Alex Asmasoebrata Berharap Kejahatan Ningsih Dihukum Sesuai Perbuatannya

Terdakwa Ningsih Sutjiati SE 

JAKARTA (wartamerdeka.info)  - Politisi senior yang juga pemerhati sosial dan hukum Alex Asmasoebrata, tetap menggantungkan  harapan kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diketuai M Sainal, SH, MH, untuk memberi keadilan  kepada Rita K Kishore yang juga pemilik PT Ratu Kharisma (PT RK). 

Diperoleh informasi, Alex Asmasoebrata, selaku kuasa Rita KK dari PT RK, tengah berjuang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait perkara kejahatan perbankan atas nama terdakwa Ningsih Sutjiati SE yang sudah dituntut jaksa 5 tahun penjara oleh tim jaksa, Hadziqotul, SH, MH, Meilany Wuwung SH MH,  JPU Olla, SH, MH  dan Rima SH, karena Ningsih  terbukti melakukan  persekongkolan jahat bersama-sama dengan direksi, komisaris dan pimpinan bank BOII yang dulu bernama Bank Swadesi itu. 

“Wakil” Yang Maha Kuasa itu dinilai terhormat, jujur dan berintegritas. Dengan kedudukan itu, Alex menginginkan dalam kasus perbankan dengan terdakwa mantan Dirut Bank Swadesi yang kini bernama BOII Ningsih Sutjiati SE,

vonis majelis hakim setimpal dengan tindak kejahatan bersangkutan yang telah menyebabkan  kebangkrutan pada usaha saksi korban Rita KK.

Kasusnya memang sudah puluhan tahun lalu dugaan permufakatan jahat dan kolektif kolegial yang diduga dilakukan terdakwa Ningsih Suciati bersama direksi, komisaris, dan pimpinan Bank Swadesi/BOII dalam melelang agunan pinjamannya tetap menggoreskan luka hingga kini. 

Sebab itu Alex tidak ingin terulang lagi hal serupa yang dialami Rita KK terhadap debitur bank lainnya. 

Cukup hanya Rita KK saja debitur digembosi kreditur. Kasus ini yang terakhir dan diharapkan menjadi pelajaran berharga baik terhadap debitur maupun kreditur, kata Alex.

Sebagai wakil Tuhan di muka bumi majelis hakim tentunya terhormat dan mulia pula. Karenanya, Alex lagi-lagi mengharapkan hakim lewat palu dan amar putusannya memberi pelajaran berharga bagi terdakwa Ningsih Sutjiati dan direksi, komisaris bank dan bankir-bankir Bank Swadesi/BOII. Bahwa debitur itu harus dibina dan dibantu perkembangan usahanya bahkan direstrukturasasi manakala usahanya sedang hadapi jalan sulit. Bukan malah dibuatkan “jebakan” sedemikian rupa hingga agunannya yang lebih bernilai dibandingkan kredit berusaha diperoleh lewat usaha seolah formal melalui lelang.

Harapan Alex Asmasoebrata terhadap majelis hakim tersebut semakin besar dan menguat mengingat kasus perbankan dengan nomor : 469/Pid.Sus/2020/PN Jkt. Pst, yang akan diputuskan Kamis pekan depan. Alex yang juga dikenal suka menolong korban yang dizolimi dan dikriminalisasi menginginkan majelis hakim menjaga kehormatan dan wibawanya  saat memutuskan kasus yang begitu menyita perhatian tersebut berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, yang tidak saja bisa dipertanggungjawabkan pada tahapan proses hukum berikutnya tetapi juga di akhirat. 

“Hakim itu wasit yang “mewakili” Tuhan di muka bumi, maka itu putusan yang dijatuhkannya berdasarkan hati nuraninya, rasa keadilan bagi yang terzolimi, sesuai pula dengan rasa keadilan yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Hakim itu kan mulia, maka vonisnya terhadap terdakwa tentu berdasarkan fakta-fakta yang terungkap selama persidangan, kesalahan dan perbuatannya. Namun tentunya tidak lupa dipertimbangkan bahwa terdakwa  ini sudah residivis, maka perlu dipertimbangkan efek jeranya dengan memperberat hukuman (Ningsih Suciati),” kata Alex yang juga politisi senior PDIP.

Kasus yang dialami korban Rita KK/PT RK berawal setelah mengajukan kredit ke Bank Swadesi pada 2008. Kemudian pinjaman ditambah untuk pengembangan usahanya. Dan sebagai agunan tersebut adalah tanah berikut Villa Kozy di Seminyak, Bali.

Oleh karena usahanya tengah hadapi kesulitan keuangan, Rita KK/PT RK mengajukan restrukturisasi. Namun bukan “pertolongan” yang didapatkan dari Bank Swadesi/BOII, melainkan pelelangan Villa Kozy dengan berbagai cara dan harga semurah-murahnya. Akibatnya, Rita KK bukannya tertolong dengan pelelangan agunan kreditnya itu tetapi semakin terpuruk. Utang atau pinjaman kredit tetap ada dan ditagih terus, sementara aset (Villa Kozy) sudah melayang atau dibeli Budi Santoso dari pemenang lelang untuk kemudian diagunkan lagi menjadi Rp 35 miliar ke May Bank.

Berperkara sedemikian panjang membuat Rita KK sadar bahwa dirinya tidak punya “daya” selain kebenaran menghadapi terdakwa Ningsih Sutjiati dan 20 tersangka lainnya pengurus Bank Swadesi/BOII. Hanya kepercayaan dan keyakinan terhadap majelis hakim saja diandalkannya bersama Alex Asmasoebrata. Bahwa majelis hakim mempunyai “kacamata” keadilan yang jernih, bening, jujur, tegas, bernurani dan tanpa kompromi demi mewujudkan hukum yang berkeadilan dan berkebenaran.

Sebelum Ningsih Sutjiati duduk di kursi pesakitan PN Jakarta Pusat saat ini, dia sudah terlebih dahulu mengajukan praperadilan di Denpasar Bali untuk menggugurkan status tersangkanya. Namun Prapidnya tersebut ditolak hakim PN Denpasar.

Kasus perbankan ini sendiri, termasuk dengan 20 tersangka lainnya pengurus Bank Swadesi/BOII sudah sempat di-SP3-kan di Polda Bali. Namun oleh Rita KK diajukan prapid hingga hakim PN Denpasar memerintahkan polisi membuka SP3 dan terus menindaklanjutinya sampai akhirnya 20 tersangka lainnya terus menjalani proses hukum hingga kini.

Rita KK juga menempuh upaya hukum perdata kaitan pelelangan agunan Villa Kozy. Namun tidak memberi hasil memuaskan. Rita KK terus berjuang. Mabes Polri pun mengambilalih penyidikan lanjutan kasus tersebut dari Polda Bali.

Terdakwa Ningsih Sutjiati sendiri sebelumnya jalani persidangan kasus perbankan bahkan kemudian dijatuhi hukuman 5 tahun penjara di PN Jakarta Selatan. Dia dinyatakan majelis hakim terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sebelum didudukkan lagi di kursi pesakitan PN Jakarta Pusat terkait dugaan permufakatan jahat yang dilakukannya. Tapi hukuman Ningsih menjadi 4 tahun di tingkat Kasasi.

Berdasarkan fakta-fakta persidangan di PN Jakarta Pusat, pendapat ahli-ahli hukum, profesor yang sudah tak diragukan lagi kehandalan keahliannya,  Ningsih diduga kuat terlibat secara sah dan meyakinkan bersama 20 tersangka lainnya melakukan tindak pidana perbankan yang merugikan Rita KK/PT RK. Hal itu didukung pula penetapan sita oleh PN Jakarta Pusat atas dokumen antara lain sertifikat tanah di mana Villa Kozy berdiri atau dibangun. Sertifikat tersebut saat ini diduga dikuasai Budi Santoso dengan membelinya dari pemenang lelang (Villa Kozy). 

Penetapan penyitaan yang dilakukan PN Jakarta Pusat ini berdasarkan permohonan Mabes Polri sendiri demi kepentingan penyidikan kasus tersebut agar dapat disidangkan secepatnya. Tentu saja juga demi kepastian hukum baik bagi Rita KK selaku korban yang dirugikan maupun kepada pengelola Bank BOII yang sudah berstatus sebagai tersangka tanpa harus menunggu mempunyai kekuatan hukum tetap kasusnya Ningsih Sutjiati.(dm)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama