Penggugat Ahirnya Keluarkan Ombudsman Dari Perkara Gugat Presiden RI

Pengacara Rene Putra Tantrajaya, SH, MH, LLM
JAKARTA (wartamerdeka.info) -  Sidang perkara gugatan terhadap Presiden RI, Ir. Joko Widodo dan sembilan Lembaga Negara kian serius setelah gagal menempuh perdamaian pada tahap mediasi.

Pada sidang pemeriksaan pokok perkara yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa  (23/7), tampak seluruh kuasa hukum para pihak hadir dalam sidang yang dipimpin hakim anggota Muhammad Djoenaidie, SH, MH menggantikan ketua majelis hakim Purwanto, SH, MH yang sedang sakit.

Padahal tercatat sejak sidang pertama perkara ini, kuasa para Tergugat tak pernah hadir secara lengkap.

Setelah membuka sidang (kemarin), hakim Djoenaidie memberitahukan kepada seluruh kuasa hukum bahwa hakim ketua majelis Purwanto sakit hingga dia yang menggantikan posisi sebagai hakim ketua.

Setelah itu Djoenaidie mengabsen kehadiran kuasa hukum para Tergugat. Dan seluruh kuasa dari Tergigat I sampai Tergugat X menyatakan hadir.

Kemudian sidang dilanjutkan penyerahan surat kuasa dari Tergugat II Ketua DPR RI dan surat kuasa Tergugat III, Ketua KPK kepada majelis hakim karena pada sidang sebelumnya mereka belum menyerahkan surat kuasa dari klien kepada kuasa hukum yang maju ke persidangan. 

Tak lama kemudian, pengacara Rene Putra Tantrajaya, SH, MH, LLM yang mewakili Penggugat menyatakan kepada majelis hakim bahwa pihaknya merespon permintaan Turut Tergugat Ombudsman.

"Yang muliya, pada kesempatan ini kami menyatakan Turut Tergugat, Ombudsman dikeluarkan dari gugatan kami," kata advokat Rene Putra kepada pimpinan sidang.

Sebab kala sidang perkara ini memasuki tahap mediasi, turut Tergugat Ombudsman minta dikeluarkan dari Gugatan karena Ombudsman punya hak imunited (tidak bisa digugat). Sehingga ahirnya Penggugat menyatakan mengeluarkan Ombudsman dari dalam gugatannya.

Terkait dengan perubahan ini, kuasa Penggugat membagikan perubahan gugatan terhadap para pihak dan majelis hakim. Tetapi setelah diteliti hakim pimpinan sidang menyatakan, perubahan gugatan tersebut belum sempurna seperti lazimnya. Untuk itu hakim Djoenaidie memberi masukan kepada Penggugat tentang cara merubah gugatannya.

Untuk menyempurnakan perubahan gugatan Penggugat, semua pihak menyetujui menunda sidang sepekan dan sidang dibuka lagi pada Selasa 30 Juli 2019. Dan sidang hari itu dinyatakan ditutup.

Laporan Polisi

Advokat senior, Alexius Tantrajaya, SH, MHum, menggugat Presiden dan 9 lembaga negara lainnya yaitu; Pemerintah Indonesia (Presiden), Ketua DPR, Ketua KPK, Ketua Kompolnas,  Ketua Komnas HAM, Jaksa Agung, Kapolri, Kepala Inspektur Pengawasan Umum Kepolisian RI, Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI, Kepala Devisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian RI, masing  masing sebagai Tergugat I sampai dengan Tergugat X. Sedangkan  Ketua Ombudsman diposisikan sebagai Turut Tergugat.

Gugatan ini diajukan pengacara  Alexius Tantrajaya karena dia merasa profesinya dilecehkan para Tergugat.

Gugatan terhadap Presiden RI  ini sudah yang ketiga kalinya. Gugatan pertama dan gugatan kedua dilakukan sebagai Kuasa Hukum Ny Maria Magdalena.

Alasannya, ketika tahun 2008,  Ny Maria melaporkan kasus pemalsuan Akta Waris ke Mabes Polri menyangkut warisan peninggalan mendiang suaminya, Denianto Wirawardhana, yang dikuasai oleh keluarga kandung almarhum.

Padahal yang berhak atas warisan itu adalah dua anak hasil perkawinannya dengan almarhum, serta seorang anak yang bermukim di Jerman, hasil perkawinan Denianto Wirawardhana sebelumnya dengan wanita warga negara Jerman.

“Perkara klien kami mengendap begitu lama. Bayangkan saja, Ny Maria Magdalena melapor pada 8 Agustus 2008 hingga Juli 2019 ini belum diproses polisi. Itu artinya, sudah 11 tahun lebih laporan klien kami digantung. Tidak jelas alasannya," katanya.

Laporan Polisi  Ny Maria Magdalena   No. Pol: LP/449/VIII/2008/Siaga-III, tanggal 8  Agustus 2018, di Bareskrim Mabes Polri, perihal dugaan keterangan palsu dengan terlapor Lim Kwang Yauw, Kustiadi Wirawardhana, Sutjiadi Wirawardhana, Martini Suwandinata dan Ferdhy Suryadi Suwandinata.

Sehubungan dengan belum diprosesnya Laporan Polisi  Ny Maria Magdalena di Bareskrim Mabes Polri itu, Alexius menyurati Presiden dan sembilan Lembaga  Negara untuk memberi perlindungan hukum terhadap kliennya. Tapi permohonan Ny Maria Magdalena tak pernah sekalipun direspon para Tergugat.

Berdasarkan fakta di atas Gugatan terhadap Tergugat I sampai Tergugat X disebut melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) terhadap, Penggugat.

Terkait perbuatan para Tergugat yang melakukan PMH  Alexius Tantrajaya  mengajukan ganti rugi sebesar Rp 1,1 miliar secara tanggung renteng terhadap Tergugat I sampai Tergugat X.

Alexius Tantrajaya mengatakan, gugatan diajukan lantaran batas kesabarannya sudah habis. Sebagai advokat, dia merasa profesinya dilecehkan oleh para tergugat. “Saya menilai, mereka telah mengingkari sumpah dan janji sebagai penegak hukum,” katanya.

Para Tergugat, lanjut Alexius, sebagai penegak hukum tidak dapat melaksanakan secara maksimal Pasal 1 ayat (3) jo Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yakni: “Negara Indonesia adalah negara hukum dan menjamin semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan wajib menjunjung hukum dengan tidak ada kecualinya,” katanya menjelaskan isi pasal dimaksud.

Secara perundangan, lanjutnya, seharusnya para Tergugat memberikan perlindungan hukum kepada kliennya, Ny. Maria Magdalena Andriati Hartono (Maria) dan kedua anaknya. Tapi nyatanya, hal itu tidak pernah dilakukan. Buktinya,
surat permohonan perlindungan hukum yang diajukan kepada para Tergugat, diabaikan selama rentan waktu 10 tahun lebih (sejak tahun 2008 silam).

“Baik kepada presiden, kami juga berkirim surat kepada lembaga-lembaga pemerintah tersebut. Intinya meminta perlindungan hukum terhadap Maria. Jangankan perlindungan, merespon surat kami saja tak pernah dilakukan. Di mana akhirnya, kasus klien kami menggantung. Padahal batas kadaluarsanya tinggal setahun lebih. Setelah itu, laporan pidana Maria akan hangus secara hukum,” papar Alexius Tantrajaya.

Sebagai advokat, katanya, dia harus profesional, bertanggung jawab, serta memberikan perlindungan hukum kepada klien. Sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) jo Pasal 4 ayat (2) UU Advokat No. 18 Tahun 2003. 

“Tapi sebagai penegak hukum, saya merasa para tergugat telah melecehkan saya selaku advokat, karena telah mengabaikan surat permohonan perlindungan hukum yang saya kirim kepada mereka. Dan saya beranggapan, mereka telah melakukan perbuatan melawan hukum. Wajar jika saya menggugat,” pungkasnya.  (dm)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama