Jangan Sembarangan Tuduh Presiden jokowi jadi dalang Pergerakan Moeldoko !

 


Oleh: Saiful Huda Ems (SHE)

- Lawyer dan mantan Pemimpin Redaksi Majalah pergerakan Mahasiswa Indonesia di PPI Berlin Jerman

Ada aktivis Pro Demokrasi (ProDem) bau kencur yang sembarangan menuduh Presiden Jokowi menjadi dalang dari pergerakan politik Dr. Moeldoko yang menjadi Ketua Umum Partai Demokrat hasil KLB Sibolangit, namanya Nicho Silalahi. Dari rekam jejak Nicho yang saya pelajari, ternyata aktivis bau kencur ini mengalami korsleting pemikiran, betapa tidak karena baru kali ini saya dengar ada aktivis ProDem yang mau-maunya ingin menggantikan Habib Rizik dipenjara, yang katanya itu merupakan wujud perjuangannya dari wakil dari si Kafir yang membela keadilan. Kalau saja bapak-bapak ProDem seperti Gus Dur dan Bang Buyung Nasution masih hidup, mungkin anak ini akan dimintanya jadi office boy Kantor PBNU atau Kantor YLBHI, agar dia sedikit banyak bisa tiap hari mendengar percakapan Gus Dur atau Bang Buyung soal riwayat perjuangan menegakkan Demokrasi di Indonesia yang berpeluh keringat, darah dan air mata. Perjuangan menegakkan demokrasi yang penuh hambatan, tidak hanya yang datang dari Rezim Soeharto yang sentralistik, militeristik dan otoriterian, melainkan juga dari para loyalisnya yang bermarkas di Ormas Islam Garis Pentungan seperti FPI dengan Habib Rizik sebagai Pemimpin Jumbonya.


Nicho juga pernah mengeluarkan statement politik yang mendukung Rizal Ramli untuk menjadi Presiden RI menggantikan Jokowi, padahal Rizal Ramli sendiri setelah melalui tes uji coba jadi Menteri ia tidak lolos, hingga Rizal dipecat oleh Presiden Jokowi dari jabatannya, yang kemudian Rizal frustasi dan menjadi "kompor mleduk" di setiap kesempatan. Jadi tak ada satu rumus politikpun yang dapat dijadikan acuan untuk dapat membenarkan berbagai pernyataan dan tindakan Nicho ini, kecuali jika kita menggunakan Rumus Dunguisme ala Rocky Gerung, Bapak Jombloh yang kini sedang dikejar-kejar oleh pemilik tanah yang diserobot dan dijadikan rumahnya itu. Tuduhan Nicho soal Presiden Jokowi menjadi dalang tindak tanduk KSP Moeldoko khususnya yang berkaitan dengan penggulingan Dinasti Cikeas di Partai Demokrat melalui KLB dll.nya juga salah kaprah, dan bisa menjurus pada tindak pidana, yakni fitnah dan pencemaran nama baik, tidak hanya pada pribadi Presiden Jokowi melainkan juga pada KSP Moeldoko. Nicho bahkan memprovokasi loyalis SBY untuk melawan langsung pada Presiden Jokowi dan mengatakan Moeldoko jadi Ketum Partai Demokrat hanya didukung oleh satu orang, yakni Presiden Jokowi. "Tak ada visi misi menteri apalagi visi misi KSP, yang ada adalah visi misi Presiden. 10 juta pemilih Partai Demokrat harus berani melawan langsung Presiden Jokowi, karena logikanya apa yang dilakukan oleh Moeldoko itu tidak dapat dipisahkan sebagai urusan pribadi saja. Semakin jelas segala tindakan yamg dilakukan oleh Moeldoko, patut diduga merupakan perintah langsung dari Presiden Jokowi !" Kata Nicho sebagaimana yang diberitakan oleh media online Seputartangsel.com. 


Masalah dualisme Partai Demokrat bukanlah masalah pribadi Bapak Pergerakan Kontemporer Dr. Moeldoko, apalagi masalah pribadi Bapak Abad Kejayaan Presiden Jokowi yang berhasil membalik Indonesia dari wajahnya yang suram, penuh proyek mangkrak berhantu peninggalan Raja Dinasti Cikeas SBY, menjadi Indonesia yang berjaya dan bersinar terang hingga sampai ke pelosok-pelosok Papua, sampai-sampai Putra Cendana sempat gusar dan nyaleg namun kalah di Dapil sana. Namun yang benar itu, masalah dualisme Partai Demokrat adalah masalah pribadi Raja Dinasti Cikeas yang mau berkuasa tanpa batas, dengan melanggar konstitusi dan melanggar UU Partai Politik, hingga para pendiri partainya "gerah" lalu bersama ribuan kader Partai Demokrat lainnya melakukan aksi penggulingan kepemimpinan Putra Mahkota Dinasti Cikeas, yakni AHY melalui KLB Partai Demokrat di Sibolangit Deli Serdang 5 Maret 2021 lalu. Mereka kemudian mendemisionerkan kepengurusan DPP Partai Demokrat pimpinan AHY dan mengembalikan status keanggotaan para pendiri dan kader Partai Demokrat, seperti H. Marzuki Ali, Johni Allen Marbun, HM. Darmizal, Max Sopacua dll. 


Kepala KSP, yakni Dr. Moeldoko sebelumnya tidak tau masalah apa-apa terhadap persoalan internal Partai Demokrat ini, beliau saat itu hanya diajak kumpul ngopi-ngopi oleh para pendiri Partai Demokrat yang datang padanya. Namun setelah beliau disebut-sebut oleh SBY dan AHY yang dituduhnya mau mengkudeta (persis bahasanya Vicky Prasetyo Kudeta Hati kan?-red.) kepemimpinan AHY, naluri pertahanan dan perlawanan Mantan Panglima TNI yang gagah, tegas dan pemberani itu muncul. "Jangan desak saya terus menerus untuk masuk di persoalan ini, saya sudah cukup sibuk dengan kegiatan saya di KSP dan sebagai Kepala Keluarga, karena kalau saya terus didesak, saya akan benar-benar melakukannya !". Begitulah kira-kira jawaban Bapak Pergerakan Kontemporer Jenderal TNI (Purn.) Dr. Moeldoko itu terhadap berbagai tuduhan dan provokasi SBY dan AHY serta si bungsunya Ibas. Namun rupanya Trio Wek-Wek Yudhoyono ini tidak juga mengakhiri tuduhan dan provokasinya, hingga pada akhirnya Pak Jenderal bintang empat itu bersedia menerima tawaran para pendiri dan peserta Kongres Luarbiasa (KLB) Partai Demokrat untuk memilihnya menjadi Ketua Umum Partai Demokrat, sekaligus membekuk kesombongan dan keangkuhan pelarian Mayor AHY yang memimpin Partai Demokrat yang diremote oleh bapaknya, mantan Jenderal Peragu, galau, dan pencipta banyak lagu-lagu bapernya. Terang sekali bukan, pokok persoalannya?..

Jakarta, 12 September 2021.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama