JAKARTA (wartamerdeka.info) - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian mengingatkan pemerintah daerah (Pemda) meningkatkan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), serta mengaktifkan Satuan Tugas (Satgas) Pangan untuk mengendalikan inflasi.
Mendagri menyampaikan hal tersebut pada Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi di Daerah yang berlangsung secara virtual dari Gedung Sasana Bhakti Praja (SBP) Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Senin (24/10/2022).
Mendagri mengatakan, sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo, Kemendagri bersama kementerian/lembaga (K/L) terkait melaksanakan monitoring dan evaluasi secara rutin (mingguan) terkait inflasi di daerah. Hadir dalam Rakor tersebut perwakilan dari berbagai instansi seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Pangan Nasional (Bapanas), Kementerian Perdagangan, dan K/L terkait lainnya. Rakor ini diikuti kepala daerah secara daring, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
"Kita satu perahu, mengutamakan pendampingan kepada daerah agar tidak ragu-ragu untuk menggunakan instrumen keuangan yang ada, APBD terutama. Disamping mengaktifkan Satgas Pangan maupun Tim Pengendali Inflasi Daerah masing-masing," katanya.
Mendagri menegaskan, Pemda baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota harus bergerak bersama dalam menghadapi inflasi. Sebab besaran inflasi secara nasional merupakan penjumlahan dari angka inflasi yang terjadi seluruh Pemda di Indonesia. Jika Pemda dapat bergerak bersama, maka inflasi secara nasional dapat dikendalikan.
“Kalau semua daerah bisa mengendalikan inflasi daerah masing-masing, maka secara nasional nanti akan jauh lebih mudah untuk dikendalikan. Itulah tujuan kita untuk rapat mingguan ini,” tegasnya.
Lebih lanjut, Mendagri menjelaskan, inflasi merupakan salah satu isu global yang menjadi perhatian seluruh dunia. Inflasi yang terjadi saat ini, salah satunya, sebagai dampak dari pandemi Covid-19. Beberapa negara di dunia mengalaminya, seperti negara Laos sebesar 34 persen, Sri Lanka 69,8 persen, Turki sebesar 83 persen, hingga Lebanon yang inflasinya mencapai 162 persen. “Nah ini kita (Indonesia) pada posisi yang relatif masih landai 5,95 (persen),” ujarnya.
Faktor lainnya yang menyebabkan inflasi adalah perang yang terjadi antara negara Rusia dan Ukraina. Mendagri mengungkapkan, perang tersebut bukanlah perang kecil karena berdampak pada percaturan politik, ekonomi, dan keuangan dunia. Hal ini dilatarbelakangi karena Rusia merupakan salah satu pengekspor minyak dan gandum terbesar di dunia.
“Perang ini menimbulkan gangguan terhadap pasokan energi, rantai pasok energi dunia dan juga rantai pasok pangan dunia, yang berimbas kemudian kepada situasi ekonomi dunia, dan berimbas lagi pada keadaan keuangan. Banyak negara yang menahan pangannya masing-masing untuk kepentingan rakyatnya,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala BPS Margo Yuwono yang hadir langsung dalam kesempatan itu mengatakan, K/L bersama Pemda perlu memantau berbagai faktor yang membuat inflasi. Pemantauan ini khususnya terhadap komoditas-komoditas yang menyebabkan inflasi tinggi, seperti beras, bensin, sewa/kontrak rumah, tarif listrik, dan lain-lainnya. “Energi menjadi catatan penting,” ujarnya.
Di sisi lain, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan, dalam mengendalikan inflasi daerah pihaknya telah melakukan berbagai upaya. Langkah itu diantaranya membangun keseimbangan dari hulu hingga hilir pangan melalui penetapan harga acuan pembelian atau penjualan bahan makanan pokok, bazar pangan murah dan operasi pasar, hingga penguatan sarana dan prasarana penyimpanan pangan. Berbagai kegiatan tersebut dilakukan Bapanas dengan melakukan koordinasi dan sinergi bersama K/L terkait. (A)