"Dampak disrupsi lebih terasa bagi negara berkembang. Pada masa pandemi, kita saksikan terbatasnya akses negara berkembang pada vaksin, alat kesehatan dan obat-obatan. Tugas kita semua adalah mewujudkan ekosistem rantai pasok global yang tangguh, 'diversified' dan berkelanjutan, tidak hanya berdimensi ekonomi, namun juga pembangunan," kata Presiden Jokowi di La Nuvola, Roma, Italia, pada Minggu (31/10) waktu setempat.

Presiden Jokowi menyampaikan hal tersebut pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Rantai Pasok Global yang digelar di sela-sela KTT G20 di Roma.

Menurut Presiden Jokowi, bila disrupsi dibiarkan berkepanjangan maka akan menjadi tantangan ekonomi baru, memicu kenaikan harga dan kelangkaan barang, menghambat produktivitas, dan memengaruhi kesejahteraan.

Presiden Jokowi pun menyampaikan beberapa pandangan terkait rantai pasok global. Untuk jangka pendek, ada dua hal yang harus dipastikan, yaitu pertama reaktivasi konektivitas global, termasuk mobilitas pelaku usaha dan tenaga kerja.

"Kita perlu memastikan pengakuan dan keberterimaan vaksin secara universal, sesuai standar WHO, sekaligus memfasilitasi pemulihan perjalanan internasional yang non-diskriminatif," tambah Presiden.

Kedua, terus tingkatkan kapasitas dan kesempatan sektor swasta dalam mengakses rantai pasok global. Terkait hal tersebut, Indonesia telah melakukan pembenahan regulasi dan peningkatan iklim usaha, antara lain melalui Undang-undang Cipta Kerja.

"Kami juga terus mendorong dan mempercepat transformasi digital dan otomatisasi untuk meningkatkan ketelusuran rantai pasokan serta memperluas akses para pelaku usaha pada rantai pasok, termasuk UMKM," imbuhnya.

Sementara untuk jangka panjang, Presiden Jokowi memandang perlu kolaborasi setiap negara untuk tiga hal lainnya, yaitu pertama, penguatan infrastruktur logistik.

Menurut Presiden Jokowi, semua negara perlu mendukung investasi dan kerja sama teknologi guna memperkuat kapasitas dan sebaran infrastruktur logistik, terutama bagi negara berkembang.

"Melalui kemitraan swasta dan pemerintah, Indonesia sedang membangun dan memperbaharui 30 pelabuhan di seluruh wilayah kami," katanya.

Kedua, diversifikasi sumber pasokan. Presiden meyakini bahwa kerja sama investasi dan industri antarnegara serta penguatan arus perdagangan yang saling menguntungkan adalah kunci.

Ketiga, risiko terbesar di jangka panjang adalah proteksionisme perdagangan yang berpotensi merusak rantai pasok global.

"Kita harus bekerja sama dengan semangat saling mendukung, bukan saling membatasi, mendorong kebijakan yang konstruktif dan tidak diskriminatif, sesuai dengan prinsip hukum internasional, sekaligus menghormati konteks nasional dan hak berdaulat tiap negara," tegas Presiden.

Turut mendampingi Presiden dalam pertemuan tersebut yaitu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.(An)