"Saya meminta KPU segera menerbitkan PKPU yang secara resmi mengatur terkait syarat dan ketentuan tentang calon anggota legislatif agar Putusan MA itu tidak menjadi 'bola liar' dan perdebatan di masyarakat," kata Junimart di Jakarta, Rabu.

Hal itu dikatakannya terkait Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 30 P/HUM/2018 yang memperbolehkan mantan narapidana kasus korupsi mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif (caleg) pada Pemilu 2024. Pertimbangannya karena terhadap hak asasi manusia (HAM), terutama hak politik warga negara untuk dipilih dan memilih.

Junimart mengatakan, saat ini perhatian publik sangat tinggi terhadap pemilu sehingga hal-hal yang berkaitan dengan tata cara, tahapan hingga pelaksanaan pemilu, sangat penting untuk segera ditentukan penyelenggara pemilu.

Dia menilai Putusan MA tersebut sudah tepat karena MA merupakan lembaga peradilan tertinggi di Indonesia yang dituntut untuk memberikan keputusan hukum terbaik, dengan mempertimbangkan segala aspek hukum, termasuk HAM.

"Jadi MA tidak salah dalam hal ini, karena hak politik juga telah tercantum dalam Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB)," ujarnya.

Karena itu menurut dia, KPU harus membuat aturan yang tepat sesuai ketentuan dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Sebelumnya, dalam Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 30 P/HUM/2018 mengabulkan gugatan Lucianty atas larangan eks napi koruptor nyaleg yang diatur Pasal 60 ayat (1) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 7 Tahun 2018.

MA berpendapat larangan eks napi koruptor nyaleg bersinggungan dengan pembatasan HAM, terutama hak politik warga negara untuk dipilih dan memilih.

MA menyebut hak politik telah tercantum dalam Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). Indonesia juga telah meratifikasi kovenan itu melalui UU Nomor 12 Tahun 2005. (An)