Inkonsistensi Sikap SBY Dan AHY

Oleh: Saiful Huda Ems (SHE)

Ketua Departemen Komunikasi dan Informatika DPP Partai Demokrat Pimpinan Dr. Moeldoko.

ADA hal yang sangat menarik mengenai inkonsistensi sikap SBY dan AHY beserta para pengikutnya setelah adanya keputusan Kementerian Hukum dan HAM, terkait penolakan pengajuan kepengurusan DPP Partai Demokrat hasil KLB Sibolangit. 

Pertama, jika sebelum adanya keputusan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) SBY, AHY dan EBY selalu mendengungkan jargon Selamatkan Demokrasi, sekarang setelah adanya Keputusan Kemenkumham berganti jargonnya dengan narasi Selamatkan Partai. Ini artinya SBY dan AHY sepertinya sudah menyadari, bahwa menggunakan jargon Selamatkan Demokrasi itu seperti menampar muka mereka sendiri, sebab semua orang sudah tau, bahwa SBY dan anak-anaknya tak pernah menunjukkan sikap-sikapnya yang demokratis melainkan otoriter, nepotis dan cenderung "mengkorup" demokrasi itu sendiri sebagaimana sikap SBY yang merubah Partai Demokrat yang awalnya terbuka dan demokratis, menjadi partai keluargais.

Kedua, saat terdengar kabar akan adanya KLB Sibolangit, SBY, AHY, EBY dan para pengikutnya selalu teriak-teriak menuduh Pemerintahan Jokowi telah melakukan intervensi terhadap Partai Demokrat melalui salah seorang pejabat istana, dimana yang disasarnya adalah Kepala Staf Kepresidenan R.I Pak Moeldoko. Menteri Hukum dan HAM Pak Yasonna Laoly pun tidak luput dari sasaran fitnah dan amarahnya SBY dan keluarganya, hingga Pak Yasonna Laolypun menjadi salah satu orang yang digugat oleh AHY di PN Jakarta Pusat. Akan tetapi, begitu Pemerintah melalui Kemenkumham telah memberikan putusan penolakan pada Kepengurusan Partai Demokrat hasil KLB Sibolangit, sekarang SBY dan AHY berbalik 180 derajat dengan mulai memuji-muji setinggi langit Presiden Jokowi, Menteri Hukum dan HAM Pak Yasonna Laoly dan Menko Politik Hukum dan Keamanan Pak Mahfud MD. Paradoks sekali bukan sikap SBY dan anaknya yang seperti itu? Jejak digital hujatan SBY, AHY dan EBY terhadap Pemerintahan Jokowi ini sangat banyak sekali.

Ketiga, sayangnya pujian setinggi langit keluarga SBY dan pengikutnya terhadap Presiden Jokowi dan Menkumham serta Menkopolhukam itu tidak disertai ucapan permintaan maaf yang tulus, bahwa sebelumnya SBY, AHY dan para pengikutnya seperti kesetanan, selalu menuduh Pemerintahan Jokowi menjadi dalang dari adanya konflik internal Partai Demokrat yang berujung adanya KLB Sibolangit. Ini bisa kita baca sebagai cerminan orang-orang yang tinggi hati, suka berprasangka buruk, su'udzan dengan tanpa didasari data dan fakta. Jika Pemerintahan Jokowi benar merupakan dalang di balik keributan internal Partai Demokrat, tentu Presiden Jokowi sangat bisa memerintahkan Pak Yasonna Laoly sebagai Menteri Hukum dan HAM mensahkan Kepengurusan Partai Demokrat hasil KLB Sibolangit. Namun kenyataannya, Kemenkumham itu malah menolak. Bukankah menteri dalam struktur ketatanegaraan merupakan Pembantu Presiden?.

Dari penjelasan saya mengenai ketiga hal di atas, kita sebagai masyarakat telah sangat jelas bisa menilai betapa inkonsistensinya seorang SBY berserta anak-anak dan para pengikutnya. Belum lagi sekarang telah beredar kabar yang sangat mencengangkan, bahwa tak lama lagi Partai Demokrat kepemimpinan AHY akan mengadakan Kongres Luar Biasa (KLB) yang bertujuan untuk merubah AD/ART Partai Demokrat 2020 yang dahulu SBY rubah di luar kongres. AD/ART 2020 yang terbukti banyak masalah karena melanggar Konstitusi dan melanggar Undang-Undang Partai Politik, yang menempatkan Ketum AHY dan Ketua Majelis Tinggi Partai SBY sebagai layaknya raja diraja. Ini semua membuktikan bahwa KLB Sibolangit yang mendaulat Pak Dr. Moeldoko sebagai Ketua Umum itu sejatinya sangat bermanfaat, dapat membongkar kebusukan-kebusukan politik SBY yang selama bertahun-tahun menguasai Partai Politik dengan keluarganya sendiri. Partai Politik yang menguras trilyunan kas negara dan yang hanya menghasilkan koruptor-koruptor tangguh yang dilindunginya. 

Oleh karena itu, sudah menjadi suatu kewajaran kiranya saya dan teman-teman harus mengingatkan seluruh anak bangsa di negeri ini untuk tak lagi mempercayai SBY dan AHY. Kejahatan politiknya sudah terlampau banyak menumpuk, sudah selayaknya Bangsa Indonesia ini mengubur namanya di Candi Mangkrak Hambalang. 

Bukankah hanya dengan cara itu Indonesia akan mulai memperbaharui nafas kehidupan politiknya dengan lebih segar, jauh dari aroma sampah busuk kenangan kotor di masa lalu mengenai Bapak Mangkrak yang baperan itu? Sapere aude ! Beranilah berpikir !...

1 Komentar

  1. Selamat Buat Bapak Tua Candi Mangkrak Hambalan....yg Suka Baperan😀😀😀

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama