Mediasi Gugatan Terhadap Presiden RI Temui Jalan Buntu Dilanjut Periksa Pokok Perkara

Kuasa Penggugat Rene Putra Tantra, SH, MH, LLM 
JAKARTA (wartamerdeka.info) - Sidang 'mediasi' perkara pengacara Alexius Tantrajaya, SH, MHum yang menggugat Presiden RI dan Sembilan Lembaga Negara dinyatakan gagal menempuh perdamaian.

Kegagalan para pihak menempuh damai ini dikatakan  mediator (hakim mediasi), Dul Husen, SH, MH, dalam sidang kemarin di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (16/7).

Seperti biasa, mengawali sidang hakim Dul Husen memeriksa kehadiran Penggugat atau kuasanya. Begitupun kehadiran kuasa para Tergugat. Ketika para pihak dinilai lengkap, hakim  mempertanyakan sikap para Tergugat. Kemudian tentang pendapatnya memgenai petitum Penggugat yang disampaikan pada mediasi  minggu lalu, setelah diinfokan kuasa hukum Tergugat 7-9. tentang telah dikeluarkannya  Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP-3)  oleh Mabes Polri terhadap Laporan Polisi  (LP), Ny Maria Magdalena Andriani Hartono, 11 tahun silam (8 Agustus 2008).

"Para Tergugat, bagaimana tanggapan  saudara terhadap tuntutan Penggugat yang disampaikan pada sidang mediasi minggu lalu", tanya hakim .


Mendapat pertanyaan tersebut para Tergugat, kecuali Tergugat 7, 8, dan 9 (Mabes Polri),  pada intinya menyatakan, tidak ikut  campur tentang  masalah  antara Penggugat dengan Tergugat 7, 8 dan 9. "Ini urusan mereka berdua," kata salah satu  kuasa Tergugat.


"Kalau begitu, sidang mediasi ini memgalami jalan buntu. Dan memang sulit mencari kesepakatannya. Dengan demikian kewenangan saya sebagai hakim mediasi sudah selesai sampai disini. Sidang akan saya kembalikan kepada hakim perdata yang semula menangani perkara ini," kata hakim Dul Husen seraya menutup sidang.


Setelah hakim  meninggalkan ruang sidang mediasi, Kuasa Penggugat Rene Putra Tantra, SH, MH, LLM dan para Kuasa Tergugat  berunding dan kemudian menyepakati menentukan waktu dan tanggal sidang berikutnya pada 22 Juli 2019.


Pada persidangan mediasi  sebelumnya (minggu lalu), terungkap kalau laporan Polisi Ny Maria Magdalena diam diam sudah di SP-3 baru-baru ini. Hal ini dikatakan oleh kuasa hukum Tergugat Kapolri, Syahril,  pada sidang minggu lalu.


Tentang telah di SP-3  Laporan Polisi Ny Maria Magdalena tersebut tentu saja  mencengangkan Penggugat Alexius Tantrajaya. Namun advokat senior ini tetap pada gugatannya yang meminta ganti rugi kepada para Tergugat Rp 1,1 miliar seperti yang tercantum dalam  petitum gugatan sebagai konpensasi  honor kuasa hukum Ny Maria dan pengeluaran biaya lainnya dalam menangani perkara ini hingga mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Sementara Syahril Kuasa Tergugat 7, 8 dan 9 mengatakan, meski dalam perkara ini mediasi temui jalan buntu bukan berarti peluang damai sudah tertutup.

"Sembari persidangan berjalan  tetap saja bisa damai. Artinya belum tertutup damai. Tapi dalam mediasi gagal berdamai sehingga sidang berikutnya sudah memasuki sidang pemeriksaan pokok perkara," katanya.


Alexius Tantrajaya
mengugat Presiden dan 9 lembaga negara lainnya yaitu; Pemerintah Indonesia (Presiden), Ketua DPR, Ketua KPK, Ketua Kompolnas,  Ketua Komnas HAM, Jaksa Agung, Kapolri, Kepala Inspektur Pengawasan Umum Kepolisian RI, Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI, Kepala Devisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian RI, masing  masing sebagai Tergugat I sampai dengan X. Sedangkan  Ketua Ombudsman diposisikan sebagai Turut Tergugat.

Gugatan ini diajukan pengacara  Alexius Tantrajaya karena dia merasa profesinya dilecehkan para Tergugat.

Gugat Presiden RI  ini sudah yang ketiga kalinya. Pertama dan gugatan kedua dilakukan sebagai Kuasa Hukum Ny Maria Magdalena.


Alasannya, ketika tahun 2008,  Ny Maria melaporkan kasus pemalsuan Akta Waris ke Mabes Polri menyangkut warisan peninggalan mendiang suaminya, Denianto Wirawardhana, yang dikuasai oleh keluarga kandung almarhum.


Padahal yang berhak atas warisan itu adalah dua anak hasil perkawinannya dengan almarhum, serta seorang anak yang bermukim di Jerman, hasil perkawinan Denianto Wirawardhana sebelumnya dengan wanita warga negara Jerman.


“Perkara klien kami mengendap begitu lama. Bayangkan saja, Ny Maria Magdalena melapor pada 8 Agustus 2008 hingga Juli 2019 ini belum diproses polisi. Itu artinya, sudah 11 tahun lebih laporan klien kami digantung. Tidak jelas alasannya.


Laporan Polisi  Ny Maria Magdalena   No. Pol: LP/449/VIII/2008/Siaga-III, tanggal 8  Agustus 2018, di Bareskrim Mabes Polri, perihal dugaan keterangan palsu dengan terlapor Lim Kwang Yauw, Kustiadi Wirawardhana, Sutjiadi Wirawardhana, Martini Suwandinata dan Ferdhy Suryadi Suwandinata.

Sehubungan dengan belum diprosesnya Laporan Polisi  Ny Maria Magdalena di Bareskrim Mabes Polri itu, Alexius menyurati Presiden dan sembilan Lembaga  Negara untuk memberi perlindungan hukum terhadap kliennya. Tapi permohonan Ny Maria Magdalena tak pernah sekalipun direspon para Tergugat.

Berdasarkan fakta di atas Gugatan terhadap Tergugat I sampai Tergugat X disebut melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) terhadap, Penggugat.


Terkait perbuatan para Tergugat yang melakukan PMH  Alexius Tantrajaya  mengajukan ganti rugi sebesar Rp 1,1 miliar secara tanggung renteng terhadap Tergugat I sampai Tergugat X.


Alexius Tantrajaya mengatakan, gugatan diajukan lantaran batas kesabarannya sudah habis. Sebagai advokat, dia merasa profesinya dilecehkan oleh para tergugat. “Saya menilai, mereka telah mengingkari sumpah dan janji sebagai penegak hukum,” katanya.


Para Tergugat, lanjut Alexius, sebagai penegak hukum tidak dapat melaksanakan secara maksimal Pasal 1 ayat (3) jo Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yakni: “Negara Indonesia adalah negara hukum dan menjamin semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan wajib menjunjung hukum dengan tidak ada kecualinya,” katanya menjelaskan isi pasal dimaksud.


Secara perundangan, lanjutnya, seharusnya para Tergugat memberikan perlindungan hukum kepada kliennya, Ny. Maria Magdalena Andriati Hartono (Maria) dan kedua anaknya. Tapi nyatanya, hal itu tidak pernah dilakukan. Buktinya,
surat permohonan perlindungan hukum yang diajukan kepada para Tergugat, diabaikan selama rentan waktu 10 tahun lebih (sejak tahun 2008 silam).


“Baik kepada presiden, kami juga berkirim surat kepada lembaga-lembaga pemerintah tersebut. Intinya meminta perlindungan hukum terhadap Maria. Jangankan perlindungan, merespon surat kami saja tak pernah dilakukan. Di mana akhirnya, kasus klien kami menggantung. Padahal batas kadaluarsanya tinggal setahun lebih. Setelah itu, laporan pidana Maria akan hangus secara hukum,” papar Alexius Tantrajaya.


Sebagai advokat, katanya, dia harus profesional, bertanggung jawab, serta memberikan perlindungan hukum kepada klien. Sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) jo Pasal 4 ayat (2) UU Advokat No. 18 Tahun 2003. 


“Tapi sebagai penegak hukum, saya merasa para tergugat telah melecehkan saya selaku advokat, karena telah mengabaikan surat permohonan perlindungan hukum yang saya kirim kepada mereka. Dan saya beranggapan, mereka telah melakukan perbuatan melawan hukum. Wajar jika saya menggugat,” ujarnya.  (dm)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama