Sejarah menunjukkan terjadinya ragam pemaknaan dan pemahaman terhadap Bimbingan Konseling dan memperhadapkan Guru BK atau Konselor Sekolah kepada konflik ketidak konsistenan dan ketidak konkruen peran. Untuk mempersempit kesenjangan semacam ini, maka perlu ada langkah penguatan dan penegasan peran serta identitas profesi (Prof. Dr. Sunarya Kartadinata, M.Pd., Ketua Umum PB-ABKIN Periode 2001-2005 dan 2005-2009). Penegasan yang sama dilanjutkan oleh Prof. Dr. H. Muh. Fachrozin. M.Pd., Ketua Umum PB-ABKIN Periode 2018-2022.
Adapun langkah-langkah tersebut di atas adalah sebagai berikut :
1. Memahamkan kepada para Kepala Sekolah.
Diyakini bahwa dukungan Kepala Sekolah dalam Implementasi dan penanganan Program BK di sekolah sangat esensial. Hubungan antara Kepala Sekolah dengan Guru BK dan atau Konselor Sekolah sangat penting terutama di dalam menentukan keefektifan program. Kepala Sekolah yang memahami dengan baik Program BK akan :
a. Memberikan kepercayaan kepada Guru BK dan atau Konselor Sekolah dan memelihara komunikasi yang teratur dalam berbagai bentuk;
b. Memahami dan merumuskan peran Guru BK dan atau Konselor Sekolah;
c. Menempatkan Staf sekolah sebagai Tim atau Mitra Kerja Guru BK dan atau Konselor Sekolah.
d. Menegaskan sebutan Bimbingan Konseling yang tidak diantarai kata "dan".
e. Mengganti nama Ruang BK menjadi Ruang Konsultasi BK.
2. Membebaskan Guru BK dan atau Konselor Sekolah dari tugas yang TIDAK relevan.
Fakta bahwa masih ada Guru BK dan atau Konselor Sekolah yang diberi tugas mengajar mata pelajaran tertentu, bahkan mengurus hal-hal yang tidak relevan dengan Bimbingan Konseling, seperti jadi Petugas Keamanan Sekolah/Piket/Petugas Pengadilan, Petugas Perpustakaan dan lain sebagainya. Tugas-tugas ini semua yang menjadikan Bimbingan Konseling TIDAK dapat dilaksanakan secara optimal.
3. Memperjelas Tanggung Jawab Guru BK dan atau Konselor Sekolah.
Sudah saatnya menegaskan bahwa Bimbingan Konseling menjadi Tanggung Jawab dan Kewenangan Guru BK dan atau Konselor Sekolah.
Adapun sebutan Guru BP sudah sejak lama TIDAK dipakai lagi, demikian juga Guru Pembimbing sebagaimana Kepmenpan RI Nomor 84 Tahun 1993. Sudah sejatinya diganti dengan sebutan "Konselor" sebagaimana ditegaskan dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Sebutan yang TEGAS dan RESMI adalah Guru BK dan atau Konselor Sekolah sebagaimana ditegaskan dalam PP RI Nomor 74 Tahun 2008.
Perlu pula ditegaskan bahwa Konselor adalah seseorang yang memiliki latar belakang berkualifikadi pendidikan S1 atau S2 Jurusan Bimbingan Konseling (BK) ataupun Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (PPB) dan atau Jurusan Psikologi serta telah memperoleh pendidikan dan latihan khusus sebagai "Konselor" dan memiliki Lisensi untuk melaksanakan Bimbingan Konseling.
Konselor juga adalah Sarjana Pendidikan S1 dan atau S2 Jurusan BK ataupun Jurusan PPB serta telah menempuh Pendidikan Profesi Konselor (PPK), bertugas untuk melaksanakan Bimbingan Konseling di Sekolah.
Pemberian kewenangan untuk melaksanakan layanan Bimbingan Konseling didasarkan pada Lisensi dan Kredensialisasi oleh PB-ABKIN sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Konseli atau Klien adalah seseorang/individu (Peserta Didik) yang mendapat Layanan Bimbingan Konseling.
4. Membangun Standar Supervisi.
Tidak terpenuhinya standar yang diharapkan untuk melakukan supervisi BK membuat layanan tersebut terhambat dan tidak efektif.
Supervisi yang dilakukan oleh orang yang TIDAK memahami atau TIDAK berlatar belakang pendidikan BK, maka bisa membuat perlakuan supervisi BK disamakan dengan perlakuan supervisi terhadap Guru Mata Pelajaran atau Guru lainnya.
Akhirnya, balikan atau feedback yang diperoleh Guru BK dan atau Konselor Sekolah dari Pengawas Sekolah, bukanlah hal-hal yang substantif tentang kemampuan Guru BK dan atau Konselor Sekolah, melainkan hal-hal yang teknis administratif.
Supervisi BK sejatinya diarahkan kepada upaya membina kompetensi Profesional Guru BK dan atau Konselor Sekolah seperti : memahirkan keterampilan Konseling, Belajar menangani isu kesulitan peserta didik, mempraktikkan Kode Etik Profesi, mengembangkan program komprehensif, mengembangkan ragam intervensi psikologis dan melakukan fungsi-fungsi yang relevan lainnya.
Hal-Hal Pokok yang perlu ditegaskan antara lain :
1. Penegasan Eksistensi dan Posisi BK di jalur pendidikan formal, penegasan wilayah garapan antara Guru Mata Pelajaran/Praktik dengan Guru BK dan atau Konselor Sekolah serta hubungan komplementer diantara keduanya, batas-batas konkruen BK dalam program Pengembangan Diri dan Pendidikan Karakter seperti dalam penerapan P5-IKM dalam konteks pencapaian visi dan misi sekolah serta tujuan utuh pendidikan nasional.
2. Penegasan esensi Pengembangan Diri dan Pendidikan Karakter dalam P5- IKM sebagai wilayah penghormatan bersama, yang tidak bisa diklaim sebagai wilayah BK, dan tetap menjadi bagian dari tugas dan tanggung jawab semua Guru sebagai Pendidik.
3. Penegasan penggunaan istilah Bimbingan Konseling sebagai Layanan Ahli yang diampu Guru BK dan atau Konselor Sekolah dengan alasan antara lain :
a. Guru BK dan atau Konselor Sekolah bekerja dalam seting pendidikan dan seting pedagogis yang bertanggung jawab tidak hanya melaksanakan "Bimbingan" tapi juga "Konseling".
Bimbingan adalah proses membantu individu memahami diri dan dunianya, dan dalam seting pendidikan formal. Bimbingan terfokus pada upaya menciptakan lingkungan belajar dan aksesibilitas yang optimal terhadap seluruh peserta didik untuk mencapai sukses dalam belajar. Bimbingan juga dapat dilaksanakan melalui kegiatan klasikal secara reguler.
b. Untuk layanan Bimbingan dikembangkan "guidance curriculum" yang berbasis Standar Kompetensi (perkembangan) kemandirian, bukan Standar Kompetensi Lulusan.
c. Konseling lebih bersifat konfidensial antara Guru BK dan atau Konselor Sekolah dengan peserta didik atau kelompok peserta didik. Partisipasi peserta didik di dalamnya untuk membantu mereka memecahkan atau mengendalikan masalah dengan persoalan-persoalan perkembangan dirinya melalui seting individu atau kelompok.
4. Penegasan Kerangka Kerja Utuh Bimbingan Konseling Komprehensif yang meliputi ; layanan dasar, layanan responsif, layanan perencanaan individual dan dukungan sistem. Untuk memetakan dan sekaligus mewadahi serta meluruskan pola layanan BK yang diselenggarakan di sekolah, baik yang ada saat ini maupun yang telah diversifikasi pengembangannya.
Mewaspadai hal-hal negatif yang dapat mengurangi keefektifan pelayanan Profesional Bimbingan Konseling yaitu sebagai berikut :
1. Guru BK dan atau Konselor Sekolah perlu mencegah untuk tidak terjadi tindakan :
a. Tercedarainya asas kerahasiaan, karena Guru BK dan atau Konselor Sekolah secara langsung maupun tidak langsung mengemukakan hal-hal berkenaan dengan jati diri peserta didik yang "Tidak Boleh atau Tidak Layak Diketahui oleh Orang Lain".
b. Memberikan label kepada peserta didik, baik perorangan maupun kelompok, dengan cara apapun yang berkonotasi negatif terhadap peserta didik yang bersangkutan.
c. Bertindak laksana "Polisi Sekolah" yang memata-matai ataupun mencari-cari kesalahan peserta didik, seperti Bertindak sebagai piket, keamanan sekolah, petugas razia, pencari pencuri dan lain sebagainya. Guru BK dan atau Konselor Sekolah dapat menerima peserta didik yang terjaring dalam kegiatan "Kepolisian Sekolah" yang dilakukan oleh pihak lain, demi untuk mendapatkan layanan Bimbingan Konseling.
d. Membuat ataupun menyetujui dibuatnya "Surat Perjanjian atau Surat Pernyataan" dengan peserta didik yang berkonotasi atau berakhir pada sanksi ataupun hukuman tertentu.
Dalam hal ini, Guru BK dan atau Konselor Sekolah dapat menerima peserta didik yang telah membuat perjanjian ataupun Pernyataan dengan pihak lain, selanjutnya untuk mendapatkan layanan Bimbingan Konseling agar terhindar dari saksi ataupun hukuman sebagaimana dinyatakan dalam surat perjanjian atau pernyataan.
e. Kondisi tempat ataupun Ruang Kerja Guru BK dan atau Konselor Sekolah dipastikan tidak mengganggu kehadiran, kesukarelaan, ketenangan dan terjaminnya kerahasiaan peserta didik yang datang kepada Guru BK dan atau Konselor Sekolah untuk mendapatkan layanan Bimbingan Konseling.
2. Guru BK dan atau Konselor Sekolah perlu sejak awal menyampaikan kepada pihak-pihak terkait. Dalam rangka pencegahan untuk tidak terjadinya tindakan yang negatif, terutama kepada peserta didik, sejawat pendidik, dan Pimpinan atau Kepala Sekolah/Madrasah agar mendapatkan dukungan dan fasilitas yang memadai dalam mewujudkannya.
3. Mengembangkan kemampuan Profesional Guru BK dan atau Konselor Sekolah secara berkelanjutan (Sustainable) dapat dilaksanakan melalui :
a. Pengawasan kegiatan layanan Guru BK dan atau Konselor Sekolah di sekolah/madrasah, baik yang dilaksanakan secara interen oleh pimpinan atau Kepala Sekolah/Madrasah maupun oleh Pengawas Sekolah Bidang Bimbingan Konseling.
b. Diskusi Profesional (konferensi kasus) yang diikuti oleh para Guru BK dan atau Konselor Sekolah, baik dalam sekolah ataupun antar Sekolah, termasuk dengan melibatkan orang tua/Wali peserta didik bahkan juga menghadirkan orang yang ahli dalam bidangnya untuk membahas masalah peserta didik.
c. Partisipasi dalam kegiatan keorganisasian Profesi Bimbingan Konseling.
d. Pendidikan dan Pelatihan dalam jabatan seperti Diklat lanjutan bidang Bimbingan Konseling, PPK, PPG, Diklat lainnya.
e. Kegiatan dalam rangka kredensialisasi (pengakuan wewenang) untuk sertifikasi, akreditasi, dan atau Lisensi lainnya dalam bidang Bimbingan Konseling.
Eksistensi Organisasi Profesi Bimbingan Konseling yang mendapat pengakuan dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta Masyarakat adalah sebagai berikut :
1. Nama Organisasi Profesi Bimbingan Konseling, sekarang adalah Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia disingkat "ABKIN" 2001. Sebelumnya, Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia disingkat "IPBI", berdiri 17 Desember 1975;
2. ABKIN memiliki AD-ART dan Kode Etik Bimbingan Konseling;
3. ABKIN memiliki 3 (tiga) tingkatan kepengurusan yaitu :
1) Tingkat Pusat/Nasional yakni Pengurus Besar (PB-ABKIN);
2) Tingkat Provinsi yakni Pengurus Daerah(PD-ABKIN)
3) Tingkat Kabupaten/Kota disebut Pengurus Cabang (PC-ABKIN).
4. ABKIN memiliki 5 (lima) Divisi kepengurusan :
1) Divisi Ikatan Bimbingan Konseling Perguruan Tinggi (IBKPT);
2) Divisi Ikatan Bimbingan Konseling Sekolah (IBKS);
3) Divisi Ikatan Instrumentasi Bimbingan Konseling Indonesia (IIBKIN);
4) Divisi Ikatan Pendidikan dan Supervisi Konseling(IPSIKON);
5) Divisi Ikatan Konseling Industri dan Organisasi (IKIO).
Catatan terakhir :
1. Penegasan untuk dipastikan bahwa pengangkatan Guru BK dan atau Konselor Sekolah dari latar belakang seseorang yang berkualifikasi pendidikan S1 atau S2 Jurusan Bimbingan Konseling, atau Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, dan atau Jurusan Psikologi.
2. Penegasan kepada para Kepala SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK agar meninjau kembali penugasan Guru Mata Pelajaran/Praktik sebagai Guru BK di sekolahnya.
3. Penegasan agar Guru BK dan atau Konselor Sekolah diberi tugas layanan Bimbingan Konseling secara proporsional sesuai rasio yang ada yaitu 1 : 150.
4. Penegasan bahwa Guru BK dan atau Konselor Sekolah adalah Guru Profesional dalam bidang Bimbingan Konseling, bukan Guru Pengganti Mata Pelajaran dan atau bukan Guru yang harus melakukan Tindakan Disipliner di Sekolah/Madrasah.
Penulis:
1. Ketua PD-ABKIN Provinsi Sulawesi Barat Periode 2008-2018;
2. Dewan Pembina PD-ABKIN Provinsi Sulawesi Barat Periode 2018-2022.
Referensi :
1. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional;
2. Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen;
3. Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru;
4. Kepmenpan RI Nomor 84 Tahun 1993 Tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
5. Rangkuman Pidato dan Sambutan Prof. Dr. Sunarya Kartadinata, M.Pd. selaku Ketua Umum PB-ABKIN Periode 2001-2005 dan 2005-2009.
6. Rangkuman Pidato dan Sambutan serta release, Prof. Dr. H. Muh. Fachrozin. M.Pd. selaku Sekretaris Jenderal PB-ABKIN Periode 2001-2005 dan 2005-2009, dan Ketua Umum PB-ABKIN Periode 2018-2022.
Editor : W. Masykar