Soal Pemekaran Lembang Suloara', Ketua DPRD Torut Step Mangatta: Belum Ada Ruang dari Undang-Undang



TORAJA UTARA (wartamerdeka.info) - Pemekaran suatu wilayah menjadi sebuah daerah baru, tak dapat dibendung. Kondisi ini mulai berkembang sejak otonomi daerah diberlakukan. Alasan klasiknya demi percepatan pembangunan dan pendekatan pelayanan untuk masyarakat.

Salah satu bentuk pemekaran itu adalah pemekaran desa (lembang, red). Khusus di Toraja Utara, saat ini muncul usulan pemekaran Lembang Suloara’, Kecamatan Sesean Suloara'.

Pemekaran ini untuk membentuk lembang baru bernama Lembang Batukamban Suloara'. Cakupannya meliputi Kampung Batukamban, Kampung To' Nangka dan Kampung Pongbalatto.

Usulan pemekaran lembang ini telah diajukan sejak 2011. Pengajuannya melalui surat panitia pemekaran tanggal 20 September 2011. Surat tersebut ditujukan kepada Bupati dan Ketua DPRD Toraja Utara.

Ketua DPRD Torut, Stepanus Mangatta, ketika dikonfirmasi via WhatsApp, beberapa waktu lalu, membenarkan surat usulan pemekaran itu sudah diterima pihaknya. Namun, menurutnya, belum ada ruang dari undang-undang soal pemekaran desa atau lembang.

“Yang jalan sekarang perubahan kelurahan ke lembang, itupun masih diverifikasi di Depdagri. Dari 24 kelurahan yang diusulkan kembali jadi lembang sampai sekarang pusat belum memberikan keputusan,” ungkap Step.

Warga Lembang Suloara' sendiri khususnya yang berdiam di tiga kampung, Batukamban-To'nangka-Pongbalatto, sangat berharap pemekaran itu secepatnya dilakukan.

Mereka bahkan mendesak Pemda Torut melalui Bupati Kala'tiku Paembonan dengan pihak Dewan agar tanggap dan serius dengan rencana pemekaran ini.


“Usulan ini kan sudah lama bukan barang baru, sehingga kami berharap ini secepatnya dapat direalisasi,” ujar Simon Kala’, Kepala Kampung Batukamban.

Harapan ini disokong tokoh pemuda Lembang Suloara’, Roland H Bato'rante alias Pong Satria.

Roland mengaku heran dengan proses pemekaran yang dinilai makan waktu lama ini. “Kok bisa lama ya, kendalanya dimana. Lebih lama dari proses pemekaran kabupaten. Bayangkan usulannya sejak 2011, sekarang 2019. Kok ujuk-ujuk ngomong undang-undang belum ngasih ruang pemekaran desa. Jadi berarti dari 2011 sampai 2019 sekarang, sekitar 7 tahun lebih, selama itu belum ada ruang untuk pemekaran desa. Atau eksekutif dan legislatifnya yang tidak serius, ini mohon klarifikasinya yang sejujur-jujurnya,” tandas Roland lantang.

Hal sama dilontarkan Ketua Yayasan Peduli Tondok Toraya, Drs. Rony Rumengan.

Rony meminta persoalan pemekaran Lembang Suloara’ ini tidak menjadi polemik karena proses yang berkepanjangan. “Eksekutif maupun Legislatif atau Dewan tidak boleh lalai dan membiarkan ini berlarut-larut. Sepanjang pemekaran itu untuk kepentingan masyarakat dan daerah silahkan diproses dengan tidak membuang-buang waktu lama. Apalagi kalau itu untuk pendekatan pelayanan kepada masyarakat dan percepatan serta pemerataan pembangunan monggo. Kalau sampai prosesnya makan waktu lama jelaskan apa masalahnya. Jangan dibiarkan masyarakat menunggu dan bertanya-tanya status usulan pemekaran mereka sudah sampai dimana dan kapan realisasinya,” ketus Rony yang juga Pemred Korantator.com ini, ketika dihubungi via ponsel, pagi ini (6/2).

Masalah pemekaran ini kembali mencuat ketika jurnalis senior Rony Rumengan mendatangi Lembang Suloara’ dengan maksud mengadakan sosialisasi diri selaku caleg, Ahad lalu (27/1). Tak disangka, warga yang hadir spontan menyampaikan aspirasi mereka tentang Pemekaran Lembang Suloara’. (Tom)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama