Kancil Kancil Pilek Bedebah

Oleh: Saiful Huda Ems

(Lawyer dan Ketua Departemen Komunikasi dan Informatika DPP Partai Demokrat di bawah kepemimpinan Jenderal TNI (Purn) Dr. H. Moeldoko, serta Ketua Umum Pimpinan Pusat HARIMAU PERUBAHAN yang dulu bernama HARIMAU JOKOWI)


Menjadi kaum intelektual itu tidak mudah, dan lebih tidak mudah lagi bisa menjadi bagian dari kaum intelektual yang memiliki integritas atau ketegasan moral serta mau berjuang untuk kecerdasan dan kemajuan kehidupan bangsanya. 

Di zaman dahulu Pahlawan Nasional Bung Tomo pernah memberikan dua istilah yang unik, yang pertama Gajah Budek dan yang kedua Kancil Pilek. Gajah Budek itu istilah yang digunakan untuk orang-orang kuat yang tidak tanggap pada persoalan rakyat, sedangkan Kancil Pilek itu istilah yang digunakan untuk kaum intelektual atau kaum terdidik yang tidak pernah mau peduli pada persoalan di sekitarnya.

Di zaman modern sekarang ini ternyata masih berseliweran Gajah Budek dan Kancil Pilek itu di negeri ini. Ada Partai Politik yang membuat aturan organisasi yang menyimpang dari Konstitusi Negara dan menyimpang dari Undang Undang Tentang Partai Politik, namun orang-orang kuat dan kaum intelektualnya mendadak menjadi Gajah Budek dan Kancil Pilek. 

Mereka alih-alih peduli dengan keadaan itu dan segera memprotesnya agar bangsa ini tidak dibodohinya selamanya, namun yang terjadi malahan mereka menjadi pendukung-pendukung tokoh politik yang merubah partai yang awalnya demokratis dan terbuka itu, menjadi Partai Keluargais yang bapak dan anak-anaknya menguasai posisi-posisi strategis di partai itu semua. 

Beruntung sekali Bangsa Indonesia ini memiliki kaum militer intelektual pemberaninya, dan memiliki ketegasan moral yang nyaris jarang dipunyai oleh banyak orang di negeri kita. Beliau dengan beraninya secara tegas berani menerima permintaan dari para pendiri partai dan dari para kader partai untuk memimpin perubahan besar di partai politik yang sebelumnya dikuasai oleh satu Keluarga Cikeas yang tidak bosan-bosannya ingin berkuasa kembali di negeri kita itu. Dengan taruhan reputasinya yang sangat besar, seorang Kepala Kantor Staf Presiden R.I sekaligus mantan Panglima TNI yang bernama Dr. Moeldoko itu, berani "menginterupsi" perilaku tokoh partai yang menjurus pada Dinasti dan Tirani itu.

Semua yang dilakukan oleh Pak Moeldoko itu nyaris tidak pernah dapat dilakukan oleh tokoh-tokoh politik lainnya di negeri ini, kecuali jika mereka sudah mendapatkan jaminan dari Presiden. Namun tidak demikian dengan apa yang dilakukan oleh Pak Moeldoko, tanpa jaminan dari Presiden melainkan hanya jaminan dari peserta Kongres Luar Biasa (KLB), belau benar-benar berani mempertaruhkan reputasinya untuk menerima tawaran menjadi Ketua Umum dan selekasnya mereformasi Partai Politik yang nyaris karatan karena bertahun-tahun dipimpin oleh Sang Mantan Mayor yang tak berpengalaman. 

Kitapun dapat menyaksikan, bagaimana orang-orang di sekeliling Dinasti Cikeas, yang tak memiliki argumentasi apapun yang bisa diterimah oleh akal sehat, namun mereka malah tetap didukung oleh Kancil-Kancil Pilek, alias intelektual-intelektual yang tak memiliki kepedulian terhadap moral intelektual. Oleh karena itu jangan heran orang seperti Andi Malarangeng yang tiba-tiba kabur dari debat di CNN setelah ia memberikan pemaparan, karena takut dihabisi pernyataan konyolnya oleh argumentasi Pak Max Sopacua yang didukung fakta dan data hingga jauh lebih rasional. 

Demikian pula Syahrial pengurus DPP Partai Demokrat Cikeas yang kabur pula sebelum ia menuntaskan perdebatannya dengan saya di sebuah vorum diskusi virtual. Tak ada apapun selama ini yang bisa mereka katakan selain, menolak pembegalan partai, sedangkan kita sudah maju sangat jauh yang tidak hanya membahas bagaimana Parpol ini tak lagi dikuasai oleh Keluarga Cikeas, melainkan bagaimana Parpol ini kedepannya bisa kembali menjadi Parpol yang terbuka, demokratis dan modern, yang merangkul banyak potensi pemuda, hingga bermanfaat bagi bangsa dan negara.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama