Akreditasi Sekolah, Manfaat atau Musibah?

Oleh Agus (Wartawan wartamerdeka.info di Cilacap)


SAAT ini di Kabupaten Cilacap sedang 'musim'  Akreditasi, baik di sekolah tingkat dasar maupun sekolah lanjutan pertama. Persiapan untuk memenuhi syarat dari benerapa standar untuk sekolah dan standar untuk guru harus dilalui secara mulus walaupun tidak jarang ada catatan. Bukan catatan pinggir, tapi catatan agar ada pembenahan yang masih kurang.

Hal tersebut tidak terlepas dari sudut pandang para pendidik kalau melaksanakan administrasi tidaklah mudah dilakukan, apalagi kalau sambil mengajar sesuai RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), program dan berdasarkan KD (Kompetensi Dasar)  yang diinginkan.

Pada dunia pendidikan saat ini kususnya di Kabupaten Cilacap tidak lagi menyangsikan manfaat akreditasi, karena sangat besar peranannya bagi keberlangsungan sekolah. Pada gilirannya penilaian melibatkan guru dan terakhir kepada peserta didik agar mendapatkan kelayakan dalam bersekolah.

Nah inilah sepertinya yang ingin diukur oleh para Assesor (penilai) yang hadir karena mendapatkan tugas. Yang dicari apalagi kalau bukan memverifikasi bukti-bukti pendukung sesuai dengan files dan lampiran yang telah disiapkan administrasi dan tata usaha sekolah.

Arahan dari para assesor ditunggu, karena informasi dari mereka besar kegunaannya bagi sekolah yang biasanya akan terlihat dalam penilaian hingga lima tahun kedepan. Sekolah pun harus secara jujur dan kasat mata menginformasikan fasilitas apa yang mereka miliki dan upaya apa yang mereka lakukan agar kegiatan belajar mengajar memang layak sesuai standar yang diinginkan.

Bagaimana fasilitas perpustakaan, lapangan olahraga, laboratorium, toilet, parkir dan lain-lain wajib diinformasikan dan dibuktikan kelayakannya. 

Lantas bagaimana para guru ketika mengajar, apakah sesuai RPP atau tidak?

Bagi sekolah yang menginginkan nilai bagus dari assesor, memang harus berupaya keras agar sekolah yang dipimpinnya minimal sama tingkat nilainya dengan akreditasi pada lima tahun sebelumnya. 

Bagi sekolah umumnya nilainya bertahan dan tidak turun saja sudah alhamdulillah, apalagi sampai naik gradenya.  

Tapi sebaliknya, bagi sekolah yang tidak menganggap akreditasi serius, tentu para assesor pun tidak ragu untuk menilai buruk performa mereka. Dan bila sampai nilainya terbawah seperti E, tentu bisa saja ada sanksi untuk menghentikan operasional sekolah tersebut.

Kembali ke soal pendidikan, yang memuliakan anak didik yang juga warga masyarakat proses akreditasi harus disikapi secara positif karena standar pendidikan akan selalu berubah sesuai dengan tingkat kesejahteraan masyarakat dan perkembangan dunia yang sarat dengan teknologi saat ini. Ukuran-ukuran yang digunakan pada pendidikan saat tahun 80an dan 90an tentu sudah tidak relevan dengan ukuran abad 21 ini.

Seperti halnya guru dulu dianggap sebagai satu-satunya sumber informasi dan pengetahuan, saat ini tidak lagi. Guru saat ini harus mampu bermain cantik baik sebagai sumber informasi, maupun fasilitator  pendidikan. 

Standar Kurikulum pendidikan yang cenderung belum dapat dilaksanakan sepenuhnya oleh para guru.

Saat ini guru harus demokratis, para guru dituntut menghargai pendapat murid dan tidak bisa otoriter alias yang paling benar.

Dengan adanya  akreditasi sebenarnya guru banyak dibantu, agar proses mengajar dan mendidiknya terus dipacu dan disempurnakan agar sesuai dengan target kekinian yang banyak ditopang oleh perkembangan jaman dan hubungan internasional.

Pertanyaannya, apakah akreditasi ini cuma disikapi oleh para stake holder ataupun share holder pendidikan sebagai rutinitas semata? Bila hanya itu saja targetnya, sayang sekali akreditasi yang dilakukan secara serius dan terencana ini serta menggunakan anggaran tidak sedikit, ternyata hanya untuk menggugurkan kewajiban saja.

Kalau begitu, Akreditasi sekolah merupakan sebuah manfaat ataukan suatu musibah?.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama