"Dengan adanya Permenaker No 2 tahun 2022, akumulasi manfaat yang diterima akan lebih besar jika peserta mencapai usia pensiun yaitu 56 tahun," kata Airlangga dalam konferensi pers secara virtual di kantornya di Jakarta, Senin.

Kementerian Tenaga Kerja pada 4 Februari 2022 mengeluarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT). Namun banyak pihak yang memprotes pemberlakuan peraturan tersebut mulai dari Serikat Pekerja hingga anggota DPR khususnya soal aturan pencairan manfaat JHT.

JKP yang dimaksud Airlangga adalah perlindungan sosial jangka pendek bagi pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). JKP adalah perlindungan sosial baru sebagai turunan dalam aturan UU Cipta Kerja.

"Pekerja/buruh yang mengalami PHK berhak mendapatkan uang tunai sebesar 45 persen upah pada bulan ke-1 sampai ke-3 dan 25 persen upah pada bulan 4-6," ungkap Airlangga.

Contohnya, jika rata-rata gaji pekerja bila mengalami PHK pada tahun ke-2 adalah Rp5juta, maka pekerja tersebut akan mendapatkan 45 persen dari Rp5 juta yaitu Rp2,25 juta dikali 3 bulan sehingga mendapatkan Rp6,75 juta.

Selanjutnya pekerja masih mendapat sebesar 25 persen dari upah di bulan ke-4 sampai ke-6 yaitu 25 persen dari Rp5 juta adalah sebesar Rp1,25 juta dikali 3 sehingga mendapat Rp3,75 juta. Sehingga dalam 6 bulan pekerja mendapatkan JKP senilai Rp10,5 juta.

Sedangkan dengan mekanisme lama dari Permenaker No 19 tahun 2015, pekerja yang di-PHK mendapat JHT senilai 5,7 persen dari upah, misalnya Rp5 juta yaitu Rp285 ribu dikali 24 bulan totalnya menjadi Rp6,84 juta. Jumlah tersebut masih ditambah dari 5 persen pengembangan selama 2 tahun yaitu Rp355 ribu artinya total mendapat Rp7,19 juta.

"Sehingga secara efektif regulasi baru ini memberikan manfaat lebih besar yaitu Rp10,5 juta, dibanding Rp7,19 juta," ungkap Airlangga.

Manfaat lain dari Permenaker 2/2022 menurut Airlangga adalah pekerja dapat mengakses untuk kebutuhan perumahan sebesar 30 persen yaitu sampai jumlah Rp150 juta untuk gaji senilai 10 juta.

"Sedangkan di aturan lama pekerja tidak bisa mengakses 10 persen untuk masa persiapan pensiun sehingga manfaat JHT kecil. Perlu dicatat JKP sebesar 0,46 persen ditanggung pemerintah sehingga pekerja tidak perlu membayar iuran JKP sedangkan JHT ditanggung perusahaan sebesar 3,7 persen dan pekerja 2 persen, ini tidak ada perubahan," tambah Airlangga.

Airlangga juga menyebut pemerintah masih memberikan sejumlah bantuan bagi mereka yang terkena PHK.

"Akses terhadap pasar kerja dan bimbingan jabatan akan diberikan sehingga bisa masuk kembali ke lapangan pekerjaan tetap diberikan, demikian pula ada lembaga pelatihan milik pemerintah maupun swasta," tambah Airlangga.

Selanjutnya perlindungan sosial bagi pekerja informal juga diklaim diberikan melalui Kartu Pra Kerja.

"Ini diberikan untuk kewirausahaan dan diberikan terutama untuk pelaku UMKM yang terdampak COVID-19 total Rp3,55 juta, terdiri dari biaya pelatihan Rp1 juta, insentif Rp2,4 juta yang berasal dari Rp600 ribu dikali 4 ditambah survei Rp150 ribu," ungkap Airlangga.

Selanjutnya pemerintah, menurut Airlangga, akan mengintensifkan sosialisasi Permenaker No 2 tahun 2022.

"Dan Menaker mulai hari ini menyosialisasikan kebijakan secara teknis, dan pemerintah selalu melindungi pekerja dan masyarakat di berbagai sektor agar dapat memenuhi kehidupan yang layak sebagaimana diamanatkan konstitusi kita," kata Airlangga.

Sementara itu, menurut Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Transport Seluruh Indonesia (FSPTSI)-KSPSI, HM. Jusuf Rizal, kelemahan pemerintah sehingga jadi pro dan kontra soal itu, karena tidak melakukan sosialisasi dengan baik terhadap program JKP (Jaminan Kehilangan Pekerjaan) akibat dampak tsunami Pendemi Covid-19 sebagai backup dampak PHK dan Kehilangan Pekerjaan.

Jika berdasarkan data yang diperoleh dari BPJS Ketenagakerjaan, klaim JHT mayoritas banyak dilakukan pekerja yang nilainya antara Rp. 2-3 juta.  Berbeda dengan yang telah bekerja diatas 20 tahun lebih.

Karena itu, lanjut Jusuf Rizal tidak beralasan juga, jika pekerja menolak pencairan saat masa pensiun 56 tahun agar nanti mampu menikmati hasil kerjanya saat purna kerja. Itu bentuk proteksi pemerintah untuk masa depan para pekerja.

Bagaimana yang terkena PHK? Pemerintah telah siapkan JKP untuk mengcover mereka yang terkena PHK. Nilainya justru lebih besar dari rata-rata klaim JHT yang hanya Rp.2-3 juta. Pemerintah telah siapkan Rp.5 jt hingga enam bulan untuk peningkatan kompetensi para pekerja dan buruh.

“Jadi jika ada penolakan JHT hingga 56 Tahun masa pensiun dengan alasan untuk modal PHK atau kehilangan pekerjaan, justru tidak signifikan. Uang Rp 2-3 jt mau pakai modal usaha apa hari gini,” tegas Jusuf Rizal yang organisasinya kini membawahi para Driver-Biker-Ojek Kamtibmas Community (DBOKC) seluruh Indonesia.

Justru melalui program JKP sebagai backup bagi para pekerja PHK dan kehilangan pekerjaan menunjukkan komitmen pemerintah untuk memberi perlindungan dan jaminan kesejahteraan bagi masa purna para pekerja dan buruh.

Lewat program pelatihan, peningkatan kompetensi dan sertifikasi para pekerja dan buruh, diharapkan mampu meningkatkan kualitas para pekerja sesuai dengan perubahan, khususnya revolusi industri 4.0 yang dibutuhkan Pasar kerja.

Melalui program JKP sebagai bantalan kebijakan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 menunjukkan pemerintah hadir turut mengatur kesejahteraan para pekerja dan buruh agar masa purna kerja bisa sejahtera.

“Jadi menurut saya semestinya pemerintah mensosialisasikan secara masif JKP dan Permenaker 2 tahun 2022, agar ada pemahaman yang sama. Sebab saat ini yang dicerna masyarakat pekerja hanya informasi yang kurang utuh,” papar Ketua Perkumpulan Wartawan Media Online Indonesia (PWMOI) dan Sekjen Perkumpulan Perusahaan Media Online Indonesia) itu.