BATAM (wartamerdeka.info) - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian bersama rombongan melakukan kunjungan ke Kota Batam dalam rangka mendiskusikan pariwisata.
Dalam kunjungan itu, Mendagri menangkap peluang pariwisata di Kota Batam dan sekitarnya untuk pemulihan ekonomi. Pasalnya, Batam memiliki potensi pariwisata yang bagus dan dapat memberikan pemasukan bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
“Mudah-mudahan bisa membuat tourisme pariwisata di Batam, Bintan, Karimun kembali ramai, dan kemudian mudah-mudahan juga ekonomi recovery ya,” kata Mendagri dalam konferensi pers usai meninjau Terminal Feri Internasional Nongsapura, Batam, Jumat (15/4/2022).
Selain itu, Mendagri mengungkapkan, Batam dan Bintan merupakan dua daerah yang memiliki destinasi wisata yang ramai dikunjungi selain Bali, Lombok, dan Sulawesi Utara. Ketika pariwisata ini terus dikembangkan oleh pemerintah daerah, akan memberi dampak pula bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Karena yang di Bintan, Lagoi itu menyumbang PAD yang cukup signifikan untuk Kabupaten Bintan,” tegas Mendagri.
Dia menuturkan, wisawatan yang datang dari Singapura dan Malaysia menjadi faktor penting dalam geliat pariwisata di Kota Batam dan sekitarnya.
Meski demikian, Mendagri menjelaskan terkait kendala masuknya turis mancanegara , khususnya yang datang dari Singapura dengan menggunakan tes Polymerase Chain Reaction (PCR). Di Singapura, biaya tes PCR cukup tinggi dibandingkan Indonesia. Jika di Indonesia biaya PCR sekitar 300 ribu rupiah, maka di Singapura bisa mencapai 180 dollar atau sekitar Rp 1,8 juta.
Kendala lainnya, hanya pihak-pihak tertentu saja di Singapura yang ditunjuk untuk melakukan tes PCR. Berbeda dengan Indonesia yang membolehkan pihak swasta turut memberikan layanan tes Covid-19, sehingga memudahkan masyarakat dalam mengakses layanan tersebut.
“Jasa PCR di sana yang melaksanakan PCR providernya PCR itu di network tertentu saja, beda dengan Indonesia di mana PCR itu diswastanisasikan, diprivatisasikan, sehingga tidak menjadi monopoli pemerintah,” jelasnya.
Adanya kendala itu membuat pemerintah Indonesia melakukan dialog dengan pihak pemerintah Singapura untuk membahas persoalan tersebut. Harapannya, kewajiban PCR di Singapura bisa diturunkan menjadi antigen, karena biayanya lebih murah sekitar 15 dollar atau Rp 150 ribu.
“Saya diskusi dengan teman-teman yang di sana, Singapore, dua minggu lalu, dan dengan Mendagri (dan) otoritas sana. Memang mereka mengatakan bahwa warga Singapore sudah kepengen untuk keluar dari Singapore untuk (berwisata) ke Batam, yang dekat kan Batam, Bintan, Johor,” ujar Mendagri. (A)