Abaikan Dua Orang Buta Dan Lupa Ingatan Di Lapas Sukamiskin, OC Kaligis Sentil Ombudsman


JAKARTA (wartamerdeka.info) - Pengacara kawakan yang kini berstatus warga binaan Lapas Sukamiskin Bandung, Prof. Dr. Otto Cornelis Kaligis, SH, MH, mengkritisi Ombudsman dalam suratnya bertanggal 3 Januari 2020.

OC Kaligis pada suratnya yang ditujukan kepada Ombudsman dan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, SH, Phd,  di Lapas Sukamiskin Bandung, mengungkapkan, terdapat dua warga binaan yang buta, Erian dan Bukhori. Ada juga seorang warga binaan lainnya yang menderita lupa ingatan bernama Helmi. Sayangnya, Komisi Ombudsman, sebagai lembaga negara yang mengawasi penyelenggaraan publik,  mengabaikan  keberadaan mereka.

Sebab seyogianya mereka bertiga tidak lagi jadi warga binaan di Sukamiskin. Tapi minimal sangat mendasar bila yang bersangkutan dikenakan tahanan rumah untuk bisa dirawat oleh keluarganya, atau diserahkan ke rumah rumah sosial yang dibiayayai Pemerintah. "Bukan berada si Lapas Sukamiskin,"  kata OC Kaligis kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa kemarin (7/1).

Seharusnya menjadi perhatian Ombudsman secara khusus dan juga  Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly pada umumnya.Tapi nyatanya tidaklah demikian. Yang ada pihak Ombudsman malah sibuk mengurusi pemakaian  kamar tahanan yang tidak standar.

"Ombudsman seharusnya  memberikan solusi internal, bukan sebaliknya, menjadi nara sumber bagi medsos untuk mendiskreditkan Lapas Sukamiskin dengan berita berita negatif," sentil pengacara Kaligis.

Seharusnya, yang menjadi obyek pengawasan Ombudsman, tutur Kaligis, adalah kedua orang yang buta dan orang yang cacat tersebut. 

Parahnya lagi Ombudsman dengan tanpa surat tugas, sibuk dengan berita picisan mengenai kamar tahanan Setya Novanto sebagai kamar  yang multi mewah.

Sisi lain pemberitaan mengenai kunjungan Ombudsman dibumbui dengan berita seolah olah pada waktu kunjungan Ombudsman mendadak Setya Novanto berada di luar Lapas Sukamiskin. Dan selanjutnya Obudsman dan rombongan yang disertai sejumlah wartawan mendatangi Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto di Jakarta Pusat untuk membuktikan Setya Novanto dirawat, dimana yang bersangkutan memang benar benar sakit.

"Jadi berita tentang menghilangnya Setya Novanto dari Lapas Sukamiskin saat Ombudsman sidak tanpa surat tugas, merupakan berita hoax alias tidak benar," tandas Kaligis.

Sedangkan mengenai kamar warga binaan yang dibuat oleh kolonial Belanda dengan konsep yang lebih manusiawi, memperhatikan strukyur kesehatan bagi para warga binaan dengan fasilitas kamar lengkap, toilet, kamar mandi bagi setiap warga binaan, luput dari pemberitaan.

Justru berita yang sumbernya dari Ombudsman menjadi pemberitaan untuk menyudutkan para warga binaan Lapas Sukamiskin.

Seharusnya yang menjadi pelayanan Ombudsman terhadap warga binaan didasarkan filosofis Pembinaan berdasarkan HAM, bukan mencari cari kesalahan yang tidak  berati.

"Yang menjadi perjuangan Anda/Ombudsman si buta dan si cacat tersebut, karena menurut hukum nasional dan internasional mereka bukan lagi orang yang layak dipenjarakan. Seharusnya  Ombudsman membahas berita yang cukup menarik yaitu; Mengapa oknum oknum tertentu khususnya dari KPK, meskipun terlibat pidana perkaranya dikesampingkan atau dideponerring yang katanya untuk kepentingan umum," ujarnya.

"Saya yakin Ombudsman mempunyai andil melingdungi oknum oknun KPK yang korup,  agar mendapatkan suport dari Ombudsman agar masyarakat memandang sebagai institusi yang bersih
Beranikah Ombudsman membuat berita: Tangkap dan Adili Novel Baswedan, sipenganiaya keji dan pembunuh sadis terhadap korban tersangka pencurian sarang burung walet di Bengkulu," tantang OC Kaligis.

Dikatakannya, sesuai dengan falsafah Pancasila, Azas Perikemanusian yang Berkeadilan, dan para pembina Lapas disatu visi,  misalnya, pembinaan warga binaan berdasarkan HAM. Lalu menjadi pertanyaaan; Apakah Bukhori dan Erian warga binaan yang  ada di Lapas Sukamiskin dan Helmi warga binaan yang  lupa ingatan  di tempat yang sama, masih punya hak untuk diperlakukan atas dasar Perikemanusiaan?

Istilah Not stand to be amtrial, adalah pertanyaan pertama  hakim yang akan memeriksa terdakwa. Apakah saudara dalam keadaan sehat? Inilah kalimat pembukaan sang hakim disaat pemeriksan sidang pengadilan didalam menegakan HAM dan Praduga Tidak Bersalah.

Atau, seorang yang tidak layak untuk dipenjara manakala cacat mental, buta, karena tidak ada manfaatnya dibina sebagai warga binaan, maka sangat mendasar bila yang bersangkutan minimal, dikenakan tahanan rumah agar bisa dirawat oleh keluarganya, atau diserahkan pada rumah rumah sosial yang dibiayai pemerintah.

Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung juga mengenal teori Restoratif Justice sebagai opsi lain untuk tidak mempidanakan yang berupa perampasan kemerdekaan.

Fakta ini sebenarnya mejadi perjuangan Ombudsman. Lebih  baik daripada memberikan kepada  Medsos berita picisan sensasional yang hanya untuk memberikan kesan bahwa kehadiran  Ombudsman dalam rangka menegakkan HAM, hebat.

Ombudsman, sebagai pelayan  publik mestinya turut melakukan pelayanan pembinaan. Bila ada kekeliruan kekeliruan oknum petugas atau warga binaan,  memberikan solosi yang baik secara internal, bukan sebaliknya, memprovokasi masyarakat melalui siaran pers.

"Semoga para Pemerhati HAM pedulikan nasib  mereka ini," harap Kaligis. (dm).

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama