Politik Dinasti Dan Budaya Patrimonialisme (Bagian 1)


Oleh : W. Masykar

SINYAL majunya Dedi Noerdiawan, putra bupati Fadeli pada pertarungan bursa Pemilukada Lamongan 2020 mendatang tampaknya makin terasa menguat, setidaknya pasca tampilnya postingan di medsos, bupati Fadeli dengan salah seorang anggota DPRD Lamongan, Husnul Aqib.

Pada derajat tertentu gesturnya menggambarkan telah ada semacam pertemuan atau saling bertemu.

Lepas apakah bertemunya Bupati Fadeli dengan Husnul Aqib tersebut, benar atau tidak, bahkan apakah foto itu asli apa editan, namun pesan yang disampaikan pada postingan tersebut bisa disimpulkan akan mengarah kesana, yakni duet Dedi Noerdiawan - Husnul Aqib maju bakal kandidat Bacabup dan Bacawabup Lamongan tahun depan.

Jika premis ini benar, (Husnul Aqib, belum bisa berkomentar) sangat logis, mengingat atmosfer politik jelang Pilkada semakin hari, kian mulai terasa suasana kompetetifnya, meski masih setahun lagi.
Apalagi, kandidat lain, sudah lebih dulu mulai membangun langkah dan mengkonsolidasikan dukungan. Sebut saja, seperti Sholahuddin atau Kaji Sholah, Yuhronur Efendi, Kartika Hidayati, Bi'in Salam, Suhandoyo, Saim dan lainnya.

Katakanlah, kalau uraian ini, mendekati derajat kebenaran tertentu, maka ada yang menarik dari usaha pencalonan Dedi Noerdiawan.

Pertama, kenapa memilih Husnul Aqib sebagai orang keduanya (wakil), toh dalam percaturan politik pilkada bisa dibilang nama Husnul Aqib jauh tenggelam, misalnya jika dibandingkan dengan kandidat lain, setidaknya karena konflik di internal PAN. Meskipun, Husnul Aqib memiliki barisan loyalis handal dan basis pendukung yang relatif tangguh.

Kedua, sosok Dedi Noerdiawan, untuk sebagian besar warga masyarakat Lamongan akan muncul tanda tanya, siapa Dedi Noerdiawan itu? (artinya masih agak kurang membumi di bumi kota Soto ini) nama Dedi Noerdiawan.

Ketiga, jikapun benar Dedi bakal maju bertarung merebut kursi Lamongan Satu, akan sangat menarik. Sebab pastinya, politik dinasti akan mewabah kembali di berbagai waktu dan ruang. Bakal tak akan ada ruang kosong untuk tidak menghambat langkah dia melalui politik dinasti, meskipun soal politik dinasti secara formal sudah selesai.


Tapi secara tradisional sebenarnya politik dinasti ini sudah menjadi budaya sejak zaman kerajaan, kemudian kolonial. Modelnya berupa budaya patrimonial, yaitu regenerasi kekuasaan, berdasarkan hubungan keluarga. Karena itu, muncul undang undang, bahwa syarat kepala daerah adalah yang tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana.

Oleh karena aturan ini, dinilai diskriminatif, maka dilakukanlah uji materi, lahir keputusan MK soal politik dinasti, sehingga selesai. Padahal, politik dinasti bisa dipahami sebagai suatu langkah perjuangan untuk meraih atau mempertahankan kekuasaan dari aspek geneaologi, kekuasaan tak ubahnya seperti peninggalan keluarga besar.

Nah, model ini, menurut Samuel P. Huntington dalam perjalanannya, mengalami tahapannya yang disebutnya sebagai model tahap gelombang demokratisasi ketiga.

Seperti perjalanan dinasti Kennedy. Dimulai dari Joseph Kennedy dan istrinya Rose Fitzgerlard, dia adalah putri walikota Boston. Pasangan suami istri itu, karena kaya raya sekaligus berharap dan berkeinginan besar anak anaknya kelak menjadi pemimpin.

Saat jabatan anggota Security and Exchange Commission berakhir alias pensiun, Joseph lantas menjadi Dubes Amerika untuk Inggris. Nah, pada posisi ini, John F. Kennedy menjadi sekertaris pribadi ayahnya. Sebenarnya, yang dipersiapkan menjadi presiden Amerika oleh sang ayah, bukan John F. Kennedy tapi kakaknya yang bernama Joe Kennedy, politikus yang diharapkan suatu saat maju di depan Konggres, namun apa dikata, Joe mengalami kecelakaan.

Agar impian sang ayah bisa berlanjut, John F. Kennedy yang digadang menjadi presiden Amerika pun berhasil, disaat masih berusia 35 tahun, John F. Kennedy menjadi presiden termuda di negeri Paman Sam itu.

Apa kaitan nya dengan politik dinasti?

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama