Sebagai organisasi pelajar yang berlandaskan nilai-nilai keislaman Ahlussunnah Wal Jamaah dan semangat keadilan, IPNU Banyuwangi menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
PC IPNU Banyuwangi menegaskan bahwa literasi membaca, menulis, berdiskusi merupakan bagian integral dari perjalanan intelektual seorang pelajar. Dalam Islam, perintah "iqra’" menguatkan bahwa menuntut ilmu dan berpikir adalah amalan yang sangat mulia.
Menjadikan aktivitas literasi sebagai “kecurigaan” atau dasar penangkapan tanpa klarifikasi terbuka adalah tindakan yang bertentangan dengan semangat kebebasan intelektual. Pelajar bukan objek represi; mereka adalah agen pembaruan.
Kami menolak setiap langkah represif yang dilakukan tanpa prosedur hukum yang jelas dan terbuka. Bila aparat menahan pelajar atau menyita buku, maka harus ada dasar hukum yang jelas dan dapat diuji (apakah buku tersebut benar melanggar undang-undang, ataukah tuduhan bersifat asumsi). Pelajar dan/atau keluarganya harus dipanggil dan diberi kesempatan membela diri. Penyitaan buku harus melalui proses penilaian konten yang transparan, bukan dilakukan sewenang-wenang.
Langkah menyita buku sebagai barang bukti tanpa transparansi dan tanpa proses banding adalah bentuk intimidasi terhadap kebebasan intelektual dan bisa menimbulkan efek jera bagi pelajar lain.
Kami menghormati fungsi negara dalam menjaga keamanan nasional, ketertiban umum, dan mencegah penyebaran ide ekstremisme. Namun, aparat juga tidak boleh menjadikan “keamanan” sebagai dalih mutlak untuk membungkam pengungkapan gagasan kritis. Dalam paradigma keislaman yang menolak hierarki manusia atas manusia (sebagaimana dicerminkan dalam gagasan tafsir anarkis atas Islam), negara bukanlah entitas bebas dari pengujian moral dan akal. Bila aparat melakukan tindakan yang melampaui batas, maka aparat itu sendiri harus dipertanggungjawabkan dan dikritik.
Berdasarkan itikad baik, IPNU Banyuwangi mendesak:
a. Aparat kediri untuk segera mengumumkan secara terbuka dasar hukum dan fakta-fakta yang melatarbelakangi penangkapan pelajar tersebut.
b. Pemerintah daerah setempat, pihak kepolisian, dan Dinas Pendidikan untuk memfasilitasi dialog publik sebagai sarana klarifikasi dan penyejukan suasana.
c. Proses penegakan hukum terhadap pelajar tersebut disertai hak-hak dasar: pendampingan hukum, pemeriksaan terbuka, restitusi jika terbukti penahanan atau penyitaan tidak sah.
d. Pemerintah pusat maupun daerah untuk memperkuat perlindungan kebebasan berpendapat dan literasi di kalangan pelajar sebagai bagian dari pembangunan karakter bangsa.
Sebagai wujud tanggung jawab kami terhadap dunia pelajar di Banyuwangi, IPNU Banyuwangi akan menjadikan kasus ini sebagai bahan pengkaderan kesadaran bahwa pelajar harus tahu hak-haknya dan berani menyuarakannya secara bijak. Membuka forum diskusi, workshop literasi kritis, dan advokasi bagi pelajar yang merasa haknya terlanggar. Bekerja sama dengan lembaga hukum, organisasi pelajar di luar Banyuwangi, dan media untuk menjaga agar kasus sejenis tidak menimpa pelajar Banyuwangi.
Mendorong terbentuknya Ruang Aman Pelajar (sebagaimana PC IPNU–IPPNU Banyuwangi pernah sampaikan usulan kepada Pemkab) agar ruang keberanian berpendapat dan pengaduan pelajar terhadap tindakan represif bisa terwadahi. 6 Kasus penangkapan pelajar di Kediri ini menjadi pengingat bahwa perjuangan pelajar terhadap literasi, keadilan, dan ruang kebebasan bukanlah perkara kecil. Bila dibiarkan, tindakan represif semacam ini akan menciptakan atmosfer ketakutan di kalangan pelajar, yang pada akhirnya membungkam potensi intelektual generasi penerus bangsa.
IPNU Banyuwangi menegaskan: akan tetap mengawal, memberi suara bagi pelajar, dan menolak kultur pembungkaman. Kita lakukan itu bukan semata dalam semangat perlawanan, tetapi dalam semangat keislaman yang adil, rahmah, dan berpihak pada kebenaran.
Demikian pernyataan ini kami sampaikan. Semoga Allah SWT memberikan jalan yang terang bagi keadilan dan literasi di negeri kita
salam hangat direktur SCC PC IPNU Banyuwangi M. Fathur Rozak dan Ketua PC IPNU Banyuwangi Dwi Ainul haqiky.(Miswan)