Kuasa Hukum PT Farika Steel Laporkan PT BBJ Ke Presiden RI Melakukan Penyesatan Informasi

Pengacara kondang Hartono Tanuwidjaja, SH, MSi, MH, CBL

JAKARTA (wartamedeka.info) – Pengacara kondang Hartono Tanuwidjaja, SH, MSi, MH, CBL, selaku kuasa hukum PT Farika Steel melaporkan  PT Bandar Bakau Jaya (BBJ) kepada Presiden RI.

Laporan ke Presiden RI ini terjadi karena Terlapor dinilai telah melakukan penggiringan opini dan penyesatan informasi, kata Hartono Tanuwidjaja, kepada sejumlah wartawan di Jakarta, Selasa (7/7/2020).

Surat laporan tersebut bernomor 6. 25/ HTP/2020 dan dikirimkan kepada Presiden pada 30 Juni 2020, lalu.

Hartono Tanuwidjaja menyebutkan bahwa surat PT BBJ No 85/BBJ- SS/VI/2020 tanggal 2 Juni 2020 yang ditujukan kepada Gubernur Banten, merasa ada potensi pelanggaran hukum yang dibentuk melalui penggiringan opini dan sekaligus penyesatan informasi oleh PT BBJ.

Untuk lebih jelasnya permasalahan itu, kuasa hukum PT Farika Steel, Hartono Tanuwidjaja memaparkan kronologi terjadinya sengketa hukum kedua belah pihak.

Baru ini menurut Hartono Tanuwidjaja, PT Farika Steel  melakukan gugatan Tata Usaha Negara (TUN) di Pengadilan Tata Usaha Negara Serang kepada Kepala Desa Margagiri, Kecamatan Bojonegara, Kabupaten Serang, Propinsi Banten,  sebagai Tergugat I, dan PT BBJ sebagai tergugat II Intervensi.

Obyek sengketa tersebut adalah adanya Surat Keterangan Hak Garapan No 590/ Pemt/DS- 193/070/1999 tanggal 1 Juli 1999 yang diterbitkan oleh Kepala Desa Margagiri.

Sedangkan yang menjadi obyek gugatan PT Farika Steel adalah Surat Keputusan Tata Usaha Negara yang dapat digugat di Pengadilan Usaha Tata Negara berdasarkan pasal 1 angka (3) Undang -Undang RI No 5 Tahun 1986 Tentang Pengadilan Tata Usaha Negara.

Dalam surat itu, Hartono menilai, data bukti yang diterbitkan oleh Kades Margagiri terbukti melanggar hukum dan asas asas umum pemerintahan yang baik, karena obyek surat keputusan dengan obyek keputusan tidak ada kesesuaian antara satu dengan yang lainnya. Sebab, Tergugat (kini turut terbanding)  dalam menerbitkan obyek sengketa  terbukti telah melanggar salah satu asas dalam asas-asas umum pemerintahan yang baik yakni, asas kecermatan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 10 ayat (1) Undang- Undang No 30 Tahun 2014 yang berbunyi:
Kepastian hukum
Kemanfaatan
Ketidak berpihakan
Kecermatan
Tidak menyalahgunakan kewenangan
Keterbukaan
Kepentingan umum
Dan pelayanan yang baik.

Pada perkara ini kata Hartono, obyek lokasi yang ada dalam Surat Keterangan Menggarap sejak PT Farika Steel datang melakukan reklamasi pada tahun 2012 tidak ada seorangpun yang menguasai dan memanfaatkan lahan pasir pantai tersebut termasuk Gunawan Bin Dana.

Dengan demikian, ujarnya, hal itu sesuai dengan keterangan saksi yang diajukan oleh Kades Margagiri sendiri yakni Didi Rosadi, yang menyatakan, bahwa sejak tahun 2005 tidak ada lagi masyarakat yang memanfaatkan pantai yang terletak di Desa Margagiri tersebut, karena air lautnya telah kotor dan tercemar limbah pabrik dan industri yang ada di daerah itu.

Tak hanya itu, keterangan ahli yang diajukan oleh PT BBJ yakni DR Harsanto Nursadi, SH, MSi., Dosen Pasca Sarjana UI dengan tegas menyatakan, bahwa seseorang dapat disebut menperoleh Hak Garap apabila memiliki kewajiban menggarap lahan tersebut dan menjaga agar tidak merusak lingkungan.

Ahli juga menunjuk pada ketentuan pasal 60 ayat (1) Undang-Undang  No 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir kemudian dirubah dengan No 1 Tahun 2014. Dan ahli juga menyebutkan, bahwa untuk tertib administrasi, Surat Keterangan harus dilakukan pencatatannya, sedangkan Surat Obyek Sengketa jelas dan nyata tidak ada Register dan pencatatannya sebagai arsip di Desa Margagiri.

Terlebih lagi, tutur Hartono, Surat Keterangan Menggarap yang dikeluarkan oleh Kades Margagiri itu sangat diragukan kebenarannya karena tidak ada cap atau stempel sebagai Justifikasi benar bahwa  suatu surat keterangan resmi yang dikeluarkan oleh Kades Margagiri harus selalu diikuti dengan kebiasaan untuk membubuhkan cap atau stempel Kepala Desa Margagiri, Kecamatan Bojonegara, Kabupaten Serang, Propinsi Banten.

Karenanya menurut Hartono, fakta-fakta tersebut mengungkap, PT Bandar Bakau Jaya telah melanggar beberapa hal.

Diantaranya, PT BBJ secara nyata mengakui telah memindahkan hak keperdataan atas obyek tanah negara di Blok LKG  Kalijero Peta Nomor 003 seluas 20.000 meter persegi di Desa Margagiri, Kecamatan Bojonegara, Kabupaten Serang, Banten, dari seorang penduduk bernama Gunawan Bin Dana dengan pembayaran ganti rugi sebesar satu miliar rupiah diduga dengan cara memalsukan tanda tangan Camat Bojonegara, Drs. H Asmawi, MM.

Gunawan telah mendalilkan mempunyai lahan garapan berdasarkan Surat Keterangan Menggarap dari Kades Margagiri, Surat Keterangan Menggarap itu telah ditarik dan dinyatakan batal berdasarkan putusan PTUN Serang No: 66/G/2019 PTUN.SRG.

Selanjutnya pada bagian lain bunyi surat yang ditujukan kepada Presiden itu, Hartono menyebutkan bahwa posisi PT BBJ selaku pihak yang salah dan kalah justru dipandang telah bertindak kebablasan untuk menghalangi  proses Sertifikasi  HPL yang sudah dirintis eh PT Farika Steel  sejak tahun 2014 dan bahkan berlaku sombong  dengan meminta sejumlah pejabat dan instansi pemerintah terkait untuk tidak memproses terkait dengan proses Sertifikasi HPL tersebut.

Sebab berdasarkan putusan PTUN Serang dalam putusannya menyatakan:

1 Mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya

2 Menyatakan batal surat Keputusan Kepala Desa Margagiri Kecamatan Bojonegara berupa surat keterangan menggarap No 590/ Pemt/ Ds/ 193/070/1999 tanggal 1 Juli 1999 seluas 10.000 meter persegi atas nama Gunawan Bin Dana

3 Mewajibkan Kades Margagiri untuk mencabut Surat Keterangan Menggarap No 590 atas nama Gunawan Bin Dana

4 Menghukum Tergugat I dan tergugat II Intervensi untuk membayar biaya perkara secara tanggung renteng sejumlah Rp 3.636.000.

“Di sini sudah jelas PT BBJ sudah salah dan kalah. Hal itu sesuai dengan putusan PTUN Serang yang mengabulkan gugatan klien saya. Kalau  aparat pemerintah bisa diatur oleh pihak yang salah dan kalah, kami juga bisa melaporkan mereka ke presiden. Kalau mau melapor jangan tanggung tanggung langsung ke presiden,” kata Hartono Tanuwidjaja  di kantornya, baru ini. (dm)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama