Ketua DPD Partai Golkar Prov Sulsel M Taufan Pawe |
MAKASSAR (wartamerdeka.info) - Ketua DPD Partai Golkar Prov Sulsel M Taufan Pawe (56) kini harus disibukkan dengan berbagai masalah hukum. Hal itu dikhawatirkan akan mengganggu konsolidasi Partai Golkar yang harus menghadapi persiapan Pemilu 2024.
Masalah hukum itu, tak lepas dari perpecahan di tubuh DPD Partai Golkar Sulawesi Selatan (Sulsel).
Taufan Pawe (TP) pun dinilai gagal me-manage atau mengelola Partai Golkar di Sulsel.
Dia dinilai tidak mampu mempersatukan faksi-faksi yang ada di internal Partai Golkar Sulsel.
Taufan Pawe juga dinilai malah memperlebar perpecahan yang ada di Partai Golkar Sulsel.
Selain dinilai tak menghargai kader-kader senior yang telah berjasa membesarkan Golkar di Sulsel, Taufan Pawe juga disoroti tak pernah menggelar Rapat Pleno DPD Partai Golkar Prov Sulsel.
Sejumlah kader Golkar Sulsel berharap Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartato secepatnya turun tangan mengatasi masalah Golkar di Sulsel yang makin tidak kondusif.
Diketahui, masalah hukum yang harus dihadapi Taufan Pawe, di antaranya gugatan pencemaran nama baik di polisi dan gugatan di Mahkamah Partai Golkar.
Tak hanya itu. Wali Kota Parepare ini juga dilaporkan oleh Masyarakat Anti Korupsi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di antaranya terkait kasus korupsi pengadaan obat tahun 2016 Pemerintah kota Parepare.
Untuk gugatan pidana pencemaran nama baik di polisi, dilayangkan rekannya di Golkar, Nurdin Halid.
Tim Hukum Nurdin Halid, Syahrir Cakkari melapor dugaan pencemaran nama baik ke Mapolda Sulsel, Senin (25/7/2022).
Syahrir datang didampingi Wakil Sekretaris Golkar Sulsel Irwan Muin, dan Ketua Harian Golkar Sulsel Kadir Halid.
Cakkari mengatakan, laporan itu adalah tindak lanjut somasi yang telah dilayangkan pada 22 Juli 2022.
Somasi ini berisi permintaan klarifikasi dan permohonan maaf atas tudingan kepada AM Nurdin Halid sebagai dalang atas keributan di Kantor Golkar Sulsel.
“Karena dianggap tidak ada etikad baik untuk menyelesaikan permasalahan itu. Maka hari ini, Pak Kadir Halid selaku korban, juga bertindak atas nama Pak Nurdin Halid telah melaporkan persoalan ini kepada Polda Sulsel,” katanya.
Mereka melaporkan ke polisi menggunakan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 11 tahun 2008 Pasal 23 ayat 3.
“Oleh karena itu, dalam kualifikasi perbuatan, ini adalah pencemaran nama baik yang dilakukan secara elektronik,” katanya.
Sedangkan terkait gugatan di Mahkamah Partai Golkar (MPG) dilaporkan oleh Farouk M Betta cs.
Syahrir Cakkari cs kemudian diberi mandat sebagai ketua kuasa hukum oleh mantan Ketua DPD II Partai Golkar Makassar Farouk M Betta.
Taufan sendiri sudah membentuk tim hukum untuk menghadapi gugatan Farouk cs yang mulai disidangkan, Rabu (3/8/2022).
Hakim Mahkamah Partai Golkar, yang memimpin sjdang ini adalah Supriansa Mannahawu.
Supriansa ini adalah kandidat Ketua Golkar Sulsel yang dikalahkan oleh Taufan Pawe pada Musyawarah Daerah (Musda) X Golkar Sulsel di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Taufan ditetapkan sebagai ketua terpilih secara aklamasi dalam musda, pada 8 Agustus 2020, setelah Supriansa mengumumkan kesepakatan empat kandidat memilih Wali Kota Parepare itu.
Dua kandidat lainnya adalah Bupati Pangkep Syamsuddin A Hamid, dan Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Hamka Baco Kady.
Taufan digugat oleh Syahrir Cakkari cs sejak Desember 2020.
Pokok permohonan, penyelesaian perselisihan hasil Musda Golkar Sulsel.
Syahrir Cakkari menilai ada cacat substansi dan catat formil dalam gelaran musda yang dilaksanakan pada 6-8 Agustus 2020, dua tahun lalu.
Kasus Korupsi
Sedangkan terkait masalah korupsi Ketua Masyarakat Anti Korupsi, Rolando Basti secara resmi telah melaporkan beberapa dugaan Korupsi atau penyalahgunaan anggaran di Pemerintahan Parepare.
Atas laporan tersebut, dia berharap KPK dapat memanggil Walikota Parepare Taufan Pawe untuk segera diperiksa.
Yang mengagetkan, nama Wali Kota Parepare itu disebut-sebut dalam Direktori Putusan MA, Terkait Kasus Kerugian Negara Dalam Pengadaan Obat Tahun 2016.
Direktori putusan MA ini beredar di percakapan WhatsApp.
Dalam direktori putusan Mahkamah Agung (MA) RI, disebutkan telah terjadi permufakatan jahat, mengakibatkan kerugian keuangan negara mencapai Rp25 milyar lebih.
Dikutip dari http://putusan.mahkamahagung.go.id, peristiwa kerugian negara itu jelas tertuang dalam direktori putusan MA. Inilah kutipan putusan MA Terkait Kasus Korupsi Dalam Pengadaan Obat Tahun 2016 di Kota Parepare:
Menimbang, bahwa sebagaimana fakta dalam perkara ini diuraikan di atas bahwa faktur tagihan sejumlah Rp. 2.323. 452. 880 tersebut dicairkan oleh oleh Bendahara pengeluaran yang seharusnya dibayarkan kepada para distributor obat.
Namun tidak dibayarkan kepada para distributor obat. Tetapi diambil oleh terdakwa yang disetujui oleh Taufiqurrahman selaku bendahara pengeluaran dan Muhammad Syukur selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan menurut Keterangan terdakwa dalam persidangan bahwa uang yang diambilnya tersebut kemudian diserahkan kepada Taufan pawe Walikota Parepare.
Menimbang bahwa tindakan terdakwa yang telah mengambil uang sejumlah Rp 2.323.452.880 yang telah dicairkan oleh bendahara pengeluaran yang seharusnya dibayarkan kepada para distributor obat jelas merupakan suatu pelanggaran hukum yang menunjukan adanya kesengajaan terdakwa untuk memaknai kata dengan maksud menguntungkan dalam unsur ini. Bukan diri sendiri.
Menimbang, bahwa kesengajaan terdakwa untuk menguntungkan diri sendiri semakin jelas terlihat dari keterangan atau pendapat ahli bahwa penyebab timbulnya kerugian negara adalah pengadaan obat tahun 2016 sebesar Rp 25.452.665.940 oleh PPK dan Bendahara pengeluaran telah Dipertanggungjawabkan pengeluarannya namun penanggung jawab tersebut tidak benar dalam laporan keuangannya.
Hal ini dapat dibuktikan terhadap perlakuan administrasinya yaitu setelah SPM Terbit dan dana dicairkan oleh bendahara pengeluaran sudah diakui sebagai pengeluaran sedangkan belum seluruhnya hasil pencairannya dibayarkan kepada pihak ketiga dalam hal ini pihak perusahaan distributor farmasi (Sistem BLU Penggunaan dana setelah terbit SPM bendahara pengeluaran langsung mencairkan dengan cek dari 28 SPM dengan total nilai 25.452.665.940 sebanyak 3 SPM dengan total Rp 1.801 853.099 sebanyak 3 SPM pada akhir tahun buku 31 Desember 2016 belum dibayarkan kepada perusahaan distributor Farmasi atas pengadaan obat.
Periode sampai dengan 30 Juni 2017 dari pencairan 12 SPM untuk pengadaan obat alat dan bahan habis pakai sebesar Rp 14.703.552.438 sebanyak 2 SPM dengan total nilai Rp 521.599.781 sudah dipertanggungjawabkan namun belum dibayarkan bendahara pengeluaran kepada perusahaan distributor Farmasi atas pengadaan obat termaksud Pajak.
Menimbang bahwa terkait Pembelaan Penasehat hukum terdakwa serta keterangan terdakwa bahwa uang diambil terdakwa tersebut, untuk memenuhi permintaan Walikota Parepare Taufan Pawe.