"Sertifikat MSC ini harus dipertahankan terus," kata Trenggono dalam siaran pers di Jakarta, Jumat.

Untuk itu, Menteri Trenggono meminta nelayan dan pelaku usaha perikanan di Indonesia mendukung penuh program pengelolaan perikanan berkelanjutan, khususnya untuk komoditas tuna dan cakalang.

Sertifikat MSC dikeluarkan oleh lembaga swadaya yang berbasis di Inggris dengan masa berlaku lima tahun.

Namun, setiap tahun penyelenggara melakukan audit untuk memastikan pengelolaan perikanan masih memenuhi standar global dan berkelanjutan.

Menteri Trenggono mengapresiasi langkah dan proses panjang yang dilalui Asosiasi Perikanan Pole & Line dan Handline Indonesia (AP2HI) karena berhasil memperoleh sertifikat MSC.

Perolehan sertifikat MSC ini, kata Trenggono, juga menjadi penanda bahwa Indonesia mendukung penuh pengelolaan perikanan berkelanjutan, sehingga populasi tuna dan cakalang bisa terjaga.

Sementara itu, Ketua AP2HI Janti Djuari menjelaskan harga tuna dan cakalang dengan sertifikat MSC diharapkan bisa meningkat hingga 20 persen. Peningkatan harga ini tentunya akan berbanding lurus dengan kesejahteraan nelayan.

Janti menjelaskan perolehan sertifikat MSC berkat penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan. Selama ini, nelayan AP2HI menggunakan huhate dan pancing ulur dalam menangkap tuna maupun cakalang.

"Huhate dan pancing ulur adalah alat tangkap yang selektif (one-by-one tuna) dan ramah lingkungan," ujar Janti.

Proses sertifikasi melibatkan sekitar 380 kapal penangkap ikan yang tersebar di berbagai daerah kepulauan Indonesia. Mulai dari Sulawesi Utara, Maluku Utara hingga ke Laut Banda, serta Flores Timur dan Barat.

Sertifikat MSC ini merupakan ketiga kali diraih pelaku usaha perikanan Indonesia. Sebelumnya pada Mei 2020 oleh North Buru and Maluku Fair Trade Fishing Associations dan pada November 2018 oleh PT. Citra Raja Ampat Canning (CRAC). (An)