JAKARTA (wartamerdeka.info) - Pemerintah Indonesia memprioritaskan kegiatan ekspor batu bara untuk produsen tambang yang memenuhi 100 persen ketentuan persentase penjualan untuk kebutuhan dalam negeri atau domestic market obligation (DMO).
Pernyataan
itu disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin
Tasrif dalam konferensi pers Capaian Kinerja Sektor ESDM Tahun 2021 dan
Rencana Kerja 2022 di Jakarta, Rabu (12/1/2022).
"Para produsen
yang memenuhi 100 DMO-nya diberikan prioritas pertama, sedangkan
perusahaan yang belum, harus memenuhi (DMO) dahulu," kata Arifin.
Lebih
lanjut dia menegaskan bahwa kebijakan larangan ekspor yang pemerintah
terapkan pada 1-31 Januari 2022 demi menjaga ketersediaan listrik untuk
masyarakat karena ketentuan DMO merupakan mandatori yang wajib dipatuhi
oleh seluruh produsen batu bara di Indonesia.
Makna
dari Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa
bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat
telah menjadi landasan filosofis pengelolaan sumber daya alam di
Indonesia, salah satunya komoditas batu bara.
"Apa
jadinya kalau kita mati listrik disebabkan oleh batu bara yang notabene
kita memiliki sumber (batu bara) yang besar," ujar Arifin.
Ia
menjelaskan bahwa pemerintah telah menetapkan kewajiban pemenuhan DMO
terhitung sejak tahun 2014. Para produsen batu bara diwajibkan memasok
25 persen dari total produksi untuk kebutuhan dalam negeri, sedangkan
sisanya 75 persen bisa diekspor secara komersial.
Sepanjang
2021, total produksi batu bara di Indonesia mencapai 614 juta ton
dengan 40 persen di antaranya atau sekira 240 juta ton dipakai untuk
pembangkit listrik.
Menurut Menteri Arifin, apabila
produsen batu bara disiplin memenuhi komitmen mereka memasok batu batu,
maka Indonesia tidak perlu mengalami krisis energi karena konsumsi
domestik hanya seperempat dari total produksi atau setara 150 juta ton.
Sebelumnya,
pemerintah telah mengambil kebijakan untuk melakukan pelarangan ekspor
batu bara periode 1 hingga 31 Januari 2022 bagi pemegang Izin Usaha
Pertambangan (IUP) atau IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi, IUPK
sebagai kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dan PKP2B.
Langkah
itu dilakukan guna menyelamatkan 10 juta pelanggan PLN mulai dari
masyarakat hingga industri dari ancaman pemadaman listrik akibat
kekurangan bahan baku batu bara untuk menyalakan pembangkit listrik
tenaga uap (PLTU).
Apabila larangan ekspor batu bara
tidak dilakukan bisa menyebabkan 20 PLTU berdaya 10.850 megawatt padam,
sehingga berpotensi mengganggu kestabilan nasional.
Pemerintah
lantas mengambil inisiatif membekukan 490 produsen batu bara dari total
619 produsen batu bara di Indonesia karena mereka tidak memenuhi DMO.
Bahkan
dari jumlah itu sebanyak 418 produsen batu bara tidak pernah
menjalankan komitmen DMO terhitung sejak Januari hingga Oktober 2021.
Mereka terus mengeruk batu bara yang digali dari tambang-tambang di
Indonesia, lalu menjualnya ke luar negeri dan tidak pernah memenuhi
ketentuan DMO.
Melalui kebijakan pelarangan ekspor batu
bara, pemerintah sedang berusaha melakukan pengamanan energi akibat
kondisi stok yang kritis agar listrik bisa terus menyala.
Tags
Nasional