Misa Requiem untuk Demokrasi


Oleh: Prof Dr Daniel Mohammad Rosyid

(Guru Besar ITS, Surabaya)

Trumpism selama 4 tahun terakhir menandai kematian demokrasi di AS, sebuah negara yang sampai hari ini digadang-gadang sebagai kampiun demokrasi. Democracy dies in the dark. Dengan gaya dan dinamika yang berbeda,  demokrasi itu juga sedang sekarat di Republik ini. Pesta demokrasi Pilpres dan Pileg 2019 yang lalu ternyata sebuah persiapan misa requiem menjelang kematian demokrasi. Trumpism ternyata diiikuti oleh Jokowism yaitu sebuah faham yang mendewa-dewakan sosok Jokowi bahwa Jokowi can do no wrong. Bahkan sejak pelantikannya, Ketua MPR sudah menyatakan akan pasang badan membela Presiden Jokowi sampai titik darah penghabisannya.

Di tengah hutang yang makin menggunung mencapai Rp. 12 kT, harga kebutuhan pokok yang membubung tinggi, pengangguran yang meluas, regulasi yang makin menganakemaskan investor asing sambil mengancam lingkungan hidup dan jaminan tenaga kerja, dan korupsi BUMN yang makin menggila, Pemerintahan ini jalan terus tanpa kontrol yang efektif dari siapapun, termasuk parlemen.  Rencana Omnibus Law dan pemindahan ibu kota juga tampak berjalan lancar bak di jalan tol tanpa public discourse yang berarti.

Sementara itu kebijakan Kampus Merdeka yang diluncurkan Mas Nadiem masih dirumuskan pelaksanaannya oleh para rektor, dengan perkecualian : jangan menentang kebijakan Pemerintah. Presiden yang merdeka berjalan seiring sejalan dengan Kampus Merdeka. Kampus makin terpapar penyakit profesionalism and qualitism yang makin parah, sementara kehadirannya di bumi tempatnya berpijak makin kehilangan makna dan relevansi. Saat relevansinya dipertanyakan bagi keterdidikan bangsa ini, baik kampus maupun sekolah justru  makin menjadi tempat terbaik untuk menyombongkan diri.

Kang Yudi Latief beberapa waktu silam telah menengarai bahwa kedunguan telah menjadi arus utama wacana publik kita. Intelektualitas makin kehilangan tempat.  Gelar Doctor Honoris Causa dengan mudah dihadiahkan pada para politikus yang tidak cukup puas dengan semua privillege yang melekat pada kekuasaannya. Kini mereka ingin menguasai jagad akademik pula tanpa kredibilitas. Dan Kampus pun melakukannya dengan lugu tanpa merasa bersalah, apalagi malu.

Julajuli Suroboyo yang digelar di FH Universitas Airlangga oleh sekelompok arek Suroboyo hari Ahad 16/2/2020 kemarin mencoba menolak pasrah atas skenario all istana final sebagai  misa requiem itu berlangsung selesai dengan aman terkendali.

Sukolilo, 17/2/2020

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama