Mengenal Sosok Pahlawan Nasional Sri Susuhunan Paku Buwono VI dan B.P.H. Diponegoro

Oleh: KPH Karyonagoro

Pangeran Diponegoro disebut sebagai pejuang panglima perang Jawa yang handal dan tangguh. Hingga pada waktu itu konon akibat perang Jawa VOC mengalami kerugian yang cukup besar. Tapi tahukah anda bahwa dibalik perjuangan Pangeran Diponegoro ini dibantu oleh Keraton Surakarta Hadiningrat?

Tidak banyak yang mengerti bahkan catatan sejarahpun sering tidak mencantumkan bahwa sebenarnya terdapat dua tokoh besar dan puluhan bahkan ratusan tokoh-tokoh penting lainnya dalam perang Jawa. Dua tokoh besar tersebut yakni Sri Susuhunan Paku Buwono VI dan B.P.H. Diponegoro. 

Pangeran Diponegoro adalah putra Sri Sultan HB III di Yogyakarta, sedangkan Sri Susuhunan PB VI adalah raja di Surakarta Hadiningrat. Dari garis Bibi dalem (ibu), Sri Susuhunan Paku Buwono VI adalah krandhah Sri Sultan HB I di Yogyakarta, dari jalur putri nomer 8 Sultan HB I yang bernama BRAy Sosrodiningrat (yang dimakamkan  di Manggadua, Jakarta). 

Jadi, Sri Susuhunan PB VI dan Pangeran Diponegoro adalah saudara nunggal eyang, yakni sama-sama putra wayah Sri Sultan HB I, maka tidaklah mustahil kalau keduanya bekerja sama. Bukan semata atas kepentingan politik namun lebih kepada hubungan kekeluargaan dan kesamaan nasib atas penindasan kaum penjajah.

Berbicara mengenai sejarah Perang Diponegoro memang sangat panjang. Namun ada sekelumit cerita dalam naskah Babad Paku Buwono VI, disebutkan bahwa peran besar Kasunanan Surakarta Hadiningrat dalam perang Jawa adalah sebagai donatur sekaligus pensuplay kebutuhan logistik dan persenjataan perang. Salah satu tempat perundingan penyusunan strategi perang dan penyerahan bantuan oleh Kraton Surakarta kepada Pangeran Diponegoro adalah dengan berkedok melakukan suatu ritual sesaji di hutan Krendowahono (daerah Kaliyoso, Gondangrejo, Kab. Karanganyar). 

Krendowahono merupakan tempat berlangsungnya upacara wilujengan nagari Sesaji Mahesa Lawung sejak jaman keraton Pengging hingga saat ini dan merupakan hutan yang dianggap wingit oleh masyakat Jawa karena dipercaya sebagai kedhaton dari Bethari Kalayuwati, putri dari Bathari Durga (ratu lelembut di tanah Jawa). 

Pada waktu itu jarang  ada orang yang berani masuk ke dalam hutan ini kecuali para utusan kraton yang bertugas melakukan caos sesaji, sehingga Belanda tidak pernah mencurigai bahwa sebenarnya hutan ini adalah tempat paling aman untuk menyusun strategi perang dan penyerahan bantuan dari kraton Surakarta kepada Pangeran Diponegoro. 

Satu lagi yang menarik adalah kepiawaian Sinuhun PB VI dalam mengemas barang-barang bantuan tersebut agar tidak diketahui oleh musuh. Caranya ialah setiap ubarampe sesaji yang terdiri atas berbagai macam makanan, buah-buahan, dan lain-lain itu didalamnya diselipkan uang, emas, senjata, dan berbagai kebutuhan perang lainnya, sehingga Belanda tidak akan pernah menyangka bahwa jodhang sesaji yang dibawa ke dalam hutan itu sebenarnya adalah berisi kebutuhan-kebutuhan perang. 

Bahkan tidak sedikit pusaka-pusaka yang dimiliki oleh Pangeran Diponegoro adalah pemberian dari Sri Susuhunan Paku Buwono VI. Maka tidaklah heran kalau setiap lukisan maupun patung Pangeran Diponegoro itu menggenakan pusaka keris dengan model gayam dan deder gagrag Surakarta, karena memang pada waktu itu tak terhitung lagi jumlahnya pusaka Kraton Surakarta yang disumbangkan kepada pangeran Diponegoro untuk kebutuhan perang. 

Pasca tertangkapnya Pangeran Diponegoro dan Sri Susuhunan Paku Buwono VI, hutan Krendowahono ini menjadi larangan keras oleh Belanda bagi siapapun yang hendak memasukinya. Termasuk pula kraton Surakarta juga tidak diperkenankan lagi melakukan ritual sesaji di dalamnya, karena dikhawatirkan akan timbul gerakan yang serupa seperti perang Jawa. 

Upacara ritual Wilujengan Nagari Mahesa Lawungpun pada waktu itu dengan terpaksa dipindahkan ke Kaliyoso dan pernah juga di dilakukan Gunung Lawu. Baru pada zaman Sri Susuhunan Paku Buwono X sesaji Mahesa Lawung dipindahkan kembali ke hutan Krendhowahono dan lestari sampai saat ini.


Catatan:

- S.Sd.I.S.K.S. Paku Buwono VI, dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional pada 17 November 1964 melalui S.K. Keppres No. 294 Tahun 1964.


- B.P.H. Diponegoro, dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional pada 6 November 1973 melalui Keppres No. 87/TK/1973.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama