Membedah Janji Kampanye Bupati Yes (4); Dongkrak Metabolisme Kinerja Birokrasi

Oleh: W. Masykar

Suatu ketika, mantan PM Uni Sovyet Nikita Sergeyevich Khrushchev, atau populer dengan sebutan Nikita Khrushchev, melontarkan sindiran Politicians are the same all over. They promise to build a bridge even where there is no river. 

“Politisi itu di mana-mana sama. Mereka berjanji membangun jembatan, meskipun tidak ada sungai di sana.”

Sudah jelas seperti itu, masyarakat tidak peduli dengan apa yang dilontarkan Krushcev. Ketika pemimpin sudah melempar janji, maka itu akan terus ditanyakan, bahkan melalui banyak cara dan kesempatan. 

Pada konteks ini, warga masyarakat juga tidak melihat berapa penghargaan yang telah dan bakal diterima oleh pemimpin atau kepala daerah, spesifik bupati Lamongan. Atau berapa kali menghadiri dan menjadi narasumber dalam seminar atau diskusi? Bahkan telah berapa kali membuka kegiatan rapat pun tidak peduli, pastinya, masyarakat butuh sesuatu yang nyata dan bisa dirasakan. Seperti yang telah dijanjikan oleh pasangan bupati Yesbro disaat kampanye. 

Suatu ketika, Montesquieu dalam Le Esprit Des Lois mengkategorisasikan tiga kecenderungan seorang pemimpin (penguasa), pertama, kecenderungan mempertahankan kekuasaan. 

Selanjutnya, kecenderungan memperbesar kekuasaan dan kecenderungan untuk memanfaatkan kekuasaan. Dengan demikian, janji memang merupakan rangkaian tak terpisahkan dalam proses politik, namun ternyata tidak semua janji politik berkualitas dan bernilai demokrasi. Sebuah janji politik bernilai demokratis, apabila menunjukkan peran serta rakyat untuk mengawasi dan mengontrolnya.

Dan tulisan ini, masuk kategori kontrol, sehingga tidak ada maksud lain, apalagi harus dicurigai sebagai upaya menggoyah kepemimpinan Yesbro, sama sekali tidak. 

Seperti tulisan sebelumnya, 11 janji pasangan Yesbro yang merupakan program andalan mengantarkan pasangan tersebut terpilih untuk memimpin kabupaten kota Soto ini. 

Adalah wajar jika kemudian terus kita pertanyakan realisasi dari janji janji tersebut. Meski, Yusril Ihza Mahendra, suatu ketika pernah mengatakan bahwa janji politik hanya memiliki kekuatan moral dan tidak memiliki kekuatan hukum sehingga susah misalnya warga masyarakat akan menggugat bupati ke pengadilan hanya soal janji politik yang belum atau tidak terpenuhi. 

Janji tinggal janji, realitas terabaikan. Ketika pemimpin politik mengikatkan diri pada sejumlah janji kampanye pada proses demokrasi pemilihan misalnya menurut M. Alfan Alfian (2018) adalah sesuatu yang biasa. Namun, persoalannnya seperti ditulis Montesquieu adanya kecenderungan seorang pemimpin, pertama, mempertahankan kekuasaan. 

Itu artinya, menjadi beban tersendiri bagi Yesbro untuk melangkah ke periode kedua 2024. Itulah sebabnya, hipotesa ini dihadirkan setidaknya sebagai publik discourse. (Bersambung)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama