PKS Dan PDIP Sebut Rekomendasi Pemakzulan Gubernur NA Oleh Pansus Hak Angket DPRD Tindakan Sewenang-wenang


MAKASSAR (wartamerdeka.info) - Salah satu rekomendasi Pansus Hak Angket ke DPRD Sulsel adalah pemakzulan Gubernur Nurdin Abdullah. Rekomendasi ini dinilai Fraksi PKS dan Fraksi PDI-Perjuangan merupakan tindakan yang sewenang-wenang, atau telah melampaui kewenangan.

PKS dan PDI-Perjuangan mengaku tak menyetujui alias menolak rekomendasi tersebut.

Ketua Fraksi PDIP DPRD  Sulsel H Alimuddin menegaskan menolak Hak Angket pemakzulan Gubernur Nurdin Abdullah. Pasalnya, rekomendasi yang diusulkan pada Hak Angket tersebut dinilainya sudah melampaui kewenangan DPRD.

Senada dengan itu, Anggota Pansus Hak Angket dari Fraksi PKS Ariady Arsal menyebut pemakzulan Nurdin baru bisa dilakukan jika paripurna DPRD Sulsel menyetujui. Namun, menurutnya, proses untuk mendapatkan persetujuan masih panjang.

"Semua laporan ini baru bisa dinyatakan jalan kalau itu sudah diterima resmi oleh DPRD. Ini kan belum selesai. Kalau selesainya di panitia, itu pun kan ada pandangan berbeda. Kaya saya di PKS, PDIP, PAN menyatakan tidak ikutan di sana," kata Ariady kepada otonominews, Jumat (16/8/2019).

Ariady memaparkan rekomendasi Pansus Hak Angket nantinya akan dilaporkan ke pimpinan DPRD Sulsel, baru kemudian diteruskan ke paripurna. Nanti, pimpinan DPRD akan menentukan apakah rekomendasi pemakzulan itu diteruskan ke paripurna atau tidak.

Menurut Ariady, anggota pansus dari PDIP dan PAN juga tak sepakat dengan rekomendasi pemakzulan. Anggota pansus dari fraksi lainnya, kata dia, tidak memutuskan.

"PKS, PDIP, PAN (tidak menyetujui rekomendasi pemakzulan). Yang lain menyerahkan ke fraksinya," ucap Ariady.

Berkas yang sengaja dibagikan ke publik, yang berisi 7 rekomendasi tersebut, menurut Ariady belum selesai ditandatangani. Harusnya itu resmi menjadi laporan kalau sudah dibahas dalam rapat pimpinan, apakah disetujui untuk diteruskan ke rapat paripurna.

Ia juga berpendapat bahwa yang disampaikan pada rekomendasi hak angket itu melampaui kewenangan panitia hak angket DPRD, seperti yang diatur Tata Tertib DPRD. Karena angket itu adalah melakukan penyelidikan, yang penyelidikannya sesuai dengan materi angket yang telah diparipurnakan.

Jadi seharusnya yang dikeluarkan dalam rekomendasi itu sesuai dengan materi.

"Tapi ini tiba-tiba pada poin pertama langsung pemakzulan. Itu bukan ranah hak angket, tapi hak menyatakan pendapat," ujarnya.

Foto: Ketua Fraksi PDIP DPRD  Sulsel H Alimuddin (kiri) dan Anggota Pansus Hak Angket dari Fraksi PKS Ariady Arsal

Pihaknya memantau isi (konten) rekomendasi secara keseluruhan, ternyata tidak sesuai dengan fakta yang diikuti.

"Hal ini tadi malam sudah kami sampaikan kepada panitia hak angket. Saya dan pak H Alimuddin (Fraksi PFI-P) sudah tegas menyampaikan hal itu. Setelah menyampaikan, kemudian kami tinggalkan mengingat kami tidak terkait dalam membuat keputusan dalam laporan yang sedang mereka susun. Padahal idealnya kami semua terkait, karena sebagai bagian dari panitia. Tapi ternyata yang menyusun cuma pimpinan dan tim ahli, Ilmar dan kawan-kawan," ujarnya.

Pada rapat tadi malam pihaknya jufa sempat komplain,  karena berkas tidak diberikan, hanya ditampilkan di layar.

"Jadi kami tidak pegang materi. Alasannya tidak ada anggaran untuk foto copy. Kalau memang begitu kan bisa dibagikan soft copynya melalui wassap atau email. Ini kan tidak."

Dia sempat menelaah beberapa poin, karena ternyata ada yang tidak sesuai dengan berita acara, misalnya ada ungkapan dari tim seleksi pejabat tinggi Pratama, terkait seleksi Sekda dan ada pejabat BKD dan Dinas Pendapatan Daerah. Itu tidak sesuai dengan materi berita acara yang sudah disampaikan.

"Kami melihat ternyata  dilebihkan, seakan -akan seleksinya berdasarkan satu poin, padahal ada beberapa bobot penilaian yang disampaikan, dan sudah berjalan sebagai mana mestinya," ucapnya.

Ada juga beberapa berita acara, yaitu berita acara pemeriksaan gubernur dan wakil gubernur. Terutama gubernur yang di bawah sumpah mengenai pembicaraan dengan Wagub di hotel Claro itu disebut sebagai sudah sepakat mengangkat 193 pejabat, padahal dalam berita acara pemeriksaan gubernur, disebutkan bahwa tidak pernah gubernur membicarakan tentang pengangkatan 193 pejabat itu. Bahkan gubernur sampai tengah malam masih menunggu nama-nama yang diusulkan Wagub, ada 79 nama.

Ke-79 nama yang diusulkan Wagub itu sempat ditandatangani Gubernur tapi kemudian tidak jadi, karena Wagub mengubah SK menjadi 193 pejabat.

"Di dalam penyusunan laporan, yang kami sampaikan bahwa kami menolak. Karena hasil rapat internal yang kami ikuti ternyata tidak dijadikan sebagai pijakan. Artinya, gubernur sudah bicara di bawah sumpah tapi tidak dijadikan sebagai alat bukti," ujarnya.

Kemudian soal pencopotan 3 pejabat, itu karena niatnya luar biasa.

Gubernur sudah menyatakan ia bertanggung jawab sebagai pejabat pembina kepegawaian.

Pemecatan yang dilakukan gubernur karena alasannya kuat, misalnya ada 1 pejabat yang berpotensi gratifikasi minta fee proyek sebesar 7,5 persen.

Seharusnya langkah Gubernur itu dihormati, makanya pihaknya tidak ikut-ikutan. Karena dia tidak mau mendukung rekomendasi yang tidak pas dan benar, tidak sesuai dengan fakta persidangan.

"Maka kami nyatakan bahwa kami hormati pandangan dan rekomendasi tersebut, namun kami tidak ikut-ikutan," tambahnya.

Tim ahli yang menyusun rekomendasi itu memilah.

Misalnya pandangan salah satu ahli Margarito Kamis, yang menyebut, bagaimana kalau SK pengangkatan 193 pejabat itu sudah dievaluasi oleh pemerintah pusat, sesuai dengan UU no.23.

Tim ahli sendiri waktu itu pernah mengatakan bahwa angket tidak berwenang untuk menyelidiki, karena sudah dievaluasi oleh pemerintah pusat. Tapi berita acara ini tidak muncul dalam kronologi, harusnya itu menjadi dasar.

"Sekarang pokok kesalahan Gubernur dimunculkan karena adanya penandatanganan SK 193 pejabat yang notabene SK itu sudah dibatalkan, karena rekomendasi dari tim kementerian, yaitu Kemendagri," tandas Ariady.


Sebelumnya diketahui, pemakzulan Gubernur Nurdin Abdullah ke Mahkamah Agung (MA) merupakan salah satu rekomendasi Pansus Hak Angket. Isi rekomendasi lainnya adalah mengusulkan kepada penegak hukum, seperti Kejaksaan, Kepolisian, dan KPK, untuk mengkaji dugaan pelanggaran pidana yang terjadi.

"Meminta MA menilai adanya pelanggaran undang-undang yang dilakukan oleh Gubernur. Jika ada unsur pelanggaran untuk dimakzulkan," kata Ketua Pansus Hak Angket Kadir Halid di gedung DPRD, Jumat (16/8/2019).

"Intinya, mengusulkan ke MA untuk menilai adanya pelanggaran yang terjadi," imbuhnya.

Berikut ikut 7 poin rekomendasi Pansus Hak Angket yang telah beredar di masyarakat:

1. Mengusulkan pemberhentian Gubernur Sulawesi Selatan untuk dinilai oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia

2. Meneruskan kepada aparat penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan, KPK), untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap dugaan tindak pidana.

3. Mengusulkan kepada Menteri Dalam Negeri (Kemendagri) untuk melakukan pembinaan kepada Wakil Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel).

4. Mengusulkan pemberhentian nama-nama terperiksa yang terbukti secara nelawan hukum melakukan perbuatan penyalahgunaan wewenang, pelanggaran prosedur dan substansi terkait kontorversi SK 193, pemberhentian jabatan pimpinan tinggi pratama yang tidak sesuai dengan prosedur dan mekanisme, manajemen ASN yang bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan, terbuktinya dugaan KKN dalam penempatan jabatan tertentu di lingkung pemerintahan Sulawesi Selatan, dan terjadinya serapan anggaran yang rendah Tahun Anggaran 2019.
Adapun nama nama yang diusulkan untuk segera diberhentikan yakni: Asri Sahrun Said, Andi Muhammad Reza, Bustanul Arifin, Muh Basri, Sri Wahyuni Nurdin, TaufiK Fachruddin.

5. Merekomendasikan pembubaran Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP), dan staf khusus Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan

6. Mengembalikan jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (JPT) pada posisi semula yang diberhentikan tidak sesuai prosedur dan bertentangan dengan Peraturan perundang-undangan

7. Meminta kepada pimpinan DPRD Provinsi Sulsel untuk menyatakan pendapat DPRD tentang pemberhentian Gubernur Sulawesi Selatan.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama