Gugatan Prof. Dr. O.C. Kaligis Tetap Desak Polisi Limpahkan Perkara Denny Idrayana

Prof. Dr. Otto Cornelis Kaligis, SH, MH bersama putrinya

JAKARTA (wartamerdeka.info) - Gugatan  Prof. Dr. Otto Cornelis Kaligis, SH, MH, terhadap Polisi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,  gagal dalam mediasi. Dan uniknya sidang perkara tersebut "mediasi" hanya dalam sekali sidang oleh mediator Dr. Pahmiron, SH, MH, langsung terjadi kesepakatan melanjutkan pemeriksaan pokok perkara. Padahal ketentuan hukum waktu mediasi bisa 40  hari.

Persidangan perkara gugatan Penggugat terhadap Polisi ini, awalnya dibuka oleh hakim ketua majelis, Suswanti, SH, MH, Rabu (6/11). Dan setelah sidang dibuka, hakim mengingatkan persidangan masuk tahap mediasi.

Untuk itu hakim Suswanti mempertanyakan kepada Penggugat dan kuasa para Tergugat, apakah telah menunjuk mediartor dalam mediasi ini. Para pihak menyerahkan sepenuhnya kepada hakim hingga ditunjuk Dr Pahmiron, SH, MH.

Hasil sidang mediasi tersebut, para pihak gagal menempuh kesepakatan damai.

"Gagal damai, jadi ke perdata lagi," tutur Kaligis kepada wartawan, saat keluar sidang mediasi bersama tiga asistennya menuju ruangan sidang perdata pada pengadilan itu.

Prinsipal (Penggugat langsung) Otto Cornelis Kaligis dan kuasa Tergugat I dan Tergugat II sepertinya sepakat percepatan sidang tersebut. Terbukti, gugatan Otto Cornelis Kaligis yang akrab disapa OC Kaligis ini disepakati dianggap dibacakan dalam sidang yang dipimpin Suswanti.

Setelah sidang perdata dibuka lagi, hakim ketua mempertanyakan hasil mediasi yang dijawab, 'gagal' hingga gugatan dipersilakan dibacakan.

Menjawab itu, Kaligis mengatakan bahwa pihaknya sudah menyerahkan gugatan kepada kuasa Tergugat I dan Tergugat II. Karenanya gugatan Penggugat tersebut dianggap sudah dibacakan dalam sidang. Dan sebelum sidang ditutup, hakim ketua mengingatkan gugatan ini akan dijawab para Tergugat pada sidang berikut hari Selasa 13 November 2019.

Pengacara OC Kaligis gugat Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia cq Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri dan Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya cq Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya (Tergugat I dan Tergugat II), karena melakukan perbuatan melawan hukum.


Gugatan ini telah didaftar No: 804/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Sel tanggal 24 September 2019.
Dan persidangannya mulai pada 18 Oktober 2019 lalu.

Bahwa walaupun sekarang Penggugat adalah seorang Warga Binaan di Lapas Sukamiskin, sebagai salah seorang korban target KPK karena didalam buku buku karangan Penggugat, Penggugat sering mengkritik KPK sebagai institusi yang tidak bersih, dan langkah KPK didukung oleh temuan hasil angket DPR Komisi III, Penggugat tetap tidak kehilangan hak untuk turut serta memperjuangkan hukum karena seorang yang dicap sebagai nara pidana, tetap dapat turut serta menegakkan kebenaran melalui pengadilan. Tegasnya, Penggugat tidak pernah merasa kecewa dirampok kebebasannya melalui rekayasa tuntutan KPK yang tebang pilih.

Sebelum memasuki materi gugatannya, pengacara kenamaan ini, mengemukakan beberapa Undang Undang tentang kewenangan dan tugas penyidik.

Menurut Kaligis, para Tergugat dalam melakukan tugasnya incasu tugas penyidikan, wajib mengikuti Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No.14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana sehingga segala tindakan hukum yang dilakukan para Tergugat di dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyidik harus mematuhi ketentuan Peraturan Kapolri No.14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.

Tergugat I, lanjut Kaligis, pada bulan Februari 2015 telah menerima Laporan Polisi No: LP/226/II/2015/Bareskrim, tertanggal 24 Februari 2015 dengan terlapornya Denny Indrayana atas dugaan telah melakukan tindak pidana korupsi pada kegiatan implementasi/pelaksanaan Payment Gateway pada Kemenkum RI Tahun Anggaran 2014.

Bahwa dalam Laporan Polisi tersebut di atas, Denny Indrayana dilaporkan  telah menginstruksikan penunjukan dua vendor 'payment gatrway' sekaligus memfasilitasi untuk mengoperasikan sistem tersebut.

Atas penunjukan dua vendor tersebut diduga adanya pembukaan rekening bank suasta atas nama perusahaan rekanan. Rekening bank tersebut kemudian digunakan untuk menampung dana  sebelum disalurkan ke kas negara. Sistem itu juga memungut biaya tambahan sebesar Rp 5.000 dari setiap pemohon paspor.

Pada 24 Maret 2015 Tergugat I, secara lantang mengumumkan kepada masyarakat bahwa Tergugat I telah menerapkan Denny Indriana  sebagai tersangka pada perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan implementasi/pelaksanaan Payment Gateway pada Kementerian Hukum dab HAM RI Tahun Anggaran 2014.

Masyarakat umum sudah mengenal siapa Denny Indrayana yang dikenal sebagai pegiat anti korupsi yang sangat bernafsu untuk menuntut para koruptor. Apalagi saat menjabat sebagai Wakil Menkum HAM. Dia sangat gigih melawan korupsi, namun semua itu ternyata hanya kedok karena status Denny Indrayana saat ini adalah sebagai tersangka dalam berkas perkara yang saat ini diperiksa Tergugat II.

Diungkap Kaligis bahwa awalnya berkas perkara Denny Indrayana  diperiksa Tergugat I. Namun melalui surat No. B/3808/VI/RES/3.2/2018/Bareskrim tertanggal 22 Juni 2018, tanpa alasan yang jelas, Tergugat I, melimpahkan berkas perkara dengan tersangka Denny Indrayana tersebut kepada Tergugat II. Dan sanpai saat ini Tergugat II tidak melanjutkan peneriksaan atas Berkas Perkara dengan Tersangka Denny Indrayana tersebut, kata Kaligis.

Tindakan pelimpahan berkas perkara tersangka Denny Indrayana dari Tergugat I kepada 
Tergugat II menimbulkan tanda tanya besar karena bagaimana mungkin Tergugat I melimpahkan berkas perkara Denny Indrayana dalam dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan implementasi Payment Gateway, mengingat penyidikan yang dilakukan Tergugat I sudah sampai pada tahap pengiriman berkas kepada Kejaksaan Agung RI. Apakah Tergugat I takut terhadap Denny Indrayana sebagai seorang mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM? tanya Kaligis.

Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) tersebut ditujukan kepada Tergugat I (Bareskrim Polri) dan Tergugat II (Kapolda Metro Jaya), karena berdasarkan fakta fakta hukum, pemeriksaan yang dilakukan oleh para Tergugat terhadap Denny Indrayana seperti berjalan di tempat, tidak transparan, tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 3 Undang Undang No.14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.

Dengan melimpahkan penyidikan dari Tergugat I kepada Tergugat II perkembangannya sudah tidak diketahui lagi sehingga menimbulkan praduga perkara ini seolah olah sudah dihentikan Tergugat II.

Tergugat II seperti melindungi tersangka Denny Indrayana mengingat tersangka dikenal sebagai pegiat anti korupsi yang sangat getol menuntut para koruptor dan juga sebagai penggagas terbitnya Peraturan  Pemerintah No.99 tahun 2012 tentang perubahan kedua atas  peraturan pemerintah nomor 32 tahun 1999 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan. Namun Denny Indrayana ternyata menjadi tersangka dalam dugaan perkara tindak pidana korupsi dalam kegiatan implementasi/pelaksanaan Payment Gateway pada Kementerian Hukum dan HAM.

Berdasarkan alasan dan fakta hukum yang dikemukakan Penggugat, karenanya Penggugat OC Kaligis minta agar gugatannya dikabulkan seluruhnya oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Selatan, yang mengadili dan memeriksa perkara ini. Setidaknya memutus memerintahkan Tergugat II untuk melanjutkan penyidikan/penuntutan perkara Denny Idrayana.

Besaran gugatan OC Kaligis terhadap para Tergugat Rp 1 juta. Dan ganti rugi immateriil Rp 10 juta. (dm)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama