Jadi Tersangka Kasus Korupsi, Walikota Bekasi Mochtar Mohamad Tantang KPK

--Menteri Lingkungan Hidup Siap Cabut Piala Adipura untuk Kota Bekasi 

BEKASI-Walikota Bekasi Mochtar Mohamad tantang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal penyuapan kemenangan Adipura. Ia menjamin kemenangan Adipura karena kerja keras warga Bekasi dan bukan hasil suapan. Penegasan itu disampaikannya di depan sekitar seribu lebih warga Bekasi yang ikut apel penolakan  kriminalisasi Piala Adipura. Apel akbar ini digelar di Plaza Pemkot Bekasi Jalan Ahmad Yani, Bekasi Selatan, Kota Bekasi, Jumat  (19/11).

Walikota menegaskan kemenangan Adipura merupakan kerja keras warga Bekasi. “Meski ini pun harus dibuktikan dulu, namun kalau menyangkut Adipura sebaiknya KPK pertimbangkan lagi karena ini merupakan upaya dan swadaya masyarakat yang ingin kotanya bersih,” lanjutnya.
Ia tidak mengelak bila dijadikan tersangka oleh KPK soal penyimpangan APBD atau kasus lainnya yang menyangkut pemerintahan. “Tuduhan itu harus dibuktikan KPK karena soal Adipura, KPK akan berhadapan langsung dengan warga Bekasi, dan ini sudah melukai warga Bekasi,” katanya.
Mohammad bahkan menilai penetapan tersangka dirinya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bernuansa politis. "Politis dong, orang tidak jelas begitu," kata Mochtar menjawab pertanyaan wartawan. 


Kementerian Lingkungan Hidup menentukan Kota Bekasi sebagai salah satu penerima Piala Adipura kategori Kota Metropolitan pada 4 Juni 2010 lalu. Berkaitan dengan kasus dugaan penyuapan dalam penilaian Piala Adipura itu, Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta menegaskan, pihaknya akan mencabut penghargaan Adipura yang diperoleh Kota Bekasi jika terbukti terjadi penyuapan.


"Jika terbukti maka Adipura akan dicabut," kata Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta di Jakarta, Jumat (19/11/2010). 


Terkait hal tersebut, Menteri Lingkungan Hidup telah memerintahkan penyelidikan internal kepada inspektorat untuk mencari kebenaran adanya penyuapan dalam penilaian Adipura.


"Saya sudah mengeluarkan surat dan menyerahkan sepenuhnya kepada inspektorat untuk mencari tahu. Saya berharap ini tidak ada, kalau memang sudah terjadi seperti itu, itu salah," katanya.


Ditambahkannya, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) tidak membenarkan untuk menerima sesuatu dalam bentuk apa pun dari kabupaten/kota yang dinilai. 


Apabila terbukti ada oknum KLH yang menerima sesuatu, maka akan ditindak tegas sesuai ketentuan yang berlaku.


Dikatakannya, mekanisme penilaian untuk kota terbersih dilakukan secara transparan, mulai dari pemantauan lapangan hingga keputusan peraih Adipura dengan melibatkan media massa, LSM, perguruan tinggi, dan pemerintah daerah. 


"Jika benar terjadi kecurangan, ke depan kita akan mengubah mekanisme atau penilaiannya," tambahnya.


Terungkapnya keterlibatan Wali Kota Bekasi bermula pada Juli 2010 saat KPK menangkap tangan Kabid Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota Bekasi Herry Suparjan dan Pejabat Inspektorat Wilayah Pemkot Bekasi Hery Lukman saat melakukan transaksi suap sebesar Rp 200 juta dengan auditor BPK Jawa Barat, Suharto.


Keterangan para tersangka pada kasus suap BPK Jawa Barat menyebutkan bahwa Wali Kota Bekasi Mochtar Mohamad pernah memberikan arahan agar jajaran Pemkot melakukan segala upaya agar audit keuangan Bekasi tahun 2009 memperoleh status Wajar Tanpa Pengecualian dari BPK Jawa Barat. Juga dalam upaya memperoleh Adipura bagi Kota Bekasi.


Walikota Bekasi Mochtar Mohamad dijerat untuk tiga kasus korupsi berbeda oleh KPK. Salah satunya, Mochtar diduga menggunakan dana APBD Bekasi untuk membayar kredit pribadinya. "Dia menggunakan APBD 2009 untuk membantu penyelesaian kredit pribadi multi guna," ujar Wakil Ketua KPK, Bibit Samad Rianto saat jumpa pers di Gedung KPK, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (16/11/2010).


Dalam proses penyidikan KPK, Mochtar memakai APBD Bekasi untuk kepentingannya sendiri. Caranya, dengan membuat SPJ atau mark up dalam acara dialog dengan warga Bekasi.


Saat meminta pengesahan APBD 2010, Mochtar juga diduga meminta dana sebanyak 2 persen dari beberapa Kepala Dinas Pemkot. Dana itu sebagai upaya pelicin mempercepat pengesahan APBD.


Kasus terakhir, saat berjuang untuk mendapatkan Piala Adipura, Mochtar diduga melakukan penggalangan dana terhadap Kepala Dinas dan Camat. Uang ini sebagai biaya partisipasi untuk mengurus kemenangan wilayahnya.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama