Mantan Ketua DPRD Sulsel - Politisi Senior Golkar HM Roem: TP Tak Mampu Atasi Perpecahan, DPP Perlu Turun Tangan Atasi Kisruh DPD Golkar Sulsel

HM Roem, mantan Ketua DPRD Sulsel

MAKASSAR (wartamerdeka.info) – Politisi senior Partai HM Roem yang juga mantan Ketua DPRD Sulsel tiga periode menyoroti dengan tajam Kepengurusan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Sulsel di bawah kepemimpinan Taufan Pawe (TP) yang di ambang keretakan. 

"Jika dibiarkan Golkar bisa mengalami kehancuran. DPP Partai Golkar di bawah kepemimpinan Airlangga Hartarto, janganlah tutup mata terhadap  kondisi DPD Golkar Sulsel yang carut marut sekarang ini," ungkap HM Roem kepada media ini, Jumat (8/7/2022).

HM Roem juga mengimbau, Taufan Pawe sebagai pimpinan partai harus melakukan kordinasi sampai ke tingkat bawah. Agar konflik internal partai bisa dicegah. Pihak-pihak yang mengeluh harus didengar juga, karena mereka juga tidak kurang usahanya terhadap Partai Golkar.

“Apalagi kader-kader lama jumlahnya banyak, mereka berjuang berdarah-darah kenapa harus dibuang. Silahkan jadi ketua, tapi jangan buang mereka. Jangan mengikuti politik yang penting duitnya banyak, tidak perlu melibatkan kader,” tegas mantan Ketua DPRD Sulsel tiga periode itu.

Dia berharap DPP Partai Golkar bentuk tim khusus untuk menyelamatkan Partai Golkar di Sulsel, supaya kondisi tidak seperti ini. Karena menurutnya, hal ini sangat mengganggu. Kalau ingin melihat Golkar berprestasi satu-satunya jalan DPP lebih serius mendalami kondisi yang ada di Sulsel. 

“Karena ini tidak bagus,saya juga sedih melihat kondisi yang sekarang. Tidak ada titik temu, yang harus mempertemukan itu DPP. Datang bukan hanya datang untuk pidato, tapi harus turun tangan untuk kepentingan partai,” tutur HM Roem  yang mengaku aktif di Golkar sejak tahun 1975.

Menurutnya, DPP tidak boleh tutup mata. Kalau dimasa-masa lalu persoalannya tidak sebesar ini mereka menurunkan tim melakukan investigasi cari kebenaran. Sehingga cenderung tidak satu pihak saja. “Lebih bagus menurunkan tim dari DPP untuk merekam apa yang sebenarnya terjadi di Sulsel. Hampir 2 tahun,” imbuhnya.

Berbicara kepentingan partai, tandas HM Roem, mestinya DPP sadar untuk mencari solusi. Kalau begini terus sayang partainya. 

"Hal ini nampaknya kurang disadari membiarkan begini saja,” sambungnya.

Terkait kekisruhan di DPD Partai Golkar Sulsel, lanjutnya, mungkin ada yang tidak biasa. Karena selama ini setiap pergantian pimpinan mekanisme Musda itu siapapun yang terpilih selalu demokratis dan terbuka. Lalu banyak yang menjadi calon, siapapun yang terpilih pertama yang dia lakukan merangkul semua faksi-faksi yang ada. Karena semua itu mereka kader Golkar. 

“Satu catatan di Golkar ini milik semua kader. Tidak ada boleh mengklaim bahwa itu lebih berjasa dari yang lain. Semua punya hak yang sama untuk memimpin Golkar. Ini mungkin menurut hemat saya yang berbeda dengan yang sekarang. Mereka tidak merangkul semua kader. Apalagi yang sudah lama tidak dirangkul dengan baik, bahkan programnya berjalan,” terangnya.

Dia juga optimis, seiring perjalanan waktu, kepengurusan ini mulai ada pendekatan-pendekatan kepada kader Golkar. Namun, sayangnya sudah terlanjur tidak baik terhadap kader-kader Golkar yang lama. “Padahal sebenarnya, itulah kekuatan Golkar, jika kader solid maka akan meraih hasil yang lebih baik,” tandasnya.

Roem menjelaskan, dalam rekrutmen pimpinan Golkar di DPD II kebijakan DPP melakukan diskresi memilih siapa yang menjadi ketua  seolah-olah, tanpa mendengarkan aspirasi yang berkembang di bawah. Sebenarnya, kata Roem, kalau diskresi pimpinan ini terjaga tidak ada masalah. Sayangnya seperti yang terjadi di Sulsel hampir semua DPD II yang terpilih melalui mekanisme diskresi ini.

Akhirnya diskresi hanya akal-akalan untuk memilih seseorang untuk menjadi pimpinan. Padahal kader Golkar tahu secara luas bahwa yang diberi diskresi ini bukan kader yang baik. Selama dia kader yang baik tetap diterima. “Tetapi ternyata sebagian dari mereka itu tidak seperti itu. Nah, itulah yang menimbulkan banyaknya kekecewaan,” katanya.

Bahkan, sambungnya, sejak kepengurusan ini belum ada rapat pleno yang melibatkan semua pengurus sejak dilantik dengan alasan Covid-19, sehingga rapat terbatas. “Kok yang lain-lain bisa jalan tetap melakukan. Memangnya yang lain tidak Covid hanya Golkar yang Covid. Itu semua menambah kekisruhan tidak ada jalan keluarnya,” ucapnya.

Selain itu, ungkap Roem, para kader Golkar mengeluhkan, kalau melakukan rapat selalu rapat terbatas, hanya orang-orang  tertentu itu-itu terus.  Menurutnya, jelas ini tidak sesuai mekanisme. Dan itu sudah pelanggaran. Golkar partai yang sangat modern, sangat lengkap penuh dengan pengaturan dan petunjuk organisasi yang baik dalam menjalankan roda organisasi. “Itu jelas tidak jalan, sebagian besar pengurus tidak di fungsikan,” katanya.

Memang, jelasnya, kalau dari luar kelihatan normal-normal saja. Karena mereka tidak melakukan sehingga tidak ada masalah. Tapi yang bahayanya nanti, karena tidak ada aktivitas organisasi yang melibatkan seluruh kader, dampaknya pada pesta politik nanti, pertarungan 2024. Apalagi ini serentak dan membutuhkan soliditas.

Terkait mosi tidak percaya kepada ketua DPD Golkar, menurutnya, DPP harus tahu permasalahan yang ada. Memang tidak tiba-tiba harus Musdalub, butuh proses untuk mencari solusi yang terbaik. Tetapi apapun itu, dia berharap, DPP harus mengetahui kondisi yang ada di Sulsel, Maka perlunya ada tim yang melakukan investigasi untuk mendengar tidak satu pihak saja. Yang objektif bekerja untuk kepentingan partai, bukan  untuk kepentingan tertentu saja. 

“Karena yang melapor tentu pengurus baik-baik saja, lalu pihak lain mengatakan tidak ada apa-apa, DPP mestinya berpikir ada apa ini. Harus lebih peka, karena kalau kepekaan ini sudah hilang tunggulah hasilnya nanti,” ujarnya.

Repotnya sekarang dalam merekrut ketua DPD II, siapapun yang terpilih harus sebagai calon kepala daerah yang akan datang. Jadi pikirannya hanya itu tidak ada pikiran lain membesarkan partai. Sekarang yang dijual cuma satu, di DPP Airlangga Hartarto dipilih sebagai Ketum Partai, begitu juga di daerah ketua DPD I sekaligus calon gubernur.  

“Jadi perhatiannya terhadap partai bagaimana membesarkan partai itu kecil. Mestinya besarkan dulu partainya, sehingga kalau dia berprestasi otomatis dapat dukungan menjadi kepala daerah. Kalau sekarang bagaimana mendapat dukungan, kalau memimpin partai saja tidak benar bagaimana kita mau mendukung dia sebagai pimpinan rakyat,” tandasnya.

Roem menekankan, bekerja dulu untuk partai, itu yang menjadi tolak ukur, penilaian objektif bukan hanya kader juga rakyat. Dia memimpin partai saja bagus begitu juga memimpin daerah. Jangan sampai ada sorotan dia bekerja untuk partai tidak mendapat dukungan untuk calon gubernur. 

“Lebih baik potong kompas berusaha untuk jadi calon gubernur. Karena hampir tidak ada aktivitas partai selama ini, yang ada bagaimana musda DPD II, sebagian besar pasti rebut. Karena ada penolakan hanya melalui diskresi itu,” kata Roem.

Lanjutnya, dulu juga begitu ada calon yang dikehendaki oleh pimpinan tapi disosialisasikan ke bawah. Tidak dipotong kompas. Ini diskresi pimpinan harus ini yang jadi, tidak boleh begitu. Ini partai yang mengembang asas-asas demokrasi. Kalau sebuah organisasi politik yang diwarnai oleh sikap otoriter bagaimana memperjuangkan demokrasi.

Di Sulsel hanya memegang palu godam saja, terlalu memaksakan. Itu konsekuensinya, namun hasilnya nanti baru kelihatan di pemilu. Tidak seperti memasak nasi, menjadi bubur bisa masak lagi. Tapi kesalahan di organisasi untuk 5 tahun kemudian.  “Yang kita khawatirkan partai lain sudah mempersiapkan pemilu, tapi partai Golkar justru sibuk dengan urusan internalnya, sayang,” tutupnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum DPP Golkar, Nurdin Halid (NH) juga mengungkapkan, internal Golkar Sulsel terbelah di tangan Ketua DPD I Taufan Pawe. 

Kata Nurdin, kini Golkar Sulsel tak lagi solid. Jika situasi seperti itu dibiarkan berlarut-larut, maka dipastikan Golkar Sulsel akan hancur di Pemilu 2024 mendatang.

Nurdin khawatir dengan kondisi Golkar Sulsel saat ini. Makanya Nurdin terus mendorong agar DPP Golkar merestui Musdalub Golkar Sulsel sesegera mungkin.

"Dia (Taufan Pawe) tidak bisa merangkul seluruh kader. Yang ada saling bikin kubu, terpecah. Ini tidak boleh dibiarkan. Ada kehancuran partai Golkar di depan mata," kata NH akronim namanya.

Diketahui juga, saat Musda 2020 lalu, hampir 2 atau 3 pengurus yang memiliki hak suara berkeberatan. Sejumlah Ketua DPC juga sudah melayangkan gugatan ke Mahkamah Partai Golkar.

Dan dalam dekat ini Mahkamah Partai Gokar segera menyidangkan gugatan hasil Musyawarah Daerah X Partai Golkar Sulawesi Selatan, yang digugat oleh politisi Golkar Sulsel Syahrir Cakkari sejak Desember 2020 lalu.

Dalam permohonannya, Cakkari meminta mahkamah partai menyelesaikan perselisihan hasil Musda X Golkar Sulsel 2020 silam.


Politisi senior Partai Golkar Sulsel, HM Roem angkat bicara terkait kondisi Partai Golkar Sulsel di bawah kendali HM Taufan Pawe.


Menurutnya Partai Golkar Sulsel sekarang ini tidak bisa diharapkan untuk memenangkan pertarungan di event politik 2024 nanti. “Golkar sekarang semakin banyak. Terpecah-pecah,” sebut mantan Ketua Harian Partai Golkar Sulsel ini.


HM Roem pun memprediksi kursi ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulsel yang sudah beberapa periode diduduki kader Golkar malah terancam lepas.

“Memang harus ada perubahan. Golkar Sulsel butuh penyelamatan,” tegasnya.

Lebih jauh, mantan Ketua DPRD Sulsel tiga periode ini mengaku juga mendengar banyaknya persoalan di internal Partai Golkar Sulsel. Misalnya, penunjukan pelaksana tugas (Plt) dan Musda DPD II. “Prihatin saja lihat Golkar sekarang,” ujarnya.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama