Saksi Pelapor Herman Tandrin Mengaku Rugi Rp 70 Miliar Ditipu Terdakwa Robianto Idup


JAKARTA (wartamerdeka.info) - Perkara penipuan, dan penggelapan atas nama terdakwa, Robianto Idup, digelar persidangannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, secara virtual, Selasa kemarin (14/7/2020).

Sidang perdana ini langsung memeriksa saksi karena ketua tim penasihat hukum terdakwa, Hotma Sitompul, SH, MH, menyatakan tidak mengajukan eksepsi atas surat dakwaan Jaksa terhadap terdakwa.

Berdasarkan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Agus Khausal Alam, SH, dan Boby Mokoginta, SH, disebut perbuatan terdakwa melakukan penipuan, dan penggelapan ketika bekerja sama dengan saksi korban, Herman Tandrin/Dirut PT Graha Priman Energy (GPE),  dalam bisnis tambang batubara.

Awalnya, terdakwa Robianto Idup yang menjabat Komisaris PT Dian Bara Genoyang (DBG), mengajak perusahaan saksi Herman Tamdrin mengerjakan tambang batubara karena perusahaan saksi memiliki alat berat untuk tambang batubara.

Terdakwa menjanjikan kepada saksi Herman kerjasama untung besar. Hingga Robianto Idup  berhasil memperdaya saksi  Herman hingga mengalami kerugian Rp 70 miliar.

Saat diperiksa sebagai saksi di persidangan, Herman Tandrin mengatakan,  kerjasama dalam usaha pertambangan batubara yang menggiurkan itu tidak berlangsung lama karena terdakwa tidak membayar apa yang sudah diperjanjikan dalam kerjasama tersebut atau tidak terealisasi padahal saksi korban Herman Tandrin sudah bekerja keras memenuhi permintaan Terdakwa.

Saksi Herman Tandrin, yang berdomisili di Samarinda, menyebutkan bahwa dirinya sudah terlebih dahulu mengenal terdakwa Robianto Idup sebelum ada kerja sama usaha/bisnis. Karenanya pada pertemuan mereka Maret 2011, atau ketika Robianto Idup menawarkan kerja sama dalam hal pertambangan batubara, Herman Tandrin tertarik. Terlebih saat terdakwa menyebutkan bahwa di areal tambang miliknya terdapat banyak cadangan batubara, Herman bersemangat.

Sebagai kontraktor yang punya peralatan berat secara lengkap melakukan kerjasama yang akan memperoleh keuntungan besar membuat Herman  setuju dengan kerja sama tersebut.

Dengan adanya kerjasama itu perusahaan Herman pun membangun jalan dan pelabuhan terlebih dahulu di areal tambang milik terdakwa Robianto Idup.

Dalam sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Floren Sani, SH, MH itu, disebutkan saksi bahwa hanya beberapa bulan saja kerja samanya berlangsung lancar.

Pembayaran atas apa yang dikerjakan menjadi tertunda-tunda. Dalam suatu kesempatan terdakwa memberi alasan bahwa uangnya terlanjur diinvestasikan pada perusahaannya yang lain. Tetapi kesempatan lain disebutkan uang tagihan saksi korban terlanjur dipergunakan ibu terdakwa.

Meski demikian, Robianto Idup tetap menjanjikan akan segera dibayar tagihan tersebut jika Herman Tandrin melanjutkan pekerjaan penambangan di areal milik Robianto Idup. Lagi-lagi dijanjikan, dan tinggal janji sampai akhirnya distop pada penghujung tahun 2012.

“Yang tidak dibayar itu tagihan April, Mei dan Juni 2012. Kami saat itu sudah tidak sanggup lagi melanjutkan pekerjaan penambangan, kecuali dibayar tagihan yang sudah tertunggak,” ungkap Herman Tandrin.

Ketika ditanya hakim Florin Sani berapa total tagihannya yang belum dibayar terdakwa Robianto Idup, saksi Herman Tandrin dengan tegas menyebutkan sekitar Rp 70 miliar.

“Tadinya itu ada dalam bentuk mata uang dolar AS dan sebagian lagi rupiah,” tutur Herman.

Mendengar itu penasihat hukum terdakwa, Hotma Sitompul, mempertanyakan berapa denda yang harus dibayar saksi korban kepada terdakwa akibat pekerjaan penambangan tidak mencapai target. “Kami tidak pernah ditagih. Kami hanya diberi peringatan saja. Lagi pula keterlambatan dalam pelaksanaan pertambangan itu terjadi akibat longsor, dan bukan (longsor) akibat penambangan yang kami lakukan,” kata saksi.

Hotma juga mempertanyakan tindakan terdakwa menyetop pelaksanaan penambangan padahal perjanjian kerja sama antara mereka masih ada beberapa tahun lagi.

“Saya tidak berani melanjutkan, karena tidak ada jaminan Robianto Idup bakal membayar tagihan kami seluruhnya. Saya takut hanya dijanji-janjikan saja terus menerus,” ujarnya.

Pengacara terdakwa  meminta kepada majelis hakim agar saksi hadir setiap persidangan dengan alasan ada bagian keterangannya yang berubah-ubah. Untuk permintaan ini majelis hakim menyatakan didengar dahulu keterangan saksi-saksi dan jika ada di antaranya keteranganya bertolak belakang dengan keterangan saksi korban (Herman Tandrin), baru Herman dihadirkan untuk dikonfrontir.

“Saksi korban berdomisili di Samarinda, kasihan kalau harus hadir tiap sidang,” kata hakim Florin.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Agus Khausal Alam dan JPU Boby Mokoginta  mendakwa Robianto Idup yang sempat buron dan melarikan diri ke Belanda telah melanggar Pasal 378 KUHP dan Pasal 372 KUHP.

Penipuan dan penggelapan tersebut dilakukan terdakwa bersama-sama dengan Iman Setiabudi (dijatuhi hukuman satu tahun penjara bahkan telah usai menjalani hukuman). (dm)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama