapan dalam kaitan pengadaan tanah. 

Saksi korban dalam kasus  pengadaan tanah di Bekasi melaporkan  dugaan tindak kejahatan yang dilakukan ANA ke Mabes Polri karena merugikannya Rp104 miliar.

Sedangkan kasus penipuan yang menjerat ANA atau yang tengah disidangkan di PN Jakarta Utara saat ini sebagaimana dibacakan JPU Teddy SH MH, dugaan kejahatan terdakwa yang tidak mau mengembalikan uang saksi Deepak Chugani.

Saat korban meminta pertanggung jawaban atas chek kosong itu, terdakwa ANA malah memilih kabur sampai dimasukkan ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Polres Jakarta Utara dan akhirnya diciduk aparat Mabes Polri dalam kasus penipuan pengadaan tanah atau kasus berdeda di Bekasi.

Akibat perbuatan terdakwa ANA saksi Deepak Chugani mengalami kerugian Rp 4 Miliar. Korban sempat meminta kembali uangnya. Lalu ANA memberikan empat lembar cek Bank Mitra Niaga Cabang Kelapa Gading, Jakarta Utara.Ketika cek tersebut dicairkan hanya tiga lembar yang diterima bank dengan nilai Rp 3 miliar. Sedangkan satu lembar cek lagi ditolak dengan alasan tak ada uangnya.  

Selanjutnya terdakwa ANA memberikan lagi cek. Namun ternyata ceknya kosong juga. Atas kejadian itu, pihak bank memberikan Surat Keterangan Penolakan (SKP) pencairan yaitu dari Bank Mitra Niaga sebesar Rp 4 miliar tanggal 14 Juni 2017, Bank Central Asia (BCA) sebesar Rp 3,5 miliar tanggal 24 November 2017 dan Bank Mandiri sebesar Rp 4 miliar dengan alasan saldo tidak mencukupi.

Sementara Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) No 372/Tebet Barat atau tanah yang dijual terdakwa kepada korban sudah dihapus di Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau sudah berubah menjadi HGB No 3002 atas nama orang lain lagi.

Akibatnya, saksi korban menderita kerugian miliaran rupiah. (dm)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama